𝐁 𝐈 𝐍 𝐓 𝐀 𝐍 𝐆

2.9K 247 105
                                    

DANDEXLION THE GANG!


      Bintang Alxandaria Russell, nama yang orang tuanya cantumkan ketika lelaki itu lahir ke dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      Bintang Alxandaria Russell, nama yang orang tuanya cantumkan ketika lelaki itu lahir ke dunia. Di dua kata dan nama terakhirnya terdapat nama seorang ayah, Alxandaria Russell.

     Nama Alxandaria Russell begitu melekat pada diri Bintang. Bukan karena Stefan Alxandaria Russell serta sang istri Lina Arsenio Pramoedya tak mau susah-susah memikirkan nama lain karena hanya menambahkan nama Bintang di awal nama. Hanya saja, nama yang tersemat pada pria itu merupakan nama ayah Stefan, kakek Bintang.

     "Ck, ck, ck. Kalian lagi, kalian lagi! Saya sampai bosen ngehukum kalian." Ucap Pak Bambam menggeleng geleng kan kepala. Sudah tak heran dengan kelakuan empat orang dihadapannya saat ini yang membuat darah tingginya naik setiap hari.

     Sedikit informasi, Bam Hariyanto aka Pak Bambam adalah guru Bimbingan Konseling tergalak, ter-killer di sekolah elite HILLS INTERNASIONAL SCHOOL bagian sekolah menengah atas, dengan perut sedikit buncit.

     Pria baruh baya tersebut kerap membawa rotan panjang ditangan kanannya hanya untuk sekedar memberi ancaman bagi para siswa/siswi agar disiplin.

     "Kalau bapak bosen, bilang dong pak! Jangan main ghosting!" Seru Ghevan dengan kedua alis yang menekuk.

     "Kamu udah telat! Berani jawab juga kamu ya, Ghevan!" Ucap pak Bambam mengacungkan rotan panjang yang ia pegang di depan siswa yang baru saja menyahuti perkataan nya.

     "Kalian berempat lari di lapangan outdoor 20 putaran! Segera!"

     Austin mendengus, pria itu meliriknya malas. "Lapangan luas, pak. Cuacanya panas." Celetuknya tak terima dengan hukumannya. "Bapak mau bikin anak orang sesak nafas?"

     "10 putaran! Kalau masih tidak terima, saya tambah." Finalnya.

     "Tapi pak-" ucap Ghevan terpotong kala Kelvin yang berada tepat di sebelah dirinya menyenggol bahunya dengan bahu pria itu.

     Kepala Kelvin mendekat, ia berbisik pelan pada temannya itu. "Diem! Lo mau kita berempat kena sabet maut?!"

     "Cepet! Ngapain pada bisik-bisik?! Mau saya tambah hukumannya?!"

     Bintang mendesis tak suka. Lelaki itu bukannya segara melakukan hukumannya, malah menatap malas pria tua di hadapannya.

***

     "Duh, sumpah, anjirlah!" Tutur Ghevan dengan nafas ngos-ngosan. Cowok itu berhenti berlari berganti dengan menumpukan kedua tangannya di kedua lututnya. Menatap sekeliling lapangan yang hanya di sisi oleh teman-temannya.

       Cuaca terik begini, terkena hukuman mengelilingi lapangan membuat mulut Ghevan tak berhenti untuk mengumpat apalagi mengeluarkan keluhan. Dirinya serta ketiga temannya memang sering kali kena hukuman, tapi hanya sebatas membersihkan koridor atau toilet laki-laki, bukan mengelilingi lapangan yang luasnya hampir seluas lapangan Glora Bung Karno begini. Capek deh, kulitnya semakin Tan kalau begini!

     "Berisik banget, kenapa sih?!" Celetuk Kelvin sambil berlari yang kini sudah ada didepan Ghevan. Peluh keringat tercetak jelas pada punggungnya, padahal pemuda itu memakai kaos di balik seragamnya.

     "Lapangan luas, bos!" Teriak Ghevan ngegas. Menatap temannya itu dengan nyalang. "Panas!"

      Sepuluh putaran telah terselesaikan meski ada keluhan terus menerus, Bintang, Austin, Kelvin, dan Ghevan kini sudah selesai menyelesaikan hukumannya. Kini, mereka berempat berada ditepi lapangan duduk dibawah pohon rindang, mengipasi diri mereka dengan tangan kosong dengan kaki yang sengaja selonjoran.

     "Gila! Trial masuk neraka ini, mah." Celutuk Ghevan mengusap peluh keringat yang membanjiri dahi nya menggunakan kaos hitam yang dirinya angkat dari selipan celana sekolahnya. Sedangkan seragamnya ia gantung pada ranting pohon.

     "Belum seberapa lah? Padang Mahsyar aja belum, udah ke neraka aje."

     Ghevan nampak berpikir atas ucapan Kelvin barusan. Lalu menyahut setelahnya, "Gue bakal lihat lo bugil, Vin. Ih, kaya apa ya bentukan lo,"

     Mendengar ucapan Ghevan yang kelewat santai, Kelvin mendorong tubuh Ghevan menjauh dari dirinya. Kelvin langsung risi, menatap temannya itu dengan alis menukik tajam.

     "Apa sih, monyet!" Ghevan tak terima, lantaran dirinya hampir tersungkur pada tanah yang dilapisi rumput teki.

     "Ngomong yang bener, monyet!" Balas Kelvin. "Gila ya lo ngebayangin gue bugil?"

     "Aboaja gilee, bercanda doang kali, Vin. Jijik banget juga ngebayangin lo, gak banget deh, huek!" Ghevan membela diri, berekspresi seperti seorang yang ingin muntah.
     
     Tak seperti si kembar yang berisik macam petasan yang sudah di bakar, dua orang di sisi mereka yang sejak tadi tak mengeluarkan sepatah kata itu menutup mata tenang, menikmati semilir angin yang berhembus menyapu keringat dengan tubuh yang di sandarkan pada batang besar pohon rindang. Mereka cukup damai, tidur sepertinya.

     Sudah tak heran, dalam sebuah pertemanan, pasti ada yang jungkir balik sampai roll depan belakang macam Kelvin dan juga Ghevan, dan ada juga yang setenang air di danau seperti Bintang dan Austin. Entah irit bicara atau malas mengeluarkan suara mereka berempat sangat kontras jika dibandingkan satu sama lainnya.

***

Sosial media on Instagram: smstldhl

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sosial media on Instagram: smstldhl

BUL & BINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang