05.1. 𝐍𝐞𝐰 𝐩𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞 𝐨𝐫 𝐨𝐥𝐝 𝐩𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞?

902 123 61
                                    

Semangat! Satu kata berjuta makna yang selalu diucapkan ketika berada di titik terendah.

***

     Tepat pukul tujuh malam, mau tak mau Bulan harus turun ke lantai satu setelah menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamarnya yang bernuasa cokelat tersebut untuk bermalas-malasan. Perutnya yang sedari tadi berbunyi memaksa Bulan harus turun. Sudah waktu makan malam memang.

     "Papa belum pulang, Ma?" Tanya Bulan celingak celinguk menelusuri tiap sudut dapur mencari keberadaan Nathan seraya menarik kursi meja makan lalu menduduki nya.

     "Papa lembur, sayang. Sebentar lagi juga pulang," jawab Nastaya yang tengah menghidangkan makan malam di meja.

     "Lembur terus, bos nya siapa, sih? Gak tahu waktu banget. Gak tahu apa ya waktu manusia buat kerja itu cuma delapan jam,"

     "Loh? Buapakmu itu loh-"

     "Assalamualaikum, orang ganteng pulang!!!" Ucap Nathan dengan kepercayaan diri yang di bilang tingkat akut serta semangat 45 yang begitu menggebu-gebu.

     "Wa'alaikumsalam."

     "Nah, kan. Bener apa kata Mama. Baru juga diomongin udah nongol aja." tambah Nastaya.

     Bulan hanya menggangguk anggukan kepala menanggapi ucapan Nastaya.

     "Tega ya kalian ngomongin Papa." ujar Nathan dengan wajah sesedih mungkin menatap anak serta istrinya. "Ngomongin orang tuh depan bengeut na, ulah di tukang, anying. Sok kalau berani, sini!"

     "Engg-"

     "Cukup Roma cukup!" Nathan menutup kedua telinganya menggunakan kedua tangan. Ayah satu anak itu seolah tak mau mendengarkan omongan sang istri. Dramatis sekali memang pria paruh baya satu ini.

     "Aku bisa jelasin, Mas." sahut Nastaya hanyut dalam drama suaminya.

     "Aku udah liat sendiri! Apa lagi yang mau kamu jelasin, hah?!" Lirihnya. "Aku jijik mas! Aku jijik sama kamu, aku jijik iw!!!"

     "Seharusnya Mama yang bilang kaya gitu, gak sih?!" Nastaya merenggut, memukul pundak suaminya pelan. Hancur sudah drama persinetron yang dibuat buat ini akibat ulah Nathan.

     "Eh, iya. Mas lupa hehe." ucap Nathan menggaruk tekuk lehernya yang tak gatal. "Mau lanjut?" Tanyanya.

     "Tidak Roma! Tidak! Sudah cukup." ucap Nastaya tangan kanan nya memegang bahu sang suami dan tangan yang kiri digunakan untuk mengelus-elus dada nya seperti menahan sabar.

     "Cut! Mama harusnya lebih tersedu-sedu. Terus, Papa harusnya ngerasa jadi manusia paling bersalah se-akhirat."

     Bulan sukses menghentikan drama kedua orang tuanya. Perempuan itu menunjukkan raut wajah serius, nampak sedang berpikir keras membuat Nathan mau pun Nastaya menoleh ke arah sang putri.

     "Posisi Mama tuh kaya orang yang gak mau tersentuh sama sekali. Terus sebagai tambahan, Papa harus nangis guling-guling, ingusnya juga harus meleber. Biar lebih dramatis iki loh,"

     Bulan menjeda perkataannya sebentar sebelum melanjutkannya lagi. "Dan satu lagi, Papa bilang ke Mama gini "honey, maaf kan aku. Terima lah permintaan maaf ku, honey." Bilang ke Mama nya sambil narik ingus ya,"

     Bulan tertawa terbahak-bahak dengan perkataannya sendiri. Merasa geli sekaligus lucu secara bersamaan. Tangan kanannya pun turut serta memukul meja beberapa kali karena tak kuat menahan tawa. Gadis itu benar-benar tertawa setan setelah menjadi sutradara dadakan.

BUL & BINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang