Bab 34| Ada Afgar

124 11 0
                                    

Rasanya ingin sekali kirim pesan singkat ke kamu. Tapi sadar, yang kemarin saja belum dibalas

.
.
.
.
.
.
.

Happy Reading All

_________________________________________


Duh enaknya punya papa kaya, tidak usah kerja tinggal leha-leha. Beli apa juga bisa, pergi ke mana saja bisa. Bisa kaya tidak ya kita? Bisa, pasti bisa! Bisa stres!

Durhakanya seorang Amanda Yurcelia Ma'arif adalah ketika sewaktu kecil ia berhalusinasi menjadi anak titipan. Titipan dari konglomerat yang mempunyai niatan untuk mengajarkannya sebuah arti kemandirian, melatih sikap empati, rendah hati dan tidak sombong. Dengan drama setelah besar nanti orang tuanya yang merupakan seorang konglomerat itu kembali mengambil Manda pada papa Arif dan mama Adistynya, hingga berakhir hidup kaya-raya, dan menjalankan misi foya-foya.

Nak, maafkan kami ya. Waktu kamu bayi kami sengaja membawa kamu kesini untuk diadopsi, supaya kamu bisa belajar artinya kesederhanaan.

Apa lagi jika sudah jambak-jambakan dengan Afgar, demi apa pun saat itu Manda berharap ia dan Afgar dilahirkan dari rahim yang terpisah saja. Dulu jika Afgar merasa kesal pada Manda, maka dahi Manda akan menjadi sasaran empuk mobil Tamiya yang Afgar lempar.

"Dalam rangka apa nih pak bos nemuin Manda di sini?"

Tak ada angin tak ada hujan, tak ada petir tak ada badai, namun tiba-tiba Afgar datang berkunjung langsung ke Fakultasnya dengan menemui Manda tepat di depan kelas setelah jam kelas berakhir, edan tidak tuh? Tahulah reaksi Ane, Dinda bahkan mahasiswi yang lain bagaimana, mendapati kacang ijo yang tiba-tiba nyasar di kelas mereka membuat otak mereka nyaris oleng.

Berjalan tegak layaknya komando pasukan baris-berbaris, mata Afgar yang terpahat tajam selalu fokus ke depan, seharusnya laki-laki itu tidak perlu khawatir, peluru jenis apa pun tidak akan nyangsang di tempat seperti ini, "Nemuin adik A'a emangnya gak boleh?"

"Ya kan aneh aja gitu, secara Manda kuliah udah mau masuk semester empat, dan A'a baru kali ini nemuin Manda di kampus."

Afgar terkekeh renyah, "A'a minta maaf ya karena baru ada waktu. Kebetulan A'a selesai piket langsung ke sini. Kalau gak sekarang, harus kapan lagi bisa luangin waktu ketemu kamu coba?"

Manda menganggukan kepalanya, untung-untung Afgar masih sudi mengingatnya sebagai seorang adik, coba kalau tidak?

Tingkah Manda semakin menjadi-jadi. Ia menggandeng lengan Afgar tatkala mereka melewati segerombolan mahasiswi tingkat akhir yang tengah menunggu dosen untuk bimbingan. Tampilan mereka sangat biasa, tidak ada lagi kesan fashionable seperti awal mereka menjejakkan kaki di Universitas ini. Nasib mahasiswa tingkat akhir, jangankan memperhatikan outfit, bisa tidur dengan nyenyak saja sudah suatu keberuntungan yang tak biasa.

Lumayan, kasih tontonan geratis dulu untuk mereka yang sedang pusing-pusingnya.

"A Afgar, sebenarnya selesai kelas ini Manda ada janji sama pak Arkan, mau fitting baju gitu," Raut wajahnya lesu, disaat seperti ini ada saja yang mengganggu, mana sejak tadi ponselnya tidak berhenti berdering menandakan Arkan tidak sabaran karena sudah menunggu di parkiran.

Afgar anteng, bahkan mengabaikan banyak pasang mata yang terang-terangan menatap ke arahnya penuh semangat, "Maafin A'a ya, A'a tadi gak ngabarin dulu," Afgar mengelus puncak kepala Manda, sontak mengundang sorakan heboh dari dua mahasiswi yang sempat berpapasan dengan mereka, "Kalau A'a antar kamu ke butiknya, gimana?"

BlutenblattTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang