"Makan makananmu, Ava!"
"Gak ah."
"Ish! Jangan membatah! Buka mulutmu! Cepat!" Eshter nampak sangat galak saat menyuapi Ava yg memang tidak mau makan.
Ava yg sedikit ngeri dengan gadis itu, akhirnya terpaksa membuka mulut dan melahap makanan dari sendok yg Eshter beri.
"Kata Nenek, besok kau sudah boleh pulang. Untuk itu, kau harus cepat sembuh."
"Gue udah sembuh kok. Dokternya aja yg lebay sampe harus nginep dua malem di sini."
"Kau mungkin sudah merasa sembuh, tapi tanganmu itu masih butuh perawatan intensif. Tak ada yg bisa melakukan itu selain pria berbaju putih yg selalu keluar masuk ke dalam kamar ini."
"Itu dokter."
"Apapun namanya, aku tak peduli. Yang jelas, kau harus mendengarkan pria itu. Dia tahu yang terbaik untukmu agar kau bisa cepat sembuh."
Ava hanya bisa menghela nafas.
Eshter kembali menyuapi Ava dengan telaten. Tak ada siapapun lagi di sini selain mereka berdua.
Roy tentu saja tidak selalu di sini. Sedangkan Oma, wanita tua itu tidak Ava izinkan untuk menemaninya sepanjang malam di sini. Ia juga butuh istirahat. Maka dari itu, Oma sekarang berada di rumah. Dan kabarnya, nanti Oma akan datang ke sini untuk sekedar mengecek kondisi Ava.
Eshter? Dia keras kepala, tak ingin pulang dan lebih memilih menemani Ava di sini.
Saat sedang asyik menyuapi Ava, tiba-tiba telinga Eshter seperti berdengung, seolah ada sinyal yg harus ia ikuti.
Gadis itu memejamkan matanya, dan memfokuskan pendengarannya itu. Semakin lama, dengungan semakin terdengar seperti bisikan. Bisikan yg menyuruhnya untuk bangkit dan mencari sumber suara itu.
"Sebentar, Ava." Eshter menaruh piring yang masih berisi nasi dan sup ke pangkuan Ava. Lalu dia pun berlari keluar kamar, yang tentu saja menimbulkan pertanyaan besar pada benak Ava.
"Ngapa tu anak???" Ingin menyusul, tapi tak bisa. Alhasil, ia hanya bisa menunggu Eshter kembali dan nanti akan bertanya apa yg terjadi.
Sementara itu, Eshter berlari menyusuri koridor rumah sakit, dengan suara bisikan yg semakin jelas ia dengar. Kakinya terus melangkah lebar, menuju ke arah taman rumah sakit.
Saat tiba di taman, ia celingak-celinguk berusaha mencari sumber bisikan itu. Tapi, yang ia lihat hanyalah para pasien yang sedang menikmati indahnya taman.
Gadis itu pun kembali memejamkan matanya, berusaha untuk fokus lagi.
"Kemari nak... Di balik pohon rindang di belakangmu..."
Lantas, ia membuka matanya. Membalikkan badan dan mendapati pohon rindang yang dimaksud. Pohon itu cukup jauh darinya. Dan, kawasan sekitar pohon itu juga terlihat sangat sepi.
Tapi, suara tadi tak membuatnya takut. Justru itu adalah suara yang ia rindukan selama ini.
Dengan semangat yang besar, Eshter pun berlari menuju pohon itu, dan menangkap sosok yang sangat tidak asing baginya.
"Ayah!!!"
"Anakku!"
Eshter segera memeluk sang ayah. Salah satu manusia yang sangat ia rindukan kehadirannya.
Pria bernama Aragonolan itu, melepaskan pelukannya. Ia berdiri di atas lututnya agar bisa mensejajarkan tingginya dengan sang putri. "Maaf ayah baru datang."
"Ayah... Aku sangat merindukanmu..." Eshter mulai menangis.
"Awalnya, ayah sudah berniat untuk segera datang ke bumi dan menemuimu. Ayah juga sangat merindukanmu. Kau tahu? Ayah melihat banyak perubahan darimu, dan itu membuat ayah bangga! Ayah bisa langsung melihat perubahan itu saat kau berlari ke arah sini dan memeluk ayah. Banyak energi positif yang mengelilingimu. Walaupun ayah tidak tahu apa saja yang sudah kau lakukan di bumi, tapi ayah yakin, kau banyak melakukan hal baik. Apakah kau suka tinggal di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A World Of Different Dimensions
Fantasy(Completed) Entah bagaimana bisa, saat terbangun dari tidurnya, seorang wanita dari dimensi lain seperti dimensi negeri dongeng, berada di dalam kamar seorang wanita berparas tampan yg memang hidup di zaman sekarang. Ia jadi harus menyesuaikan diri...