➷ Chapter 23

1K 124 11
                                    

"Gimana Brian dan yang lainnya?" tanya Juyeon kepada Changbin dan Chan.

Btw, ketiganya lagi ngobrol di kantin rumah sakit. Mereka habis jenguk Jisung beberapa menit yang lalu, dan kemudian memutuskan untuk membicarakan perihal Brian dan antek anteknya di sini.

"Dah beres semuanya. Brian mati karena ditembak Minho, sedangkan anak buahnya banyak yang masuk rumah sakit karena luka parah," jawab Changbin dengan santainya, seolah yang dibicarakan bukan sesuatu yang patut dibanggakan.

Juyeon hampir aja keselek es batu. "Minho nembak Brian? Gila tuh anak...," komentarnya.

Chan malah terkekeh pelan mendengar komentar dari pemuda Lee itu. "Ya... Bisa dibilang tuh anak rada nekat. Tapi it's okay, gak ada yang mempermasalahkan," jawabnya.

Memang benar. Anggota detektif sekali pun gak ada yang mempermasalahkan tindakan Minho yang bisa dibilang terlalu nekat, malah kebanyakan dari mereka berterima kasih kepada Minho.

Juyeon cuma mengangguk sambil kembali menyedot es teh di tangannya.

"Tapi gue heran deh, kenapa bisa Brian ada di markas lo yang dulu? Padahal sebelum sebelumnya dia gak termasuk anggota," celetuk Chan secara tiba tiba.

Pemuda Seo yang duduk di sampingnya, langsung menoleh ke arah Chan. Lalu menghela napas sebelum menjelaskan fakta yang baru ia ketahui.

"Pas gue menjabat jadi Ketua Perkumpulan Mafia, Brian belum tergabung di sana. Tapi setelah gue memutuskan untuk mundur, pak tua bangka itu malah yang menggantikan posisi gue di sana." Si pendek itu menjelaskan panjang lebar.

Chan cuma ber-oh panjang. Sedangkan Juyeon, hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya. Bener bener gak habis pikir dengan pria yang merangkap sebagai ayah dari sang pacar.

【⸙】

"Makan, Minho... Lo belum makan dari kemaren," ujar Minhyuk dengan nada gemas.

Bagaimana tidak gemas? Sang adik--a.k.a Minho--susah disuruh makan. Padahal dari kemaren belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam perut Minho.

"Gak mau, hyung.... Masih kenyang!" tolak Minho sambil menggeleng gelengkan kepalanya ribut.

Yang lebih tua lantas berdecak gemas.

"Minho... Lo kayak gini gak akan merubah apa yang sudah terjadi. Dan lagipula, Jisung juga bakalan sedih kalau lo kayak gini," ucap Minhyuk.

Namun lagi lagi Minho menggeleng. Selera makannya akhir akhir ini raib entah kemana. Dan itu juga yang menjadi alasan kenapa dia malas untuk mengisi perutnya.

"Aish... Ya sudahlah. Terserah lo aja. Gue ke ruangan dokter Jung. Katanya ada yang mau disampein," pamitnya.

Belum sempat si sulung Lee itu keluar dari ruang rawat Jisung, sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya. Seolah gak membiarkan dirinya untuk pergi sejenak.

"Kenapa? Ada kabar buruk berhubungan dengan Jisung?" tanya si bungsu itu dengan raut wajah cemas. Bahkan otaknya gak bisa sekali pun diajak berpikir positif.

Minhyuk tersenyum teduh. "Gue pun gak tahu apa yang mau dibicarakan sama dokter Jung, tapi berdoa lah semoga bukan kabar buruk."

Setelah berucap seperti itu, yang lebih tua beranjak keluar dari ruang rawat Jisung. Meninggalkan sang adik yang diam dengan pikiran bercabang.

Tanpa pemuda Lee itu sadari, kedua manik kembar yang sedari kemaren ia tunggu tunggu untuk muncul, mulai bergerak pelan. Sepertinya semesta masih berpihak pada Minho.

Camelia [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang