Bab 21| keapsesan yang hakiki

202 18 4
                                    

Jangan pernah mencari kesempatan dalam kesempitan. Karena haram hukumnya!

Happy reading all:)

_____________________________________

Kira-kira lepas tanggung jawab dari peran sebagai asdos, termasuk ke dalam tindak pindana tidak ya? Jika tidak, lebih baik Manda pamit undur diri saja dari tugasnya sebagai asisten Arkan di Fakultas. Lagi pula, uang bulanannya pun sudah di kirim sang papa masuk ke dalam rekening. Toh, gajinya selama dua bulan ke depan juga akan di stopkan oleh si Arkan sableng?

Menarik nafas seuprit, lantas menghembuskannya dengan sangat panjang. Manda merutuki dirinya sendiri. Jika sudah begini saja, lupa akan jasa yang telah di beri sang dosen. Lantas, apa kabar kemarin yang mingsek-mingsek lantaran uang bulanannya yang hampir menipis?

"Gue kasihan banget sama calon bininya pak Arkan. Dapetin laki yang perhitungannya minta ampun," Manda bersungut di tengah perjalanan, "Jangan aja tuh cewek ketemu gue sebelum Ijab qabul, bisa batal acara gara-gara gue bongkar kedok tuh dosen."

Lurus ke depan. Lima langkah, langsung sampai. Gadis itu menghentikan langkahnya di depan ruangan milik Mr. Lucifer, menilik daun pintu berwarna coklat dihadapannya dengan pandangan ngeri-ngeri. Bersiap masuk ke dalam kandang setan berwajah tampan, ternyata tidak semudah yang di bayangkan.

"Pak Arkan? Saya Amanda Manopo, temannya syifa Hadju, boleh saya masuk pak?" Seperti biasa, satu ketukan tak kunjung membuat pintu terbuka, "Pak, saya Manda nih, keponakannya Nia Ramadhani dari pihaknya om Ardie Bakrie pak," walaupun jengah, jemarinya tetap tergerak untuk mengetuk pintu, sekali pun sampai jebol tidak masalah.

Mendengus kesal, lantas memundurkan langkah lalu berbalik badan berniat undur diri. Namun, langkahnya itu tiba-tiba saja terhenti ketika secara sadar rungunya menangkap sebuah suara yang mengudara secara tak kasat mata.

"Kamu! Yang pakai baju kuning seperti sesuatu yang mengambang di sungai. Silahkan masuk, anak sultan sudah menunggu dari tadi!"

Clingak-clinguk ke sana kemari, namun tak satupun netranya menangkap sebangsa manusia yang melintas. Koridor tampak sepi, setiap pintu milik dosen lain tak ada satu pun yang memunculkan tanda-tanda adanya kehidupan di dalamnya.

"Yurcelia? Kamu dengar suara saya?"

Dengar sih dengar! Tapi ini siapa yang berbicara? Manda merinding bukan main, ketika ia mengingat julukan setan yang masih tersemat untuk dosennya itu, benar Arkan itu setan!

"Nih orang punya ilmu apaan dah! Senengnya bikin anak orang spot jantung aja, Arkan sableng! Cerocosnya mendumel sambil terus melayangkan pandangan ke sana kemari, berharap menemukan sebangsa manusia bukan alien yang melintas.

Manda melirik ke arah kaos tanpa jaket yang ia kenakan. Menepuk dahi spontan, baru menyadari jika si baju kuning yang di maksud tak lain adalah dirinya sendiri.

Dasar setan! Benda kuning yang mengambang di sungai, warnanya tidak secerah ini!

Menarik nafas sekilas guna menahan tanduk merah yang siap mencuat keluar, lantas Manda segera menekan knop pintu dengan perlahan, lalu menutupnya pula dengan cara demikian.

"Bagaimana Yurcel, menurut kamu dengan sensor suara yang saya pasang di luar ruangan?" Arkan setan tengah menyender santai pada singgasananya, menatap Manda dengan sedikit angkuh, "Apa suaranya kurang kencang ya? Sampai saya harus memanggil kamu sebayak dua kali?" Kedua alis tebal Arkan terangkat meminta jawaban.

BlutenblattTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang