Setelah kematian Cahya, aku semakin menyadari bahwa tidak semuanya dalam hidup ini akan abadi. Pun, begitu pada perasaan yang tak kunjung aku pahami. Hanya sekedar aku ketahui bahwa jatuh cinta mengajarkanku untuk berbohong. Berbohong pada perasaaan yang selalu saja kutolak untuk kuutarakan. Dalam harapku yang lain, ia hanya ingin mendapatkan petunjuk “Apakah yang harus kuperbuat untuk menghilangkan rasa yang fitrah ini ya Rabb, mohon beri hamba petunjuk dan bantu hamba untuk menghilangkan perasaan ini ya malikul kuddus.”
Genggaman tangan kananku menyentuh kitab suci yang terletak pada pojok kanan kamar yang bernuansa biru langit. Tak lama kemudian, lantunan ayat suci dengan suara sayup, terdengar lirih menyentuh dan memohon belas kasih dari sang khalik.
Syukurlah Allah maha adil. Hamba sepertiku masih mendapat kesempatan untuk bertemu dengan orang orang yang memberiku pelajaran. Berjodoh, untuk bertemu dengan orang orang yang memberiku pelajaran, juga dengan orang orang yang harus kuberi pelajaran. Berjodoh, untuk bertemu dengan pakaian yang harus kukenakan semestinya, berjodoh dengan makanan yang harus kusantap setiap harinya, dari mana asalnya, berjodoh dengan teman teman yang selalu memberiku semangat untuk terus melanjutkan hidup, juga melanjutkan mimpi mimpiku.
Hilman yang telah melakukan banyak cara untuk memikat hatiku memberiku pelajaran untuk mengutarakan prinsipku. Kali ini dia kembali melakukannya, tapi dengan cara berbeda. Dia lebih alim sekarang. Saat istirahat, dia tidak lagi melakukan pekerjaan lamanya dengan hanya nogkrong sambil bernyanyi didepan kelasnya. Perubahan itu begitu jelas terlihat olehku. Apalagi dengan kebiasaan baru Hilman yang mendekatkan diri ke musholla dan perpustakaan. Sangat berbeda dari dirinya yang sebelumnya. Sekali lagi aku melihat perubahan yang begitu cepat. Seperti cerita ini, seolah ingin segera kuselesaikan.
Mungkin bagi Hilman, melihat sikap keras dan penampilanku yang sekarang itu adalah tantangan baginya. Tetap saja dia tidak berhenti berusaha. Benih - benih cinta juga semakin tumbuh dihatiku tak ubahnya memberikan ruang yang apabila dipupuk akan semakin mekar bunganya.
Aku hanya wanita lemah yang masih terus belajar. Perlahan mulai kucermati hal hal yang selalu diajarkan Cahya, penampilan, pergaulan dan semua sendi kehidupan yang mengikat remaja sepertiku. Aku tidak mau pesan Cahya hanya kuabaikan begitu saja. Apalagi sampai terikat dalam hubungan cinta yang belum waktunya. Satu Yang paling kuingat dari pesan Cahya yang sangat mantul. Sepekan sebelum kepergiannya untuk selama lamanya.
Waktu itu aku dan Anis mampir kerumahnya, dengan senyum merekah ia menyatakan telah jatuh cinta. Anis kaget saat dia menyatakan bahwa ia telah jatuh cinta. “Kepada siapa ya’ kamu jatuh cinta?” Ia bertanya antusias.
“Aku jatuh cinta kepada Nabi Muhammad. Beliau selalu membuatku jatuh cinta” diikuti senyum tipis dengan lesung pipi yang menambah kecantikan wajahnya.
“Kirain kamu jatuh cinta sama seseorang disekolah kita ya’” Kata Anis yang tadinya sedang antusias mendengarkan.
“Hehh,, sahabatku yang manis. Aku tidak mau Ayahku menanggung beban dosa karena ulahku”
“Maksud kamu apa ya’?. Apa orang yang jatuh cinta itu dosa? Kenapa harus ayahmu yang menanggungnya” Tanyaku heran, menunggu jawaban.
“Iya, kita tuh sebagai muslimah, bakal bagi - bagi dosa, pertama kepada Ayah kita, kedua kepada saudara laki laki kita, ketiga kepada suami kita, opsi yang terakhir belum bisa yah, karena kita belum punya suami”
Kami Serempak tertawa. Cahya melanjutkan ceritanya.
“Saudariku, itulah mengapa islam ketat menganjurkan kita untuk menutup aurat. Membantu para ikhwan (sebutan Cahya untuk kaum lelaki) menjaga pandangan. kalau bukan kita yang membantu tiga orang dalam hidup kita, terus siapa lagi ?”
“Sekarang aku tanya, apa yang kamu tahu tentang cinta Tria?, apakah cinta akan menjadi abadi dengan melanggar larangan Allah? Dosa tetaplah dosa, tidak ada alasan apapun untuk melanggarnya. Tria, seorang perempuan yang belum bersuami adalah tanggung jawab ayahnya. Jikalau melakukan kesalahan dari aktivitas kita sehari hari, maka ayah kita yang akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah nanti. Apa kau tega membiarkan ayah kamu menderita diakhirat kelak?” Katanya penuh ketegasan.
Ungkapan Cahya seolah menamparku berkali kali. Semakin hari semakin kumenyadari kesalahan kesalahan yang kuanggap biasa. Langsung kuteringat pada Ayah, juga adikku Sul dan sahabatku laki lakiku yang kuanggap sebagai saudara. “Apakah benar mereka yang akan ikut menanggung setiap kesalahan yang kulakukan? Apakah mereka akan turut berdosa jika aku berpacaran, tidak menutup aurat, berbohong dan tidak sholat? Astagfirullah hal Adzim...”
“Mereka yang seharusnya selalu membimbing dan mengarahkan kita mengarungi samudera kehidupan. Itulah kenapa laki laki dijadikan imam. Agar membuat kita, para makmumnya tidak salah arah, tidak salah jalan. Meskipun begitu, tidak boleh juga membiarkan mereka berjuang sendirian. Harus kita bantu. Pentingnya belajar ilmu agama akan membantu mereka, itu agar kita bisa lebih paham mana yang benar dan mana yang salah. Saling menegur ketika khilaf, dan saling mengajak kedalam kebaikan.” Jelas Cahya menambahkan.
Kusadari, dengan sikapku yang seperti ini membuat Hilman sulit untuk memproses cinta yang diinginkannya. Rasa cintanya yang jua begitu dalam kepadaku, menghadirkan energi positif untuk terus mendekati dan mendapatkannya. Tentu selama ini Hilman telah melakukan dengan cara terang terangan. Dan hal tersebut terus menyiksa batinku. Karena kebaikan yang selalu dilakukan Hilman membuat benteng benteng hatiku luluh, dan aku hanya bisa terus berusaha melawannya.
***
Tepat pada bulan desember tahun ini, keluarga Hilman harus pindah ke pulau Jawa. Mengikuti orang tuanya yang pindah tugas. Hilman merasa segala usahanya selama ini belum membuahkan hasil. Aku belum membalas cintanya.
Akhirnya dia memutuskan untuk menemuiku dirumah tante Diah dan lagi - lagi Hilman menyatakan perasaanya. Tapi kali ini tidak secara langsung, melainkan melalui surat yang dibalut amplop berwarana biru. Mungkin ini terlampau naif atau apapun, tapi dia tidak berani mengutarakannya dengan lisan. Ungkapan lisannya hanya menyampaikan salam selamat tinggal.
Dia tidak lagi semisterius dulu, kali ini dia serius, dia tidak mengirimkan puisi lagi tapi dengan perubahan kearah yang lebih baik. Bunga yang membersamai amplop yang dia letakan dimeja tamu membuatnya terlihat berbeda dan lebih dewasa kali ini.
Banyak hal yang membuatku terharu di dunia ini, namun baru kali ini bukan lagi tentang prestasi yang selalu kuraih, tetapi oleh surat dari seorang pria yang selama ini mengejar ngejarku.
Dalam surat itu Hilman menumpahkan segala perasaan yang mengganjal didalam hati dan pikirannya, meskipun selama ini dia telah membuktikannya. Dengan bahasa sederhana tapi luapan perasaan itu tergambar jelas bahwa dia begitu menyukaiku. Itu sudah kulihat dari caranya menyampaikannya selama ini. Tapi yang membuat mataku teralihkan pada salah satu kalimat yang berisi. “Aku akan menjadi baik untukmu. Kelak akan kujemput cinta yang seharusnya kumiliki.”
Ada perasaan dingin yang tiba tiba menyergap tubuhku jua hatiku. Hujan yang saat ini sedang asik menari, rasa dinginnya hanya seperdua saja. Disempurnakan dengan rasa dingin setelah kumembaca kalimat itu. Dia harus pergi mengikuti orang tuanya keluar kota dan melupakan cinta yang selama ini dia perjuangkan.
Jawaban tuhan atas doa yang kurintihkan sekarang sudah terlihat jelas. Menjauhkan Hilman dariku mungkin adalah keputusan yang sangat adil. Meskipun melawan hati, dan menepis rasa adalah hal yang sangat berat.
***
Seperti waktu yang mampu menyembuhkan bekas luka. Pun aku percaya waktu juga sanggup mengikis habis kebencian yang pernah ada. Menyembuhkan luka yang dulunya merekah. Mengembalikan yang hilang kepada pemiliknya. Setiap detik dan helaan nafas mungkin saja kita telah menyadari tentang kesalahan. Tentang keberharapan untuk mengulang waktu dan memperbaikinya.
Tahun tahun berganti, detik jarum waktu dengan bijak memberi banyak pelajaran. Hari ini pengumuman kelulusan sekolah. Ingatanku tentang Hilman semakin jauh dibelakang, tapi beberapa bulan terakhir ini selalu ada kiriman bunga mawar kerumahku. Dalam benakku, “Tidak salah lagi itu pasti dari Hilman. Apakah jadi baik seperti yang dia maksud pada suratnya dengan mengirim bunga bunga itu tanpa henti?. Apa benar ia telah berubah menjadi baik sekarang?, atau bahkan ia sudah jadi ustad?” Tanyaku dalam hati.
Saat ini aku telah lulus SMK. Pertemuan dengan berbagai kejadian kejadian kecil serta kehilangan memberi kesan yang teramat baik untuk kujadikan pelajaran. Aku yakin semua manusia sudah dijodohkan oleh tuhan, ada kitab yang telah menuliskannya.
Meskipun harapku kembali berlebihan kuingat kembali pesan sahabatku. Cahya. Ada banyak hal yang harus dijaga oleh wanita agar tiga cahaya dalam hidupnya tidak turut mengecap dosa yang dilakukan. Aku tidak bisa membebani Ayahku, saudara laki lakiku serta suamiku kelak, jika aku sudah punya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Rasa
Novela JuvenilTriani seorang gadis tomboi yang sangat membenci cewek alim dikelasnya. Mendapat teror misterius dari seseorang yang tidak diketahuinya. Ia selalu penasaran dan mencari arti dari nama yang disematkan Ayah kepadanya. Kejadian kejadian setiap hari men...