Bab 15| Accident

229 18 1
                                    

Jika jari tersayat pisau, maka luka akan sembuh dalam waktu hitungan hari. Namun, jika lidah yang menyayat hati, luka tidak akan mudah untuk tersembuhkan.

Happy reading all:) don't forget to like, comment and subscribe:v

___________________________________________

Lengan kanan menenteng tas laptop milik Arkan, lengan kiri menenteng tote bag berwarna pink ngeblur andalannya, belum lagi dengan punggung mungilnya yang menggendong ransel pink yang di dalamnya berisikan bindder, botol tuperware, beberapa jurnal, seperangkat alat sholat---eh maksudnya alat tulis lengkap dengan mack book air sebagai alat untuk mengetik ini dan itu.

Manda mendengus kesal, Arkan memang tidak ada perasaan kemahasiswaannya sama sekali. Tubuh mungil Manda malah terlihat seperti bersiap tempur dengan segala perkakas elektronik, di bandingkan untuk mengasisteninya. Tapi walaupun begini-begini juga, Manda masih tetap dapat honor. Bahkan honor pertamanya baru saja masuk ke rekening gadis itu semalam, lumayan. Benar kata Arkan bisa di belikan es cincau sampai kembung.

"Anak-anak ku yang tersayang, ayo silahkan duduk anteng ya. Sebentar lagi pak dosen bakal mulai pelajarannya. Jangan ngugal! Jangan bar-bar kalau sudah masuk kelas!"

Sorakkan terdengar secara sahut menyahut tatkala melihat Manda yang tengah berjalan angkuh di belakang Arkan yang memasuki ruangan dan berlagak seperti seorang guru anak SD. Manda berjalan anggun bak berada di catwalk berkarpet merah.

Kalian tau ini ruangan angkatan siapa? Jelas ruangan ini di penuhi oleh mahasiswa angkatan Manda, jika bukan, manalah berani gadis itu bertingkah abnormal di depan khalayak umum. Arkan hanya diam, tak juga memperdulikan tingkah absurd dari asistennya tersebut. Bahkan hingga sampai di meja dan kursi yang tersedia untuknya pun, Arkan masih kalem-kalem saja.

"Eh, ibu Manda Yurcelia Mansyur Arif. Yang kemarin di usir keluar dari kelas itu ya?" Celetukkan Hanafi itu sontak kembali mengundang tawa makhluk seisi ruangan, termasuk Arkan yang diam-diam mesem-mesem di tempat.

Manda bersungut, "Kebalik bego!" Sudut mata tajam mengarah pada laki-laki Minang tersebut.

Teman tidak tau diri ya macam Hanafi, sudah jelas-jelas ia di depak keluar kelas juga gara gara bocah gendeng itu, malah bertingkah seolah i don't know and i don't care, syalan!

Manda meletakkan seluruh bawakannya di atas meja milik sang dosen tampan, lantas mengarahkan jari telunjuknya ke depan leher dengan gerakan seperti ingin menggorok kepala orang yang sengaja ia tunjukkan kepada Hanafi yang sontak kembali mengundang tawa mereka.

Arkan berdeham cukup keras. Suara serak-serak basah nan seksi aduhay cukup membuat mahasiswanya itu terdiam tiba-tiba, terkecuali dengan para mahasiswi kurang belaian yang menjerit kecil tak tahan akan pesona dari dosen mereka.

Setelah berkutat pada prangkat elektronik untuk menunjang kegiatan mengajar Arkan, Manda pun bergegas untuk kembali ke komunitasnya semula, mencari-cari bangku kosong yang tersedia. Entah harus berbahagia atau malah berkecil hati, karena nampaknya hanya bangku kosong yang terletak di sudut ruangan paling belakang dan paling pojok pulalah yang satu-satunya tersisa.

"Manda, kok Lo bisa sih jadi asistennya pak Arkan?"

Manda yang baru saja menempati posisinya itu di buat bingung tidak karuan. Seperti ada yang berbicara, tapi entah dimana gerangan. Jika itu suara setan, sangat tidak mungkin sekali, mengingat setannya saja anteng di depan layar monitor.

BlutenblattTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang