Berontak Anis

1 0 0
                                    

Burung beo dalam sangkar dipekarangan rumah tante Diah cerewet sekali. Mulai dari berhitung dan bernyanyi ia jabani. Senang menghabiskan waktu menunggu jam berangkat kesekolah disini. Hari ini aku berangkat sekolah dari rumah tante Diah. menggunakan angkutan umum yang setiap hari membawa orang orang ke tujuannya masing masing. Tak begitu lama, ketika angkot yang kutumpangi melintas di jalan poros, tiba - tiba saja ada motor yang menyalip. Sambil menambah gas motornya untuk mengalihkan perhatian seisi angkot.  Ia berhasil. Seketika itu perhatian kami beralih ke arah motor ninja merah yang dipakai oleh seorang yang berseragam sama denganku. Dengan suara keras dari knalpot motornya yang meliuk liuk ditelinga membuat penumpang angkot berbisik ramai mencela pengguna motor tersebut. rasanya ingin kupukul orang itu. Kurang ajar sekali!. Mungkin tidak diajari sopan santun.
Ketika motornya berada didepan angkot yang kutumpangi, tiba tiba saja ia mengeluarkan asap putih tebal. Tentu saja itu mengganggu penglihatan pak supir.  Supir angkotnya ngomel bukan main, anak dari sekolah mana yang kurang ajar begitu. Penumpang lain turut berkomentar “Pendidikannya payah”.
Bisik bisik dari penumpang angkot yang dari sekolah lain mulai terdengar. Ibu ibu pun demikian. Mereka menyebut nama sekolahku. Ya ampunnn. Bikin malu sekali. Sebentar, jika kutemukan akan kulabrak dia.
Setibanya digerbang sekolah, aku tidak langsung kekelas, aku sengaja mengecek parkiran memastikan apakah betul ada motor ninja berwarna merah di sana. Cek per cek, ternyata memang betul ada. Kutanya pak Herman, satpam yang sedang menjaga parkiran. Berhasil kuhimpun informasi, kata pak satpam itu adalah motor Hilman anak, kelas XII TKJ A.
“Owhh, anak kelas dua belas, pantas saja dia sombong begitu. Tapi tidak akan kubiarkan dia mengulanginya lagi.” Ucapku sengaja memperdengarkannya kepada pak satpam.
Berjalan menuju kelas yang disebutkan oleh pak Herman tadi, aku mencoba mencari dimana Hilman berada. Aku sudah tahu orangnya, karena sempat mencari masalah dengan kelasku saat pertandingan volly saat porseni. Masih kuingat tatapan sinisnya saat dia tidak rela menerima dikalahkan oleh anak kelas sebelas. Selain itu, dia cukup populer dan sering menjadi buah bibir para gadis pesolek di kelasku. Sebenarnya malas sekali rasanya berurusan dengannya.
“Mana Hilman?” kutanya sama cowok berkacamata yang ada didepan kelasnya.
“Tuh dia ada dikantin” sambil menunjuk kantin yang ada disamping kelasnya.
Angin berhembus membuat jilbabku melambai membersamai langkahku menuju  kantin. Setelah masuk, kulihat beberapa orang berbisik dan memperhatikanku, tapi yang kucari hanya pemilik ninja merah itu.
“Kamu Hilman yah?” Kutunjuk lelaki tinggi, berjakung dan berkumis tipis yang sedang makan itu.
“Iya saya. Ada apa yah?” Tanya Hilman keheranan, karena aku bertanya seolah ingin menerkam.
“Kamu jangan sok yah, jangan mentang - mentang karena kamu naik motor ninja, kamu jadi seenaknya ke pengendara lain. Kamu tadi hampir membuat kami celaka dengan asap knalpotmu itu. Kalau punya motor tuh dikontrol asapnya, jangan dibuang sembarang. Kalau perlu ditelan saja daripada mengganggu orang lain” celotehku sambil melotot.
Ia balik menatap tajam, sekarang tatapanku beradu dengannya yang juga sudah emosi dengan kata kataku barusan “Itu motor saya. Kamu tidak berhak mengatur, atau memperingatkanku seperti itu” Ujar Hilman sambil menunjukku.
Kualihkan pandangan dan mendengus, mencoba mengendalikan emosi yang kian memuncak.
“Asal kau tahu yah. Tingkahmu tadi mempermalukan sekolah kita, seisi angkot bilang kalau pendidikan di sekolah kita payah, itu semua gara gara ulahmu yang sok jagoan itu. Awas kalau kamu sampai mengulanginya lagi !” Kuikuti pukulan ke meja yang ada dikantin itu. sekarang semua mata tertuju padaku.
Saat ini Hilman terlihat lebih santai dari sebelumnya. Entah apa yang ia pikirkan, tapi ia menatapku dari ujung kaki hingga kepala berulang kali. Aku sempat ragu, apa aku tidak tampak menyeramkan baginya ?. Tapi ah.. sudahlah yang penting sudah kunyatakan apa yang dikeluhkan seisi angkot tadi.
“Benar benar, tidak ada rasa bersalahnya kamu ini. Heran !.”
Ia tetap saja tidak menghiraukan ocehanku, ia duduk dan melanjutkan makan dengan teman temannya. Semakin membuatku kesal. Kuputuskan untuk berhenti mengomelinya. Percuma saja, yang penting sudah kuperingatkan. Saat aku hendak pergi, tiba tiba ia bicara.
“Kamu pasti anak tukang angkot tadi kan?” Ucapnya mengejek.
“Arghh. Sembarangan kau ini”
“Marah - marah sampai segitunya kaya anak tukang angkot, santai aja kali” Komentarnya tidak banyak, tapi kembali memancing emosiku. Untung berhasil kukontrol, karena bel segera berbunyi. Nana Rima yang entah sejak kapan mereka berada dibelakangku turut menenangkan dan mengajakku kembali kekelas.
“Awas yah” Pesanku pada Hilman.
Tak dia hiraukan. Kulangkahkan kakiku mengikuti Nana dan Rima meninggalkan mereka yang didalam kantin yang sejak tadi memperhatikanku. Kudengar setelah aku berbalik ada yang berkata aku galak, aku anak tukang angkot lah, tapi ada juga yang bilang  “galak tapi cantik”
Ungkapan yang barusan membuat perasaanku mengangkasa, setelah kuberbalik tiba tiba perasaan yang tadinya mengangkasa kembali terhempas kebumi. Lebih parah. Apa – apaan, si culun Rudi yang bilang. Preman kelas menengah yang membuat  orang orang kehilangan selera makan ketika berurusan dengannya.
***
Sesampainya dikelas, kulihat bekas kegaduhan yang mengobrak abrik seisi kelas. Suasana yang masih tegang dan Cahya yang menutup wajahnya sambil menangis membuatku bertanya tanya ada apa gerangan, hewan buas apa yang telah lepas dari sarangnya dan masuk ke sarang singa dan merusak rumahnya.
Suara sesegukan dari Cahya terpecah ketika ada salah seorang dari tukang onar tadi melemparkan tikus mati ke dalam kelas, sungguh kurang ajar. “Woyyyy” . Kukejar dengan sekuat tenaga gadis yang melempar tikus mati tadi. Di tepi kelas XII tata boga kuberhasil menariknya lengannya.
“Maksud kamu apa haaa?!!!. Bangkai itu, kenapa kau buang ke dalam kelasku?
Anis datang menyeringai. “Hei... Lepaskan teman saya, kau tidak berhak ikut campur dalam urusan ini”.
“Tidak berhak? Maksud kamu tidak berhak apa? Haa!! Ngaca dong, siapa yang duluan kurang ajar dan masuk ke kelas orang, mengobrak abrik dan membuang bangkai sembarangan” 
“Kamu yang kurang ajar” Balasnya menyeringai. Aku semakin naik pitam setelah mendengarnya mendengus, seolah dia yang punya sekolah ini.
Amel dan Sultan datang menyusulku sambil Sedikit berbisik “Tria, dia itu anak kepala sekolah, tidak usah macam macam deh sama dia”.
“Denger tuh, kata teman temanmu, tidak usah mencari urusan sama saya, kalau tetap ngotot. Hidup kamu tidak tenang (sambil menggoyangkan tangan ke leher, ala hendak memotong leher seseorang).
Aku terlanjur naik pitam, emosiku melambung tinggi “Heii, kalau marah sama orang, jangan main buka kerudung orang dong. Jangan seenaknya gitu, dasar lemah” Teriakku padanya dengan suara lantang.
“Berani benar yah kau ini” Setalah mengucapkan itu,  Ia beringas menyerangku, Amel dan sultan setelah kuberi kode menyingkir dari pertarungan kami berdua.
“Anis mulai menyerang dengan memukul kepalaku. Itu membuatku pening. Setelah berhasil menghindar pada pukulannya yang kedua ia kembali berhasil mengenai bagian perutku. Aku balik menyerang, mencari kelemahan darinya. Kaki. Itu dia. Sejak tadi dia hanya menggunakan tangan. Tapi, karena ia jago menghindar, hal itu  percuma saja.
Sekarang masih giliranku untuk memukul, aku berhasil menonjok dibagian punggungnya. Ia terlempar ketembok. Dua temannya maju, mencoba memberi tendangan bersamaaan, sepertinya mereka dari perguruan tae kwondo. Meliuk liuk menakutiku dengan tendangannya yang tinggi. Mereka pikir aku takut. Tidak!.
Ketika salah satu tendangan mereka layangkan kepadaku, kutangkap kaki mereka lalu fokus menariknya kearahku lalu kuberikan pukulan ke bagian perutnya. Hingga ia tergeletak dan mengerang kesakitan. Jangan coba-coba macam macam denganku. Anis yang merasa kalah, mendengus menjauhiku. Meskipun kali ini dia kalah, tapi pasti ia akan merencanakan rencana lain yang lebih busuk. Dengan memanfaatkan labelnya sebagai anak kepala sekolah, ia bisa dengan seenaknya mengganggu seluruh siswa di sekolah ini. Aku tidak setuju, selama dia berada di pihak yang salah tetap saja harus dilawan.
Pertengkaran itu disaksikan siswa lain. tapi baru berkerumun ketika pertengkaran usai. Nana  dan Rima yang anggota osis juga baru datang. “Kamu tidak apa apa Tria?” Tanya mereka cemas memastikan.
“Iya tidak apa apa, aku baik baik saja” Ucapku memastikan kepada mereka. 
“Aku tahu pertengkaran ini akan berisiko besar dan berujung diruang BK, tapi aku akan siap menerimanya. Toh, aku berada dipihak yang benar juga.” Tambahku  pada Nana dan Rima. Mereka yang anak OSIS sudah pasti tidak suka melihat kejadian ini, dan mereka lebih tahu tentang aturan aturan disekolah ini.
Cahya. Mengapa Anis sampai berani berusaha melepas kerudungnya? Apa yang dilakukan Cahya? Aku penasaran. Setelah membuang bangkai yang dilempar kekelasku tadi. Amel menceritakan asal muasal kejadian itu. Cahya dikira telah merebut Fajar dari Anis. Fajar lebih sering memperhatikan Cahya daripada Anis, sedangkan diketahui Cahya adalah anak dari organisasi Rohis (Kerohanian Islam) yang selalu menjaga pandangan lelaki kepadanya. Tapi dengan kerudungnya yang besar, masih saja ada lelaki yang tergoda.
Fajar, anak kelas tiga yang disinyalir adalah pacar Anis, kerap kali kedapatan menggoda Cahya saat Cahya ke Perpustakaan. Nah, dari situ muncul beberapa laporan ke Anis, dan membuatnya menjadi beringas di kelas tadi. Itu laporan dari Amel. Cukup jelas akar permasalahannya karena api kecemburuan. Pantas saja berani melahap apa saja yang dekat dengannya.
Cahya yang penyabar, tidak bisa melawan, ia hanya terdengar beristigfar soal seluruh dugaan keji Anis yang menuduhnya sebagai perempuan penggoda.

Menepis RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang