Tragedi Hujan

0 0 0
                                    

Dinding barat cakrawala mulai menenggelamkan mawar merah dari mentari yang menari nyiur melambai layu. Kemesraan senja seakan menyogok diri untuk melakukan apapun dari keindahannya. Membawa pikiran melambung tinggi dan membunuh persepsi dari kejadian dengan penuh emosi.
Malam ini gabut, rasanya aku malas melakukan apa apa. Olahraga ringan sudah kulakukan sebelum berbaring santai. Diluar sedang hujan dilengkapi petir serta kilat yang sedang menari riang mecari sasaran. Kasihan burung burung yang sering berkicau kala pagi, mereka kebasahan. Ada yang menderita juga ada yang senang. Pepohonan dan rerumputan menjadi riang ketika diterpa hujan. Persediaan air mereka menjadi tercukupi. Sul sedang sibuk sendiri dikamarnya. Ayah dan mamah sedang menonton televisi di ruang keluarga. Tapi langsung mereka matikan setelah mendengar suara petir yang dahsyat itu. itu sudah menjadi kebiasaan Ayah. Takut televisinya gosong.
Badanku rasanya remuk, setelah kena beberapa kali serangan bola dari tim lawan tadi, lebih sering dari Hilman, sepertinya ia jengkel padaku, karena aku yang menjadi pemandu di  timku. Apa salahnya coba, untuk menang kan harus punya strategi jitu. Badanku yang memerah di bagian tertentu membuatku harus mengompresnya, dibantu Tante Diah, saudari Ibuku yang kebetulan malam ini sedang menginap dirumah.
“Duh nakk...  Masa’ anak gadis badannya merah – merah begini (sembari mengusap bagian tubuhku yang memerah), kayak pemain tinju saja kau ini habis bertanding tinju dan menumbangkan lawanmu”  dekik tante Diah yang mungkin sudah capek memijatku.
“Ini lebih parah dari tinju tante, ini pekerjaan borongan, heheh“
“Wah, kamu kerja? Ta’ bilangin Ani kau ini yah, biar dia marah” Ancam Tante Diah
“Bukan.. bukan... tante, aku hanya main volly tadi disekolah, tim volly kan ada enam orang, jadi kalau lebih dari satu orang biasanya kan disebut borongan. Hihi.”
“Owh gitu toh, kirain pekerjaan borongan macam kuli angkut begitu.” Ujar tante Diah diikuti gelak tawaku.
Sembari masih melanjutkan pijikannya, tante Diah yang sudah kuanggap sebagai ibuku ini tiba tiba menceramahiku “Gini toh ndo’ kamu ini pasti cantik kalau pakai kerudung besar. Mukamu bulat nan jelita, alis tebal melengkapi bulu mata yang lentik, hidung bangir, serta tahi lalat yang ada dibawah bibir kirimu.  Pasti banyak ustad yang bakal naksir.” Ucap tante Diah sembari mengelus elus pipiku.  Aku mangut mangut saja, tapi sebenarnya aku malu dibilang cantik sama tante Diah.
“Yah.. Triani kan suka olahraga tante. Jadi kalau pakai kerudung besar kayaknya tidak dulu deh.” Ucapku menolak kuikuti senyum simpul.
Tante Diah mengerutkan kening sembari berfikir jurus apa lagi  untuk melawanku “olahraga sambil menutup aurat kan lebih cantik dan keren”
“Tapi tante, Triani mau nanya. Kalau menurut tante, bagaimana kalau ada wanita berhijab tapi kelaukannya tidak baik. Dan ada wanita yang tidak berhijab tapi dia baik?”
Sambil tersenyum tante Diah bilang “Berhijab bukan masalah baik atau tidak baik. Berhijab adalah perintah menurutp aurat, langsung dari Allah. Sebuah kewajiban yang tidak bisa disangkal. Jadi kalau ada perempuan berhijab yang kelakuannya tidak baik, jangan salahkan hijabnya. Nah, sekarang begini, kalau ada wanita yang selalu shalat lima waktu, puasa, zakat dan mengerjakan amal ibadah lainnya, tapi ia tidak berhijab kan aneh. Kalau dia wanita baik, sudah pasti dia mau mengikuti perintah Allah SWT untuk menutup auratnya. Bukan begitu ?” Jawab tante Diah sembari tersenyum.
“Lagian, sekarang tuh yah, banyak orang yang hanya bisa menilai orang lain baik atau buruk, tanpa melihat balik sikap dari dirinya. Jangan sampai kita termasuk orang yang bisanya cuma membandingkan orang lain tanpa bercermin dulu apakah yang kita sendiri, yang menilai ini, sudah baik atau tidak.” Tambahnya.
“Semut diseberang lautan kelihatan, Gajah di pelupuk  mata tak nampak. Maksud tante itu kan? Heheh.”
“Kamu jago juga berpantun neng”. Rayu tante Diah sembari memegang daguku.
“Iya dong tante, semoga Tria bisa jadi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang”
“Iya, gitu dong bagus, sudah ada niat. Liat tuh sepupu kamu Novianti sekarang dia pakai kerudung besar. Alhamdulillah yah neng, tante senang sekali, anak gadis tante bakal bawa tante ke surga kelak”
“Amin... Semoga diberi kemudahan yah tante.”
“Iya, anak tante pakai kerudung besar, tapi dia tidak ketinggalan di bidang akademik, seni serta kemampuan lain juga. Sekarang saja dia dapat beasiswa ke Yogyakarta sana, UGM kampus tempat belajar presiden kita dulu. Di waktu luangnya, katanya dia manfaatkan untuk mengajar les privat anak dosen dan anak anak disekitar tempat tinggalnya, membina adik adik tingkatnya dalam peningkatan ketakwaan kepada Allah SWT, dan juga sering ikut dalam aksi kemanusiaan yang diadakan kampusnya.  Dia juga jago bernasyid, suaranya merdu, apalagi sholawatan dan ngaji, sudah tidak diperhitungkan lagi deh” cerita tante dia dengan mata berkaca kaca.
“Kak Novi hebat sekali yah tante, rasanya Tria pengen kayak kak Novi”
“Makanya kamu harus tekun belajar, persiapkan dirimu biar bisa masuk universitas impian dan jadi apa yang kamu impikan”
Petuah tante Diah sangat menyayatku malam ini, mulai tentang hijab, juga bercerita banyak tentang sepak terjang kak Novi dikampusnya, Dia adalah sosok yang begitu sempurna yang bisa menularkan getaran positif. Dengan kebaikan kebaikan yang diajarkan tante Diah dan dari didikan lingkungannya dia bisa menarik hati para malaikat untuk jaruh cinta kepadanya. Sikapnya yang sopan santun dan ramah, pasti membuat orang orang yang ia tolong merasa bahagia telah dipertemukan dengan sosok sebaik kak Novi. Adik adik kajiannya pun begitu, akan merasa senang mendapat ilmu dari kakak yang cantik dan berwajah teduh bagai awan di fajar yang mencipta embun.
***
Grrrg...Grrrg...Grrg...
“Arrahmaan..... Allamal qur’aaan....... Khalakal insan..... “ Tiba tiba nada dering handphone yang diletakan diatas meja  berpekik. Itu handphone tante Diah, segera dia angkat.
“Assalamu alaikum. Haloo”
“Waalaikum salam, haloo, ibu dengan ibunya Novianti yang kuliah di UGM?” Suara tegang seorang bapak disebrang sana menyapa.
“Iya, ada apa yah pak?”  Kening tante Diah mulai berkerut, aku tidak tau siapa yang sedang menelpon, tapi kuperhatikan dari ekspresi wajah tante Diah yang seketika itu berubah menjadi tegang.
“Be...Be...Begini bu’ ... Anak ibu si Novi, tadi siang kecelakaan” Dengan berat hati, si bapak yang menelpon itu mengabari. Kini wajah tante Diah berubah seratus delapanpuluh derajat dari sebelumnya. Sepertinya ini cukup serius.
“Astagfirulloh hal adzim... Maaf, Novi Siapa yang bapak maksud?” Sambil menutup mulutnya, mata tante sudah berkaca kaca. Mungkin hatinya sudah pilu.
“Novianti Azzahra Hamid yang dari Makassar bu’. Jelas bapak itu dengan suara yang disantunkan agar tidak menambah kesedihan pada tante Diah.
Tante Diah sudah tidak bisa berkata apa apa lagi. Novi yang dimaksud benar adalah Novi anaknya. Suara tangis yang dibendung tiba tiba pecah dari tante Diah. Selang beberapa detik, Suara hening dari seberang percakapan, membiarkan tante Diah menangis. Setelah sedikit reda, bapak itu kembali bercerita.
“Ibu Mohon tabah yah, anak ibu telah kembali kepada yang maha kuasa, kembali kepada pemilik dia seutuhnya bu’ Allah SWT. “ Tambah bapak tersebut berusaha menenangkan.
Tante Diah sudah tak sanggup berbicara lagi, ia menutup mulutnya dan menjerit sejadi jadinya mengenang anaknya yang ia ceritakan padaku beberapa detik yang lalu. kini telah tiada di dunia ini. Tak terbayangkan sedihnya Tante Diah, kabar ini sungguh mendadak. Tak mengenal kondisi dan situasi seperti apa. Ajal yang kejam atau kami yang hanya belum siap menerimanya. Tidak tahu kapan akan menjemput dan hanya kesiapan untuk menyambutnya kapanpun dan dimanapun kita berada yang mampu diusahakan.
Segera kupanggil ayah dan Ibu, alangkah kagetnya mereka menyaksikan tante Diah meraung raung dikamarku, seolah tak terima dengan apa yang dilakukan dunia kepada anaknya. Ia histeris dan tak berdaya untuk melakukan apapun. Hanya menangis yang ia lakukan saat ini. Tak mampu lebih.
Aku dan ibu juga menangis. Berusaha memeluk tante Diah yang tubuhnya lemas dan roboh dikasurku.
Ayah mencoba menghubungi sanak saudara yang ada di pulau Jawa, untuk memastikan apakah betul apa yang dikatakan oleh pihak Universitas Gajah Mada tadi ke tante Diah?.
Om Narto, dia tinggal di Yogyakarta kebetulan rumahnya tidak begitu jauh dari UGM. Ayah, memintanya untuk ke kampus UGM mengecek apakah betul ada mahasiswa yang kecelakaan?.
Setelah mendengar beberapa pernyataan dari ayahku, bermodalkan nomor telephone dosen yang menelpon tadi om Narto langsung bergegas memastikan apakah benar kabar itu. Setibanya dikampus UGM, beberapa dosen dan ribuan Mahasiswa terlihat telah berjejer di halaman kampus dengan penerangan lilin yang begitu banyak. Om Narto heran dan memastikan ke salah seorang dosen yang ada ditempat itu. Om narto juga diberi nomor telpon dosen yang menelpon tante Diah tadi.
Setelah bertemu dosen yang menelpon tadi, om Narto langsung menanyakan.“Apakah Betul kabar kecelakaan yang kudengar itu pak ?” Tanya om Narto tergesa.
“Ia betul pak. Bapak kerabatnya siapa? Tanya dosen tadi mengangkat tangan setinggi dada yang telapaknya menghadap kedepan berusaha menenangkan.
“Saya pamannya Novi pak. Novianti Azzahra Hamid”  Om narto berusaha Tegar tapi sedikit histeris.
“ Sa.. Sabar pak, kami semua disini sedang menunggunya, mereka sedang diantar kemari” ucap dosen itu, sedang dosen yang lain berjejer disampingnya menunggu kedatangan korban.   Mereka semua diliputi kesedihan, kacamata mereka berembun sesekali menyeka air mata yang keluar.
Sembari menunggu korban tiba. Dosen tersebut mememperhatikan foto semua korban kecelakaan tadi. om narto terperanjat melihat foto Novi yang benar benar ada dalam daftar korban.
Lututnya terasa kaku, dari posisi berdiri, kini lututnya telah merapat kelantai Menangis dan menyesali atas kepergian kemanakan yang baru beberapa hari lalu mengunjunginya. “Kenapa harus Novi ya Allah” Om Narto menangis sejadi jadinya dan kembali mengabari kami setelah suasana hatinya berhasil ia tenangkan. Dengan suara yang agak parau, om Narto mengabari ayah.
“Assalamu alaikum Mustafa. Kalian harap tabah...  Korban kecelakaan itu adalah benar Novi keponakan kita”
Wajah layu dan pilas ayah menyimpan kesedihan yang dalam. Dengan berat hati ia kembali mengabari om Hamid yang sedang tugas diluar kota. 
Tak terbayangkan bagaimana reaksi om Hamid mendengar kabar yang begitu dadakan ini. “Aku harus kesana. Aku harus memastikan bahwa itu benar Novi anak saya”
Terdengar suara tidak percaya dan tidak terima dari om Hamid. Meskipun ayah sudah menjelaskan bahwa om Narto sudah ada disana. Ia tetap ingin berangkat memastikan. Malam itu juga dia mencari penerbangan kesana. Hujan membersamai suasana berkabung kami sekeluarga malam itu. Malam dimana Novianti meninggalkan kami sekeluarga dan tak kembali lagi.
Selang beberapa menit setelah om Narto mengabari, tiba mobil ambulance dengan suara yang meraung memekakan telinga merapat. Di dalam mobil itu, terbaring tak bernyawa para korban yang sudah dibersihkan oleh pihak rumah sakit. Segera korban yang berada didalam peti diangkat dan dilakukan upacara serta doa bersama. Setelah upacara tersebut, jenazah kembali dimasukan kedalam mobil ambulance untuk dikebumikan di daerah asal masing masing. Pihak kampus akan menganggung semua biaya pengiriman jenazah sampai ke daerah asal mereka masing masing.
Rombongan yang kecelakaan adalah mahasiswa dari fakultas kedokteran yang tergabung dalam aksi relawan muda. Selain baik hati, kak Novi juga punya jiwa sosial yang tinggi. Tante Diah sering menceritakannya padaku. Katanya kak Novi dan teman temannya juga sering terjun langsung ke distrik distrik yang terkena bencana, membantu menangani masalah kesehatan warga disana. 
Kebetulan hari itu  mereka sedang mengadakan pengobatan gratis untuk warga di daerah pedalaman di Bandung, Rombongan dari UGM berangkat pukul 17.00 wib dan tiba pukul 03.00 dinihari dengan jarak sekitar 400 km ke Bandung. Setelah semua kegiatan terecana yang dilakukan berjalan lancar. Dengan kepuasan batin dan perasaan bahagia karena menjalankan profesi  mereka dengan iklas, mereka kembali ke Yogyakarta keesokan harinya. Mengendarai bus dengan kecepatan sedang, Tapi naas saat dijalan Daendels tepatnya di pantai selatan, bBus berpapasan dengan bus lain dengan kecepatan tinggi yang ugal ugalan. Tak bisa dihindari tabrakan pun terjadi.
“Bukkkkk !!” semua penumpang berteriak panik.
Allahu akbar...Allahu Akbar... Teriakan histeris dari para mahasiswa didalam bus pecah. Keadaan semakin memburuk kareana, sesaat kemudian bus terpelanting. Terbalik, menabrak pembatas jalan dan menewaskan beberapa penumpang, termasuk supirnya. Kaca yang pecah, barang barang yang berhamburan saling bertabrakan dengan korban. Kak Novi yang berusaha sekuat tenaga menahan perihnya terhempas bersusah payah untuk bangkit namun sudah tidak kuat lagi. Jangankan menolong orang lain, mengatur napas sendiripun sudah tidak bisa lagi. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di bus itu dengan sangat singkat, dipandu oleh seniornya yang masih selamat. Proses sakaratul maut yang sangat singkat tanpa harus menanggung perihnya menjadi pesakitan berhari hari berbulan bulan bertahun tahun dirumah sakit. Bagi muslimah yang taat seperti ka’ Novi, ia tahu bahwa kematian senantiasa mengikuti, menurut info dari seniornya saat perjalanan, tak berhenti ia beristigfar memohon ampunan dan perlindungan pada Allah SWT. Sampai meninggalpun tasbih yang selalu digunakannya berzikir, tak lepas dari genggamannya. Semoga para korban khusnul Khotimah. Adapun yang masih selamat itu semua karena  pertolongan Allah SWT.
Masih dengan keadaan tidak percaya. Perlahan pelukanku merambat di tubuh tante Diah yang sudah tak kuasa menahan kesedihan. Berusaha menenangkannya meskipun ini tidak mudah. Berkali kali mamah mengucapkan bahwa itu adalah takdir, meskipun logika tante Diah masih tak bisa menerimanya dan jujur kuakui, ini sangat menyiksa batinnya. Tapi dengan wejangan dari ayah yang sedikit menyadarkan tante Diah 
“Tidak baik terlalu menolak keadaan. karena ada jin yang ditugaskan untuk membuat manusia semakin larut dalam kesedihan akibat kematian orang yang dicintai. Dan itu membuat kita hilang kendali, lupa beristigfar dan lupa bahwa ada zat yang sudah mengatur semua ini. Terima saja ini sebagai qadarullah, takdir dari Allah. Semua kelahiran dan kematian sudah ia tetapkan, kita hanya bisa berserah pada-Nya.”
Hujan yang berangsur pulih membawa bau basah, meninggalkan genangan berliter liter air yang tumpah kejalan. Suara jangkrik yang serak menambah kegelisahan suasana berkabung malam ini.

Menepis RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang