48 : Berpisah?

24.2K 1.4K 216
                                    

Apakah kita memang tidak ditakdirkan bersatu?

•••

Maaf, kata-kata kasar banyak bertebaran disini.

“Woy, bangsat!”

Avines menarik kerah seragam Valcano yang sedang duduk bersama Tara dan Seno. Lalu, lelaki itu langsung meninju wajah Valcano dengan bertubi-tubi sampai mimisan.

Seno langsung menarik Avines. “Vin, nyebut, Vin!”

Avines menghempaskan tubuh Seno. “Lo nggak usah ikut-ikut! Ini urusan gue sama bajingan ini!” Tunjuk Avines ke arah Valcano yang di bantu berdiri oleh Tara.

“Lo bajingan, anjing!” Sarkas Valcano tidak terima. “Bangsat! Maksut lo apa mukul-mukul gue?”

“Lo nggak punya otak?” Avines menyentuh kepalanya sendiri. “Otak lo dimana, hah? Ketinggalan di dadanya Aqila?”

Mendengar nama Aqila disebut, sekarang Valcano tahu apa alasan Avines memukulnya.

“Vin, percaya sama gue kalau g—”

“Gak!” Mata Avines melotot. “Lo udah nyakitin Cilla, beraninya lo nyakiti cewek kayak dia, Val? Asal lo tahu, cinta Cilla ke lo tuh tulus!”

Avines benar-benar marah saat seseorang mengirimkan foto Valcano sedang berciuman dengan Aqila. Avines sendiri kenal dengan Aqila karena sering bertemu di club.

Fuck you, Val!” Umpat Avines tepat di depan Valcano.

Valcano diam sesaat. “Demi apapun, Vin, Aqila yang jebak gue, kondisi gue waktu itu mabuk asal lo tahu.”

Avines menggeleng. “Jangan salahin cewek lagi. Cukup lo salahin Cilla waktu itu, sekarang gue nggak percaya lagi sama lo. Lo pantas di sebut cowok gampangan.”

Valcano hendak menjawab namun tangan Avines terangkat, menahan Valcano untuk menjawab.

“Gue belum selesai ngomong!” seru Avines. “Dulu sama Messa, sekarang sama Aqila. Bener-bener lo bikin gue muak,” lanjutnya.

“GUE DIJEBAK, VIN!”

“GUE NGGAK PEDULI LO DIJEBAK ATAU APA!” Teriak Avines. “Yang gue tahu, lo udah nyakiti hati Cilla.”

“Gue nggak bisa bayangin kalau Cilla tahu ini, Val.”

“Jangan! Jangan! Gue cuma mau bahagia sama dia, Vin.”

Avines tertawa kecil, tawa yang menandakan jika dia menertawakan ucapan Valcano tadi. “Haha, apa lo bilang? Cuma mau bahagia sama Cilla? Ha! Cilla bisa lebih bahagia kalau dia lepas dari lo!”

“Vin, jangan ikut campur urusan gue sama Cilla. Ini nyangkut hubungan gue sama dia, Vin, gue mohon.” Valcano mencegah Avines agar tidak memberi tahu foto yang ada di handphone milik Avines.

“Jangan halangin langkah gue,” ucap Avines datar. “Gue harus ikut andil karena Cilla sepupu gue, lo lupa satu fakta itu?”

Tara dan Seno hanya melongo melihat keduanya, mereka tidak tahu menahu apa yang sedang menimpa Valcano.

“Sejak awal gue diem saat lo sering sakiti Cilla dulu, haha. Gue akui Cilla emang bodoh milih bertahan sama cowok bajingan kayak lo, Val!”

“Kali ini gue janji sama lo kalau gue bisa bikin dia bahagia, nggak sakitin dia lagi.” Valcano memohon. “Jangan kasih tahu foto itu ke Cilla, Vin.”

“Ucapan lo nggak bisa di pegang, Val.”

•••

Jam istirahat, Cilla memilih untuk diam di kelasnya. Sejak jam pelajaran tadi, handphonenya berkelip-kelip karena ada pesan masuk. Dia merogoh handphonenya yang ada di kolong bawah meja, lalu membuka chat dari nomor yang tidak dikenal.

Deg.

Ternyata pengirim tidak mengirimkan foto itu kepada Avines saja. Dia juga mengirim foto itu kepada Cilla juga, yang akhirnya membuat gadis itu kaget bukan main.

Bertepatan dengan itu juga, Valcano masuk ke kelasnya dengan langkah tergesa-gesa. Melihat raut perubahan Cilla yang biasa saja, lelaki itu yakin bahwa gadis yang ada di hadapannya saat ini mengetahui foto itu.

“Ka—Kamu udah tahu ya?” Tanya Valcano.

Cilla tetap diam di tempatnya.

“Sayang, please ya, jawab.”

“Apa yang harus aku katakan, Valcano?” Suara gadis itu serak dengan seiring air matanya yang keluar dari ujung matanya. “Katakan, Val! Apa yang harus aku katakan?”

Valcano menghela napas, dia memegang kedua pundak kekasihnya itu namun Cilla langsung menepisnya dengan kasar.

“Mengatakan jika kamu selingkuh? Iya? Berciuman dengan cewek lain?”

Valcano menatap sekitar kelas, dimana beberapa murid yang menyaksikan pertengkaran mereka.

“Keluar lo semua!” Bentaknya.

Mereka pun keluar.

“Cilla, dengerin aku sebentar aja. Aku waktu itu dalam kondisi mabuk dan cewek itu manfaatin situasi.”

Valcano merinding mendengar tangis pilu Cilla yang sekarang terduduk di lantai. Dia tahu gadisnya itu hancur, sehancur-hancurnya.

“Dadaku sakit, Val..”

Valcano berjongkok.

“Kenapa ini terjadi dan menimpa ke aku sih, Val?” Cilla terisak, malah semakin terisak. “Aku cuma mau bahagia sama kamu, apa salah?”

“Aku juga mau bahagia sama kamu,” balas Valcano.

“Apa kita tidak ditakdirkan bersatu?” Cilla mengusap air matanya. Lalu menatap Valcano dengan pandangan yang sulit di artikan. “Jawab, Val!”

“Tuhan yang hanya bisa menjawab,” balas Valcano. Tangannya memegang tangan Cilla dengan erat.

“Apakah kita harus berpisah..” Cilla menundukkan kepalanya.

“...dan tidak pernah bersatu ataupun bahagia?”

•••

Masih betah baca Valcano?

Spam next disini!

Maaf banget kalau misal cerita Valcano bosenin, feelnya g dpt😭aku cuma mau berusaha update rutin😭🙏

ValcanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang