Hilman

0 0 0
                                    

Siul burung burung pagi meyemai semangat hari ini. Bunga mekar meriah, mengemban tugas menyambut sergapan lebah yang bersiap untuk menyantap sari yang dihasilkannya. Aku kembali kesekolah dengan segala lelah dari kegiatan semalam, tapi bahagia yang kurasakan.
Berangkat dari rumah tante Diah mengendarai angkot antar desa yang diisi oleh siswa siswi SMP dan ibu ibu yang hendak kepasar. Aku duduk paling belakang, tempat favoriteku ketika mengendarai angkot. Siswi siswi SMP ini sangat ribut. Mereka bergilir saling mengejek saat membicarakan idola mereka di sekolahnya. Ini membuat pikiranku menjadi runyam. Ditambah gosip ibu ibu yang membuat suasana angkot semakin gaduh.
Diperempatan jalan, melintasi kantor polisi, dari arah belakang terlihat seorang anak lelaki yang mengendarai motor ninja merah. Hilman!. Laki laki itu lagi. ia berkendara pelan, mendahului mobil avansa hitam. Angkot ini melaju lambat, kuharap Hilman tak melihatku yang memperhatikanya dari dalam angkot ini.
Disaat dia mulai mendekati angkot yang kutumpangi tiba tiba saja terdengar suara gaduh didepan, ada orang yang ribut. Aku penasaran, hendak memastikan kejadian apa itu?  “Permisi .. Permisii..” Aku turun dari angkot. Haduh.. Ternyata seorang pemuda sedang memaki tukang ojek yang menabrak bumper belakang mobilnya.
Ia bicara seolah tidak sedang bicara dengan manusia dan melontarkan kata kata kurang sedap kepada lelaki paruh baya itu. Sambil mengepalkan tangannya ia mengancam. Astagfirullah hal Adzim.
“Pokoknya saya minta ganti rugi. Kalau tidak kutuntut kau masuk penjara” Lelaki sombong itu berkata dengan wajah yang berusaha ia sangarkan.
Banyak orang yang turut memperhatikan pertiikaian mereka. Mobil yang dikendarai  pemuda tersebut tidak diparkir terlebih dahulu. Mengambil porsi ke badan jalan. Menghalangi pengedara lain untuk lewat. Tak lama, ditengah pertengkaran mereka ada beberapa orang yang berseragam polisi mendekati, mungkin saja ingin melerai.
Menurutku polisi akan menyelesaikan masalah mereka. Tidak etis rasanya jika hanya bumper mobil yang tidak begitu parah rusaknya, sampai sampai ia memaki orang yang lebih tua dari dia sampai segitunya. Tidak sopan sekali pemuda itu, apa dia tahu cara menghormati orang lain? Gumamku dalam hati.
Disaat berjalan ke angkot. aku ditahan oleh seorang lelaki yang mengendarai motor ninja merah itu. Jalan yang sudah agak lengang membuat lalu lintas menjadi aman kembali.
“Hei Triani Nur Rahmah, mau kemana? Ayo bareng ke sekolah” Tawarnya tiba tiba.
“Ah.. Minggir. Tuh angkotku sudah nunggu” kucoba menghindar darinya dan melirik ke arah angkot yang kutumpangi tadi. Tapi naas, Angkot itu sudah melaju lebih cepat karena mobil pemuda tadi telah dipindahkan ke bahu jalan.  Supir angkot juga tidak menyadari kalau penumpangnya kurang satu. Siswa siswi SMP dan ibu ibu tadi juga tidak mengingatku. Ya ampun..
“Duh apes... ini semua gara gara kamu.” Kutunjuk Hilman, galak.
“Kamu harus tanggung jawab mencarikanku angkot lagi”
Tanpa rasa bersalah dia hanya berkata “Ngapain cari angkot. Nih jok belakangku masih kosong. Kamu bisa duduk disini. Kita barengan aja. Kan satu arah satu tujuan” tawarnya penuh rayuan. Astagaa..
Waktu telah menunjukkan pukul 07.20 sedangkan aku harus tiba disekolah pukul 07.30. Waduh sepuluh menit lagi. seandainya saja jarak kesekolah sudah dekat, aku akan berlari. Gimana nih? Tanyaku pada diri sendiri.
Kuperhatikan, sudah tidak ada angkot lagi dibelakang. Ojek juga tidak ada lagi disekitaran. Sungguh sial pagiku. Kembali ia berkata dengan bujuk rayu “Ayo sini naik. Kalau gak mau naik, aku tinggal nih”
Aku masih berharap ada angkot atau ojek. Jika beberapa menit memang tidak ada lagi, maka terpaksa aku ikut ke Hilman yang menyebalkan ini.
Beberapa menit menunggu. Nihil, hanya kendaraan pribadi saja yang lewat. Terpaksa, dengan segala rasa malasku, aku harus ikut dengannya. Saat kulangkahkan kaki mendekati motor Hilman. Untung saja tiba tiba ada tukang ojek yang berjalan pelan karena sedikit macet. Kubatalkan pilihanku untuk menumpangi motor Hilman, dan memilih ojek itu.
Disela perjalanan aku masih mengeluh. “Ya Allah.. kenapa laki laki itu lagi sih yang menggangguku. Rasanya ingin kuhajar dia karena berani menghalang halangiku ke angkot tadi.” Tapi kenapa kekuatanku untuk menghajarnya kendor. Orang ini  sungguh mengganggu pikiranku. Juga membuat diriku terlihat lemah. Apalagi dengan pertanyaannya kemarin yang membuatku kalut.
***
Melintasi jalan berpolusi. Yang sengaja diciptakan oleh para pengendara, Akhirnya sampai juga disekolahku yang rindang, meskipun mereka yang dari sekolah lain bilang pendidikan disekolahku payah. Aku tetap menyukainya. Mereka menilai tanpa merasakan langsung belajar disini.
Setibanya didepan gerbang, setelah kuberi imbalan, ojek tadi berangkat dengan semangat. Sesegera mungkin kuberlari kekelas. karena waktu yang tersisa satu menit lagi. Jam pelajaran PKN akan segera dimulai. Dan, yang mengajar adalah guru killer disekolah ini.
Kutepok jidatku. Aku baru ingat semalam mama bilang ada kado berukuran besar yang dikirim kerumah. Dugaannku hanya tertuju kepada Hilman. Disela - selah nafas yang masih ngos – ngosan berlari kekelas. Ada keinginan untuk kembali keparkiran, menanyakan hal ini padanya. Tapi ahh, sudah telat.  Akan kusiasati waktu untuk menanyakan ini padanya.
Aku sudah terlambat. Untung saja hukuman yang diberi guru  itu tidak terlalu berat. Hanya jalan jongkok dari pintu kelas menuju mejaku. Sial.  Amel, Sultan dan Lutfi cekikikan melihatku. Tega sekali mereka.
Meskipun ditertawakan seperti itu, aku tidak merasa dendam pada mereka. Kuanggap itu sebagai pelajaran untuk tidak telambat lagi. Toh siang ini mereka mentraktirku bebas makan apa saja dikantin sekolah. Sebagai hadiah ulang tahun katanya! Wah, baik sekali. Akan kusantap semua yang enak enak. Saat jam pelajaran usai, aku segera pulang.
Hariku saat ini dipenuhi oleh mereka orang orang baik, mereka silih berganti memberi kebaikan padaku. Tidak sia sia doaku disetiap awal tahun baru islam, tuhan memberi jawaban atas segala harapku untuk dipertemukan dengan dengan orang baik tahun ini. Jika lelah mencari dan menemukan. Maka aku akan menjadi.
***
Setibanya dirumah segera kulangkahkan kaki ke kamar mamah karena saat itu sedang tidak ada diruang keluarga. Biasanya kalau menjelang waktu azhar begini ia menghabiskan waktu dikamarnya. Mengaji.
Benar dugaanku. Langsung kutanyakan mengenai kado yang dikirim kerumah semalam. Mamah menyimpannya dikamarku dalam lemari kamarku rupanya. Mamah adalah teman yang baik. Menghargai privasi anaknya, dan ia tidak membuka kado itu. Setelah kubuka, isinya tidak begitu menarik. Sebuah novel dan buku diary. “Dia memberiku novel dan diary ini untuk membuatku seperti anak perempuan pada umumnya ? malas sekali rasanya. Apa dia sudah lupa yah, kalau aku lebih suka sama bola volly dibanding novel ? Ini lagi, buku diary, masa’ iya aku harus nulis semua kejadian yang kualami hari ini. Gak penting banget.  Toh juga  sekarang teman temanku sudah pakai facebook untuk menuliskan moment menyenangkan yang mereka alami. Meskipun aku tidak terlalu suka menggunakannya, tapi kuakui ini salah satu bentuk canggih dan modern dari diary.
Kucoba mencari amplop atau sejenisnya. Nihil, tidak ada tulisan siapa yang mengirimya. Paling kalau bisa menebak. Itu dari Hilman. Dia tidak ada kapok kapoknya yah.

Menepis RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang