Saat seorang pergi tanpa pamit dan datang kembali dengan tidak ada rasa bersalah, itu adalah hal paling dibenci oleh siapapun.
•••
Kurang lebih satu bulan lamanya Valcano terbaring di rumah sakit dan selama itu juga Cilla rutin menjenguk Valcano. Marwah sampai tidak enak hati melihatnya. Seperti saat ini, Cilla berada diruang rawat Valcano sambil bercerita sendiri—berharap Valcano mendengarkan.
Ada rasa putus asa saat Valcano tidak menunjukkan respon apapun. Namun, Cilla terlonjak kaget saat tangan yang digenggamnya itu juga menggenggamnya.
Gadis itu menatap Valcano. Mata lelaki itu bergerak gelisah. Dengan perasaan yang sulit diartikan, Cilla menunggu apa yang terjadi selanjutnya.
Mata Valcano terbuka.
“Val..” Sambut Cilla senang, kelewat senang bahkan. Gadis itu kembali mendekati Valcano dengan mengusap surai rambut Valcano. “Aku seneng kamu sadar.”
Valcano menatap sekilas Cilla.
“Aku panggil Bunda ya.”
•••
Lima hari kemudian..
Valcano sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa tanpa ada alat-alat yang menempel pada tubuhnya. Beberapa temannya pun datang.
“Seneng liat lo udah mulai membaik, Kak,” ucap Zio—salah satu anak geng Reonus.
Valcano tersenyum tipis, mengingat kondisinya masih lemah. Zio keluar saat Nams dan juga Ciko masuk ke dalam ruang rawat Valcano. Mereka yang menjenguk Valcano memang harus bergantian untuk masuk.
“Jelek banget lo pas koma,” komentar Ciko. Setelahnya, dia menatap nakas meja yang berisi bingkisan-bingkisan dari orang yang menjenguk Valcano. “Anjing, gue sakit aja biar dapat parcel.”
“Goblok.” Nams menonyor kepala Ciko. “Orang kalau dikasih kesehatan tuh biasanya bersyukur, nah lo malah pingin sakit. Sinting. Beban lo, mati aja sono.”
“Jingan, mulut lo gue gibeng nih ye.”
“Cot!” tukas Nams. Setelah itu, dia menatap Valcano. “Rasanya koma gimana, Val?”
“Gimana ya.. Susah jelasin,” tutur Valcano.
“Eh lo kelamaan tidur nggak kasihan apa sama Buk Bos, galau terus.” Ciko menimbrung.
Valcano tertarik dengan topik pembahasan Ciko. Buk Bos yang dimaksud oleh Ciko tentu saja Cilla, siapa lagi jika bukan Cilla? Mengingat jika Ciko membenci Messa tidak mungkin rasanya jika yang dimaksud oleh lelaki itu adalah Messa.
“Iyo, murung terus kerjaannya. Kasihan liatnya.”
“Cepet sembuh, bro, sebelum di gebet.”
“Emang siapa yang mau gebet dia?” Valcano bertanya. Dia mulai was-was. Yang jelas tidak mungkin Avines kan?
Ciko menepuk bahu Nams. “Nams yang mau gebet. Namsender Walikumsalam.”
“Sial.” Geram Nams. Dia menendang tulang kering Ciko membuat Valcano terbahak melihatnya. “Nama gue Namsender Wageron.”
“Ampun, galak bener pantes jomblo.” Ciko menatap nyalang Nams.
Pintu ruang rawat Valcano terbuka dan menampilkan sosok yang sedari tadi ditunggu oleh Valcano, Cillanera Methialena. Senyum Valcano mengembang tatkala gadis itu masuk.
“Eh, ada Nams sama Ciko. Gue keluar dul—”
“Eh, buk bos. Kita mau keluar nih.” Ciko berjalan walaupun langkahnya sedikit pincang akibat tendangan dari Nams tadi.
Cilla yang memperhatikan itu pun heran. “Ciko, lo kenapa?”
“Anu, Cilla, ketiban batu bata tadi.” Itu suara Nams.
Cilla semakin bingung.
“Tolol lo, Namsender Walikumsalam.” Ciko kemudian hilang saat pintu ditutup. Begitu juga dengan Nams.
Cilla tak ambil pusing, dia berjalan mendekat ke arah Valcano. Melihat senyum Cilla, hati Valcano menghangat. Senang rasanya bisa mendapatkan Cilla kembali.
Dengan lembut, Cilla mengusap kepala Valcano. “Kalau udah sembuh total mau potong rambut nggak?”
“Mau, sama kamu ya?” Jawab Valcano dan Cilla mengangguk.
Valcano memegang bahunya. “Bahuku sakit.”
“Lama ketiduran kayaknya, Val.” Cilla mengusap bahu Valcano. “Aku seneng kamu udah siuman. Terima kasih ya udah selamatin aku dari penjahat itu.”
“Udah ketangkap?”
Cilla mengangguk. “Pistol yang buat nembak itu jatuh, mungkin karena mereka panik ya? Karena itu, polisi mudah buat cari para penjahat itu, soalnya ada sidik jari di pistol itu.”
“Oh gitu, terus gimana?” Tanya Valcano, pernasaran.
“Di interogasi, ternyata penjahat itu dibayar buat celakain aku. Dia melakukan ini juga karena dibayar sama orang. Kata Avines yang bayar itu namanya Giano.” Lanjut Cilla.
Valcano terkejut mendengarnya. Giano adalah pemimpin geng Nevelas yang waktu itu menyerang sekolahnya. Ya. Ah, ternyata Cilla diincar oleh Giano karena Giano kira Cilla adalah kelemahan Valcano.
“Kalau aku udah sembuh, aku bakal jaga kamu,” ucap Valcano tulus. “Aku nggak janji, tapi aku berusaha buat buktiin ke kamu kalau memang aku serius buat memperbaiki ini semua.”
Cilla percaya.
“Iya.” Balas Cilla. “Oh iya, satu lagi. Kata Avines juga Messa lagi proses penyembuhan.”
“Nggak peduli.” Valcano bergidik. Lalu tangannya yang bebas menyentuh tangan Cilla. “Jangan biarin ada celah dihubungan kita ya? Biar orang ketiga nggak masuk.”
Cilla mendekatkan wajahnya ke wajah Valcano. “Dan, kamu harus janji sama aku untuk selalu jujur ya?”
Valcano mengangguk pelan. Tangan lelaki itu membelai pipi Cilla lalu mengusapnya dengan lembut. Setelahnya, tangannya memegang tengkuk leher Cilla, hendak menariknya untun melakukan french kiss.
Ceklek.
“ASTAGFIRULLAH, UNTUNG BELUM KEJADIAN!”
Detik itu juga Cilla menjauhkan wajahnya dari wajah Valcano saat mendengar teriakan Nams.
•••
Ada yang mau disampaikan ke :
•Aku?
•Valcano?
•Cilla?
•Nams?
•Ciko?
Spam next disini!
Valcano masih jdi cerita fav kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Valcano
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] "Valcano, aku kehujanan boleh minta tolong jemput aku?" "Jangan ganggu gue." ••• "Valcano, boleh minta tolong jemput aku?" "Gue lagi sama Messa." "Val-" ••• "Val, sakit.." "Telefon lagi gue blokir nomor lo." ••• "Valcano, mereka semu...