➷ Chapter 12

1.1K 164 5
                                    

Yoona menatap sang anak bungsu yang baru turun dari lantai 2. Lantas ia pun menyapa sang anak--atau sebut saja, Jihan--dengan senyuman sumringah terulas di bibirnya.

"Pagi, sayang. Tidurnya nyenyak kan?" tanya wanita yang umurnya sudah hampir mencapai 50 tahunan.

Jihan hanya mengangguk sebagai jawabannya.

"Ma, Jihan boleh nanya gak?"

Yoona mengerutkan keningnya samar saat mendengar pertanyaan anak bungsunya itu. Gak biasanya Jihan minta izin sebelum bertanya. Biasanya gadis itu akan langsung bertanya tanpa diminta.

"Boleh dong, sayang. Emang kamu mau nanya apa?" Yoona bertanya dengan sangat lembut.

Jihan yang semula diam menunduk, kini mendongakkan kepalanya, menatap manik kembar sang ibu. "Mama... Gak ngusir Jisung oppa, kan?"

Sontak Yoona tersedak roti yang dimakannya. Gak menyangka pertanyaan ini yang akan dilontarkan sang anak.

"Eum... Nggak, sayang. Mana mungkin Mama ngusir kakakmu? Mama, kan sayang kalian berdua," bantah Yoona dengan wajah kurang menyakinkan.

Jihan tentu merasa gak puas dengan jawaban Yoona yang terkesan ragu ragu. "Ma, jawab dengan jujur. Jangan ngebohongin Jihan, Ma!"

Intonasi bicara Jihan semakin meninggi, ngebuat Yoona semakin tersudut. Sepertinya kebohongannya akan terbongkar beberapa detik lagi.

Suasana pun berubah jadi canggung dan dingin. Yoona terus terusan membantah sedangkan Jihan terus bertanya hal yang sama.

Melihat hal tersebut, Brian, selaku kepala keluarga jadi pusing. Gak biasa biasanya Jihan dan Yoona bertengkar seperti ini.

"Kalian tuh kenapa sih? Udah tahu Papa tuh lagi banyak pekerjaan, malah ribut," omel sang kepala keluarga yang kini sedang duduk di meja makan dengan laptop di hadapannya.

Jihan langsung aja nyeletuk sesuatu yang tidak diharapkan oleh Brian sama sekali. Ngebuat pria berumur 50 tahunan itu tersedak kopi yang barusan dia minum.

"Papa, jawab dengan jujur! Papa kan yang ngusir Jisung oppa dari rumah?! Sampai akhirnya Jisung oppa gak mau balik ke sini?! Ngaku gak, Pa!"

Brian gak tahu ada apa gerangan yang membuat sang anak meledak ledak seperti sekarang ini. Image Jihan yang biasanya kalem dan anggun, sirna seketika itu.

"Astaga, sayang... Kamu terlalu banyak nonton sinetron kayaknya. Ngomongnya ngelantur mulu." Brian berucap, mengalihkan topik pembicaraan.

Namun, sepertinya. Hal itu tidak membantu apa apa, justru malah memperburuk suasana. Nyatanya, sang anak langsung menggebrak meja makan dengan kerasnya.

"Papa dan Mama nyembunyiin sesuatu dari Jihan. Jihan udah tahu semuanya, Pa, Ma! Kalian naruh Jisung oppa di rumah sakit jiwa dengan dalih biar dia sembuh, padahal kalian pengin ngusir dia dari rumah, kan?!"

Seketika itu ruangan menjadi hening senyap. Yoona dan Brian sama sekali gak bisa mengelak kali ini.

"Bener kan? Papa sama Mama gak bisa ngelak lagi kali ini, karena emang itu semua bener." Jihan berucap menggebu gebu.

Dan setelah itu, gadis Han itu pun pergi dari meja makan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Meninggalkan Yoona dan Brian yang duduk membeku di tempat.

【⸙】

Seorang gadis cantik berlari dengan kencangnya menuju taman belakang rumahnya. Mencari seseorang yang sedang ia tunggu tunggu.

"Juyeon oppa!" Jihan berseru memanggil sang kekasih--yang sayangnya masih dia anggap sebagai seorang kakak, bukan seorang kekasih.

Yang dipanggil pun keluar dari persembunyiannya. Tepatnya keluar dari balik semak semak belukar. Entah kenapa Juyeon memilih untuk bersembunyi di sana.

"Gimana?" tanya Juyeon sambil membersihkan pakaiannya yang ditutupi dengan daun daun semak.

Jihan mengangguk dengan raut sendu. "Kayaknya bener. Bahkan mereka berdua gak ngebantah," jawabnya dengan nada lirih.

Juyeon merangkul gadis kecil itu dan mengusak pelan surai panjangnya. "Jihanie.. Gak usah sedih. Kita bakalan cari cara biar Jisung bisa balik ke sini lagi tanpa terkena masalah lainnya," hiburnya.

Jihan lagi lagi hanya bisa mengangguk lesu.

"Btw, oppa tahu dari mana tentang masalah ini?" Jihan bertanya hal lainnya, ngebuat Juyeon ngehela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

"Jujur, gue tahu ini dari Jisung. Bener bener dari Jisung, dia yang cerita sendiri ke gue," jawabnya sambil menatap ke arah bunga mawar putih di ujung kebun. Itu adalah bunga kesukaan Jisung, btw.

Jihan langsung memukul pundak Juyeon dengan keras. Ngebuat pemuda Lee itu ngaduh keras.

"Adoow.. Kenapa gue dipukul?" tanyanya dengan wajah pura pura kesakitan. Padahal pukulan Jihan gak kuat kuat amat.

"Kenapa oppa gak cerita dari dulu tentang ini? Coba kalau Jihan dari dulu udah tahu, pasti Jihan bakalan nyari solusinya lebih cepet," tanya yang lebih muda dengan nada menuntut.

"Ini permintaan Jisung, Jihan. Jisung bilang, gue harus nyembunyiin masalah ini dari lo. Kenapa? Karena Jisung gak mau lo ngebenci Papa dan Mama."

Yang lebih muda mencebik kesal. Merasa gak setuju dengan jalan pikir Jisung yang menyembunyikan semua ini.

"Oh ya, oppa.." Jihan kembali bersuara, ngebuat yang lebih tua menoleh dengan tatapan bertanya.

Sepertinya gadis Han itu ingin bertanya tentang beberapa hal lagi.

"Bagaimana dengan masalah oppa dengan um... siapa namanya? Min- Min?"

Ah, Juyeon baru ingat tentang masalah beberapa tahun lalu yang tercipta akibat kesalahpahaman--yang bahkan sampai sekarang dia belum menjelaskan yang sebenarnya kepada Minho dan Minhyuk. Untung saja Jihan mengingatkannya.

"Oh, Minho? Gak tahu juga sih, belum ada perkembangan. Gue belum siap buat jelasin semuanya. Dan gue rasa, baik Minho maupun Minhyuk, keduanya gak ada yang bersedia untuk dengerin penjelasan gue," jawab pemuda Lee itu pesimis.

Tanpa keduanya sadari, permasalahan yang Juyeon dan Jihan hadapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lain. Hanya saja mereka gak tahu akan hal itu.

Bukan. Bukan gak tahu, tapi belum tahu.

Karena sosok kunci dari permasalahan ini masih senantiasa membungkam. Enggan untuk bersuara bahkan sampai detik ini.

《TBC》

Camelia [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang