23. Jangan Pergi

1.4K 212 26
                                    

"Eshter..." Sesekali Ava menepuk pelan pipi gadis itu.

Wajah Eshter terlihat sangat pucat. Garis wajahnya nampak sangat lelah. Bagaimana tidak? Energi dan kekuatan Eshter mungkin saja telah terkuras habis diserap oleh setan-setan itu.

"Bangun..." Ava tak kuasa menahan air matanya kala melihat gadis dalam pangkuannya yg tak kunjung sadar. Mata merah menyalanya perlahan kembali pada iris coklat seperti semula. Guratan di wajahnya memperlihatkan bahwa gadis itu sangat bersedih.

Eshter masih bergeming. Ia tak memberikan tanda apapun yg memperlihatkan bahwa dirinya akan bangun.

Tik!

Air mata Ava lolos terjatuh dan mengenai wajah cantik milik Eshter. Gadis itu tak kuasa melihat orang yg dicintainya terkapar lemah tak berdaya seperti ini. Andai dia bisa lebih cepat datang kesini, andai dia tidak membuat Eshter kabur, andai dia tidak mengatakan hal yg membuat Eshter muak, pasti Eshter masih berada di rumah dalam keadaan sehat. Ava rasa, ini semua salahnya.

"Gue minta maaf..."

Entah bagaimana perasaan keluarga Eshter di Sivothin jika tahu putri kerajaan mereka tak mampu Ava jaga dan kini tak akan bangun lagi.

Ava merasa gagal karena tak bisa menjaga Eshter. Tanggung jawab yg sudah ia tekadkan sedari awal untuk terus menjaga Eshter dan tak akan membiarkan seorang pun melukainya, kini gagal dan malah berujung penyesalan.

"Kau seorang putri?"

Mata yg sedari tadi Ava pejamkan karena sudah tak sanggup untuk menatap Eshter, kini perlahan ia buka. "L-lo masih hidup????" Senyuman tak dapat ia tahan. Betapa bahagianya Ava melihat Eshter yg kini sudah membuka matanya.

"Wajahku basah oleh air matamu." Benar. Eshter terbangun sebab tetesan dari air mata Ava. Buliran air itu seperti memberi kehidupan dan energi lagi untuk Eshter.

Ava mengusap kasar pipinya, menghilangkan sisa-sisa air di sana. Ia sangat senang. "Gue kira Lo gak bakal bangun lagi. Gue takut banget kalo Lo beneran meninggal."

Eshter berusaha untuk duduk. Ia melihat ke sekeliling ruangan yg sudah kacau dan hangus terlalap api. Dan barulah saat ini ia tersadar, bahwa tadi dirinya tengah dikelilingi oleh makhluk-makhluk besar. "D-dimana mereka???" Spontan Eshter memeluk Ava dengan sangat erat. Ia ketakutan.

"Lo tenang. Mereka udah pergi. Sekarang Lo aman. Apa ada yg sakit? Kepala Lo pusing gak? Badan Lo masih lemes ya?"

Eshter mengangguk dalam pelukan Ava. "Jangan tinggalkan aku..." Ucapnya diselingi tangisan kecil.

"Gue ada di sini..."

"Maafkan aku..."

"Mending sekarang kita pulang. Lo harus istirahat." Ava melepaskan pelukan Eshter dengan lembut.

Gadis itu kembali menatap Ava tak percaya. "Kau betul-betul seorang putri." Ungkapnya dengan mata yg berbinar.

Ava yg sedari tadi tak menyadari hal ini, akhirnya melihat tubuhnya sendiri dengan perasaan terkejut dan tak percaya. "H-hah???"

"Bagaimana bisa?"

"G-gue juga gak ngerti." Ia masih tak habis pikir. Bagaimana bisa rambut pendeknya tumbuh panjang hanya dalam semalam? Bagaimana bisa baju santainya berubah menjadi gaun hitam yg indah? Tak masuk akal!

"Kurasa ini saatnya untuk bertanya pada nenek."

Ava menatap Eshter sekejap, lalu akhirnya mengangguk.

Baru saja mereka akan berdiri, tiba-tiba Ava merasakan hal aneh ditubuhnya. Eshter yg melihat hal itu semakin tak habis pikir. Pasalnya, rambut Ava perlahan kembali memendek seperti semula. Gaun yg ia kenakan juga perlahan berubah menjadi pakaiannya saat tiba di sini tadi. Dan terakhir, mahkota yg ia kenakan perlahan melebur menjadi abu lalu menghilang.

A World Of Different DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang