➷ Chapter 22

963 122 5
                                    

Dorr...

Jisung yang semulanya menutup matanya dengan erat, langsung membuka matanya kala tak mendapati rasa sakit lainnya dari peluru yang ditembakkan oleh Brian.

"H-hyung?" seru pemuda Han itu dengan senyum lemah terukir di bibir pucatnya.

Ya, benar. Minho datang tepat waktu dan berhasil menembak kepala Brian sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi terhadap Jisung.

"Ho, lo urus Jisung. Bawa dia ke rumah sakit segera. Brian dan yang lainnya, biar kita yang ngurusin," titah Changbin.

Minho mengangguk, lalu menggendong Jisung yang kini berada di ambang batas sadar.

"Bertahan ya, Ji. Demi gue dan yang lainnya," bisik pemuda Lee itu tepat di telinga Jisung.

Yang dibisikkan hanya bisa tersenyum lemah, dan mengangguk. Berusaha untuk tetap sadar, walaupun rasa kantuk telah menyerang.

Sampai diluar markas, Minho mendapati Juyeon di sana. Oh, dan jangan lupakan Jihan dan Seungmin yang ternyata ikut serta.

"Woi, Ho! Cepet masuk ke mobil! Kita ke rumah sakit sekarang!" seru Juyeon dari kejauhan.

Minho mengangguk, dan mempercepat langkah kakinya menuju mobil milik Juyeon.

Begitu semuanya sudah masuk ke dalam mobil, Juyeon lantas menginjak pedal gas. Mobil berukuran sedang itu pun melaju dengan kecepatan tinggi.

Suasana pun mendadak menjadi sunyi. Juyeon fokus nyetir mobil, Seungmin dan Jihan berdoa untuk keselamatan Jisung, sedangkan Minho berusaha untuk membuat Jisung tetap sadar.

"Ji, jangan tidur dulu, oke? Tahan sebentar lagi," pinta Minho saat melihat mata sayu Jisung mulai menutup dengan perlahan.

Kalau Jisung bisa, tentu sudah Jisung lakukan sedari tadi. Namun nyatanya, kedua netra itu gak bisa diajak kompromi. Rasa kantuk terus menghampiri, yang mana membuat Jisung kewalahan untuk menahannya.

"Hyungie, kalau Jiji tidur, jangan panik ya... Jiji baik baik aja, cuma ngantuk doang," ucap si manis sebelum akhirnya menutup kedua matanya.

Jelas Minho jadi panik. Namun mendengar ucapan terakhir dari Jisung, pemuda itu berusaha untuk tetap tenang.

"Yeon, bisa tolong lebih cepet lagi gak? Jisung udah gak sadarkan diri." Sekilas, intonasi bicara Minho terdengar tenang. Namun dibalik itu semua, ada kecemasan yang menghantuinya. Bahkan nada bicaranya sedikit bergetar karena takut.

Juyeon menggeleng ribut. "Gak bisa, Ho. Ini udah kecepatan paling tinggi. Kita bisa dikejar polisi kalau nekat."

Si bungsu Lee itu hanya bisa menghela napas keras, dan menggenggam tangan Jisung dengan erat. Berusaha menyakinkan diri bahwa Jisung masih ada di sini dan akan baik baik saja.

Sementara itu, Jihan yang duduk di kursi paling depan--samping Juyeon--tampak khawatir. Bolak balik tuh anak nengok ke belakang hanya untuk memastikan bahwa sang Kakak baik baik saja.

"Minho oppa, kakakku akan baik baik saja, kan? Dia gak akan pergi kemana mana?" tanya gadis Han itu dengan rasa cemas terdengar jelas dari nada bicaranya.

Yang ditanya cuma bisa mengangguk. Walaupun dalam hati ia meragukan hal tersebut.

Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi oleh kelimanya pun sampai di salah rumah sakit terdekat. Juyeon langsung menurunkan Minho--beserta Jisung digendongannya--, Jihan, dan Seungmin di depan pintu UGD.

"Jihan!" Juyeon memanggil Jihan sejenak. Ngebuat gadis cantik itu menoleh dengan tatapan bertanya.

"Gue markirin mobil dulu ya. Nanti kalau udah, gue bakalan nyusul," ucap pemuda Lee itu. Jihan hanya mengangguk sebagai jawabannya, dan kemudian berlari menyusul yang lainnya.

【⸙】

"Gimana?" Juyeon bertanya saat baru sampai di depan pintu UGD.

Minho yang tadinya sibuk gigitin kuku jarinya dengan tatapan kosong, jadi menoleh menatap sang Kakak. "Belum tahu, Yeon. Ini masih ditangani. Tapi dari tadi suster bolak balik nyari stok darah buat Jisung. Kayaknya lumayan parah."

Yang lebih tua lantas menghela napas pelan, lalu membawa si bungsu Lee itu ke dalam pelukan hangatnya. "Semua bakalan baik baik saja. Gue udah kenal Jisung dari lama, dan gue tahu, Jisung itu anak yang kuat dan gak gampang nyerah," hiburnya.

Untuk sesaat, Minho merasa nyaman dengan pelukan Juyeon. Tanpa sadar, tangannya bergerak untuk membalas pelukan tersebut.

Sama seperti Minho dan Juyeon, Seungmin dan Jihan pun juga sedang berpelukan sekarang ini.

Gadis Han itu tadinya menangis karena gak nyangka nasib sang Kakak akan menjadi seperti ini, dan tentunya Seungmin gak tinggal diam. Walaupun pemuda Kim itu gak tahu siapa Jihan dengan pasti, tapi insting keibuannya tergerak saat melihat gadis cantik itu menangis pilu sendirian.

Cklek

Semua atensi langsung beralih, menatap ke arah sosok lelaki dengan jas putih melekat di tubuhnya.

"Dengan keluarga pasien Han?" tanyanya sambil menatap bergantian empat remaja di hadapannya.

Serempak, keempatnya mengangguk sambil menatap sang dokter dengan tatapan berharap harap cemas.

"Untuk sekarang, pasien Han sudah baik baik saja. Walaupun lukanya tergolong cukup parah--terutama di bagian kepala dan perutnya--dan hampir membuatnya kehabisan darah, tapi kami berhasil menanganinya. Untung saja, kalian membawanya tepat waktu ke sini," jelas dokter tersebut, membuat semuanya bernapas lega.

"Boleh kami menjenguknya?" tanya Minho.

Dokter itu mengangguk. "Silahkan. Tapi jangan sampai menggangu waktu istirahat pasien," jawabnya sambil mempersilahkan keempat remaja itu untuk masuk ke dalam ruangan.

Minho adalah orang yang pertama tama memasuki ruangan tersebut, disusul oleh Jihan, Juyeon, dan terakhir Seungmin.

Pandangan Minho langsung terpaku pada sosok manis yang kini terbaring lemah di atas bangsal rumah sakit dengan perban di mana mana.

Sosok yang biasanya ceria dan banyak tingkah itu kini hanya bisa memejamkan mata dengan tenang di sana. Dan itu membuat Minho merasa amat bersalah. Andai saja dia lebih memperhatikan Jisung, tentu kejadiannya gak akan seperti ini.

Plak!

"Adow! Kenapa gue digeplak?!" gerutu Minho, hampir saja ngebentak Juyeon. Untung aja dia ingat kalau ini lagi di rumah sakit.

Yang lebih tua malah memasang wajah tanpa dosanya, lalu berucap, "Jangan mikir yang aneh aneh, lo tuh udah jagain Jisung dengan baik. Lebih baik dari gue malahan. Hanya saja takdir yang ngebuatnya jadi kayak gini. Jangan salahin diri sendiri, oke?"

Mendengar hiburan dari yang lebih tua, Minho jadi makin ngerasa bersalah. Bukan, bukan. Bukan hanya ngerasa bersalah terhadap Jisung, tapi juga terhadap Juyeon. Hubungan keluarga Lee dengan Juyeon renggang beberapa tahun yang lalu itu akibat dirinya yang salah informasi. Padahal kalau dilihat dari sisi manapun, Juyeon ini orang baik baik.

"Dah, jangan ngelamun terus. Samperin Jisung, gih." Suara Juyeon berhasil membuyarkan lamunan Minho, ngebuat si bungsu Lee itu mengangguk.

Minho berjalan mendekati Jisung. Sempat terpaku saat melihat kondisi tubuh si tupai itu.

Namun dengan cepat, pemuda Lee itu duduk di kursi yang disediakan dan menggenggam erat tangan Jisung yang terbebas dari infus.

"Ji.... Maafin hyung ya? Hyung gak jagain Jisung dengan baik waktu itu...," gumam Minho sambil mengecup pelan punggung tangan mungil itu.

Tiga remaja di belakangnya hanya bisa tersenyum melihat Minho yang begitu menyayangi Jisung layaknya sang adik--atau mungkin lebih dari itu."

《TBC》

(A/N):
Ketika para Stay udah bikin lebih dari 1001 teori tentang judul title track Stray Kids, eh... ternyata judulnya udah ada sejak awal dan gak ada yang nyadar... Emang kita ini badut sejak lahir.

Camelia [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang