° peluk aku atas pelikmu

1.3K 176 22
                                    

suara park jeongwoo tiba-tiba terdengar begitu lirih didengar. tapi terlepas dari fakta dirinya yang bicara di sisi telinga kiri haruto dengan jarak yang cukup dekat. haruto justru terfokus dengan sentuhan tangan jeongwoo yang mengusap bahu basah terbukanya.

haruto perlahan menghela nafas bersamaan dengan pejaman matanya yang terasa semakin memberatkan lidah untuk bicara. ia mengecap bibirnya ketika berada diantara ragu tak ragu.

lalu beberapa detik setelahnya, satu tangan haruto sudah ada di wajah jeongwoo yang manik teduhnya menatap begitu intens.

"hm?,"

haruto tertawa kecil, tangannya perlahan turun dari pipi ke lengan kekar milik jeongwoo -tanpa mengalihkan atensi se-inci pun dari tatapnya pada jeongwoo, haruto berangsur mengusapnya perlahan.

"kalau ngomong itu yang jelas, jeongwoo,"

bersama dengan tawa ringan yang menggema di telinga keduanya, haruto tersenyum dengan bibir yang pucat. sementara di sisi lain, sepasang mata jeongwoo memperlihatkan sepasang pupil hitamnya yang membesar sangat cepat.

-hal itu terjadi di seiring detik ketika haruto tanpa aba-aba mengecup bibirnya dengan sedikit lumatan.

"kalau kamu anak sastra yang suka baca novel, mungkin faham maksud dari semua hal yang aku bilang,"

haruto tersenyum. tanpa sempat menjelaskan lebih atas apa maksud dari perkataannya, ia bergerak lebih cepat mematikan air shower yang sebelumnya membasahi tubuh mereka.

menarik lipatan bathrobe dari balik lemari kecil. memakainya cepat, mengikat talinya, menyibak hordeng kamar mandi, sebelum sebelah tangannya kini sampai pada pegangan besi di sebuah pintu kaca bilik mandi yang transparan.

tetapi selang sedetik sebelum semuanya usai, park jeongwoo kembali berhasil meruntuhkan pertahanannya.

"maaf,"

dan, lagi.

langkah haruto harus terhenti. hanya karena dia yang tidak pernah sanggup bertindak tegas, ketika di satu sisi park jeongwoo justru membuatnya seolah merasa yakin dibatas sebuah perjuangan yang tidak ada tolak ukurnya.

tidak peduli seberapa pasif park jeongwoo ikut campur untuk bisa meyakinkannya, -haruto selalu merasa, ia akan berakhir dipermainkan keadaan.

satu tangannya turun. menghindar dari pegangan besi mengkilap yang menyisakan jejak tangan diatasnya.

haruto berbalik, dan ia menarik nafas sangat panjang, ketika keputusannya harus kembali berakhir untuk mengalah dan menyerah atas perasaannya sendiri.

"oke,"

satu dua langkah jeongwoo pijaki di lantai dingin dibawahnya. tapi lebih cepat dari sebagaimana mungkin ia sempat berfikir soal apa yang mau dijelaskan, haruto sudah lebih dulu meraih bahu tegap seluas samudra-nya, untuk bersandar.

menumpahkan semua isi hati, juga isak tangis tak terbendung yang membuatnya lagi-lagi terlihat sebagai pihak lemah yang paling menanti park jeongwoo -kembali.

"sejauh apapun kamu mau pergi, jeongwoo,"

"s-sesakit apapun itu,"

"-perasaan aku cuma punya kamu. kamu yang punya hatinya jeongwoo, mau kemanapun aku atau kamu yang pergi, perasaan itu ga pernah pergi."










































































° S O R A I





































jeongwoo menggenggam tangan haruto erat di setiap langkah kaki keduanya berjalan ber-iringan.

jujur, mereka jadi menghabiskan waktu jauh lebih lama didalam bilik kamar mandi bilas itu, setelah haruto berbalik dan berakhir melampiaskan perasaan sesak didadanya dengan menangis sampai dua puluh menit lebih.

jeongwoo keram sebenarnya. dia habis berenang tapi tanpa persiapan pemanasan. dan, didepannya ada haruto yang tanpa rasa lelah bersandar didadanya cukup lama.

dia sebenarnya juga nggak mempermasalahkan, serius. tapi, biar bagaimanapun bisa membantu haruto mengekspresikan perasaannya barang sebentar adalah suatu kesenangan tersendiri.

"udah nangisnya?,"

haruto yang betah sekali di tempat yang sama, akhirnya mendongak dengan sepasang manik berjejak air mata yang menatap jeongwoo dengan tatapan seperti anak kecil.

begitu polos, dan tulus, yang terlihat jelas disana.

jeongwoo terkekeh, ia mengusap air mata haruto, lalu mengecup dahinya dengan mata yang terpejam menghayati. -cukup lama sampai kecupannya berhenti saat jeongwoo mendengar suara tarikan dari hidung haruto yang berair.

"kepalanya pusing ya?,"

haruto mengangguk antusias, dia mengerjapkan mata untuk mengiyakan apa kata jeongwoo.

duh, gemes banget tuhan.

-terus terang jeongwoo sebenarnya paling lemah sama yang gemas gemas begini. habis itu, dia spontan ketawa canggung.

tangannya haruto langsung di genggam erat. jeongwoo keluar berdua haruto dari bilik kamar mandi itu, masih dengan celana renang yang setengah kering.

seiring langkah, sampai naik anak tangga teratas, jeongwoo bicara jujur kalau semisal dia bisa bilang, sekarang masih dalam proses mencoba mengabaikan degup jantung dari rasa kagumnya dengan paras haruto.

mata berair, pipi tembam merona. dan bibir yang paling membuatnya ingin - "um, sebentar,"

langkah mereka berhenti tepat seusai anak tangga terakhir di pijaki.

jeongwoo berdiri dihadapan haruto dengan mata yang menatap lekat lawan bicaranya. ia berjalan mendekat, dan mengusap tengkuk haruto yang terasa halus.

mata haruto sontak menatap intens jeongwoo. ia juga meneguk salivanya diam-diam, pipinya jadi berubah panas dan seratus persen yakin kalau jeongwoo juga memikirkan hal yang sama seperti apa yang ia fikirkan.

haruto membasahi bibirnya. jeongwoo mengalihkan pandang kearah lain.

"boleh?," ujar jeongwoo dengan suara seraknya.

haruto menggigit bibirnya, ia menunduk sebentar, sebelum mengusap dada bidang jeongwoo seraya mengangguk pelan.

"b-boleh.."















[ii.] sorai ; jeongharu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang