Setiap cahaya yang bergantungan dilangit menahan meteor yang hendak menghantam bumi. Setiap rasa yang bergantung dihati manusia, membuatnya semakin terasah untuk peka. Dan setiap kicau burung serta bunga yang mekar dipukul sembilan pagi menyambut bahagia keputusan yang harus kuambil hari ini.
Disebuah hari yang menurutku bersejarah. Ada seorang lelaki bersama kedua orang tuanya yang datang kerumahku bertemu dengan ayahku yang kebetulan sedang ada dirumah. Dia datang dan menyampaikan niat sucinya untuk meminangku. Kebetulan saat itu aku dirumah tante Diah, sedang kajian bersama Amel, Anis, Nana, Rima dan Fira. Segera ayah menelponku menyampaikan bahwa ada seseorang yang datang melamarku. Ia menyuruhku untuk segera pulang kerumah. Serempak mereka (sahabat sahabatku) turut bahagia mendengar kabar bahagia yang begitu dadakan ini. Ciee, Alhamdulillah Tria telah menemukan tambatan hatinya.
Aku segera pulang untuk melihat siapa gerangan lelaki yang datang kerumah. Para sahabat turut membersamaiku kerumah. Didalam perjalanan Anis berbisik padaku, “Jangan jangan yang datang itu Hilman bersama kedua orangnya, Tria’.”
”Ahh,, Entahlah Nis. Aku tidak tau. Tidak ada kabar sebelumnya.” Ucapku bingung.
Anis juga tahu, selama ini masih saja ada kiriman bunga mawar yang datang kerumahku. Seperti dugaanku. Itu pasti dari Hilman.
Setelah kami sampai sengaja kami masuk tidak melalui pintu utama. Ayah yang sedari tadi menjamu mereka meminta ibu untuk mengajakku keruang tamu juga ditemani oleh tante Diah. Saat aku keluar, tak kusangkka. Kulihat seorang pria yang diluar dugaanku, ada perasaan campur aduk saat itu. segera terbersit ingatan akan Hilman. Tapi yang datang bukan dia.
Andi Ibnu Hidayatullah, seorang pria yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Mesir. Berparas rupawan seperti ayahnya. Dia anak dari sahabat Ayahku. Keluarga mereka sering bertamu kerumah dan kami cukup dekat saat masih kecil, aku sering mengajaknya bermain bola sampai pakaian yang dia kenakan kotor.
“Kak Ibnu ?” Ucapku kaget.
Sejak masuk di pondok pesantren. Dia sudah jarang ikut kerumah. Hanya Om Khaidir dan ibunya yang sering datang.
Tiba tiba mama menanggapi rasa heranku. “Yang selama ini mengirim bunga untuk kamu itu adalah Ibnu nak”
Aku berbalik ke mama, masih dengan wajah keheranan. Seolah ingin bertanya “Kenapa mamah tidak pernah bilang padaku, aku pikir itu dari Hilman” tapi sebelum kuucapkan itu. Ibnu tiba tiba berkata “Maukah kamu menjadi penyempurna agamaku?”
Secara otomatis, kualihkan pandanganku dari mama menuju wajah ayahku, seolah memelas jawaban darinnya akan keputusan yang tidak mudah ini. Ayah hanya mengangguk dan melimpahiku sepenuhnnya untuk mengambil keputusan ini. Kembali kutatap tante Diah, ia juga turut mengangguk. Kuteringat sahabat sahabatku didalam yang pastinya sangat menunggu keputusanku.
Ayah Ibnu tiba tiba angkat bicara. Kamu mau mahar apa nak Tria’?
Lama kutertunduk diam dan kuberanikan diri untuk menatap Ibnu dan berkata “Islammu itulah maharku”. Itu tiba tiba saja muncul dalam pikiranku.
Masih teringat kajian tadi bersama sahabat sahabatku. Kisah Ummu Sulaim yang minta dinikahi oleh Abu Thalha hanya dengan Mahar al- Islam.
Masyaa Allah.. Mamah sontak memelukku. Mereka paham, jawabanku barusan adalah meng’iyakan’ pertanyaan kak Ibnu.
Sahabat sahabatku berhambur keluar dan mengucapkan selamat. Sekarang lengkap sudah tiga cahaya yang harus kujaga dikehidupanku. Ayah yang memberiku nama ini turut mengucapkan selamat, sekarang aku semakin paham kepada siapa tiga cahaya kesayangan memiliki.
***
Seringkali yang dikejar kejar malah menjauh, yang tak sengaja malah mendekat. Yang seakan sudah pasti dibuat ragu. Yang meragukan, malah lebih berani bertindak. Yang selalu diimpikan tak berujung kepastian. Demikian yang tak pernah dipikirkan malah bersanding dipelaminan. Seringkali pula kita menemukan orang yang tepat tetapi tidak dalam waktu yang tepat, begitupun sebaliknya, kita bertemu dengan waktu yang tepat, tapi bukan dengan orang yang tepat.
Karena sekuat apapun kamu menggenggam, yang harus pergi akan mengikuti gelombang. Sesering apapun kamu menolak, yang harus datang akan tiba. Pada waktu yang telah ditetapkan.
Itulah dia, yang namanya tertulis di lauhul mahfuz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Rasa
Fiksi RemajaTriani seorang gadis tomboi yang sangat membenci cewek alim dikelasnya. Mendapat teror misterius dari seseorang yang tidak diketahuinya. Ia selalu penasaran dan mencari arti dari nama yang disematkan Ayah kepadanya. Kejadian kejadian setiap hari men...