BAB 61 [Nadzia Dhiaurrahman]

287 49 4
                                    

Zia, kelak tumbuhlah menjadi perempuan yang mempunyai hati, fisik, dan mental sekuat baja, seperti Bunda-mu. Perempuan yang tetap tegar setelah di beri berbagai macam ujian dari berbagai arah.

Author

****

Happy Reading✨

****

"Zia ...."

"Zia bobo, yu! Udah malam, besok kesiangan lho shalat subuhnya kalau tidurnya kemalaman."

Aiza yang tidak dapat menemukan Zia di ruangan khusus bermainnya itu langsung mengedarkan pandangannya kesekitar. Tak ada satupun orang di ruangan dengan lebar tiga kali tiga meter ini.

"Bun-da ...." Yang tengah di panggil tiba-tiba datang dan memeluknya dari belakang.

"Astagfirullahaladzim!" Aiza yang baru saja menarik handle pintu tiba-tiba di kejutkan dengan lingkaran tangan mungil di pinggangnya.

"Bunda kaget, ya?" gadis kecil itu terkikik saat mendapati ekspresi terkejut yang di tampilkan Bunda-nya.

"Zia, ih! Suka banget kagetin Bunda!"

"Hihi. Maafin Zia ya Bunda."

"Zia dari mana?"

"Dari dapur. Minum kopi sama Abi. Hihi." Gadis itu tertawa kecil di akhir kalimatnya, membuat gigi putihnya yang tersusun rapi itu terlihat jelas.

Aiza mengangguk paham. "Mainannya yang di depan tivi udah di kemasin lagi, belum?"

"Udah Bunda! Tadi kemasinnya sama Mbak Rara dengan Mas Aidan," jawab gadis kecil itu bersemangat.

"Lok kok sama Mas Aidan? Emangnya Mas Aidan nggak belajar?"

"Katanya sudah, Bunda!"

Aiza mengangguk mengerti, lalu meraih tubuh mungil gadis kecil itu ke dalam gendongannya.

"Kok Zia cepet banget ya gedenya! Padahal perasaan baru kemaren deh Bunda keluarin Zia dari dalam perut-nya Bunda. Sekarang udah gede, udah cantik, udah pinter, udah mau sekolah lagi." Aiza menatap gemas anak perempuannya yang kini sudah berusia tiga setengah tahun itu.

Gadis cantik dengan perpaduan wajah Korea dan Indonesia itu terlihat cantik dengan kulit putih bersihnya, surainya yang tumbuh sehat dengan warna hitam legam terurai hingga kebokongnya. Gadis cantik yang di beri nama Nadzia Dhiaurrahman itu tumbuh menjadi anak yang cerdas dan aktif, ia tergolong anak yang mudah bergaul dan tumbuh menjadi pribadi yang humble dan sedikit tomboi. Ia juga suka memasak seperti Bunda-nya dan suka mewarnai.

"Bunda, Mba Rara udah bobo, ya?" tanyanya tiba-tiba.

"Iya, udah bobo. Besok, 'kan Mba Rara harus sekolah."

"Zia, sekolahnya kapan Bunda? Kenapa lama sekali, ya?"

"Sabar, sebentar lagi Zia sekolah, kok. Memangnya Zia udah kepengen banget sekolah ya?"

"Iya, Bunda. Zia mau menulis, Zia mau mewarnai juga."

"Iya, sabar. Nanti pasti Zia sekolah, kok."

"Yaudah kita bobo, ya? Udah malam, lihat tuh, udah mau jam sepuluh, besok shalat subuhnya kesiangan lagi." Ajak Aiza yang di angguki Zia.

Seperti biasa sebelum tidur malam, ada beberapa ritual yang harus di lakukan kedua perempuan dengan perbedaan usia dua puluh tahun lebih itu. Ada kegiatan bersih-bersih, berwudhu, mengganti pakaiannya dengan piyama. Aiza juga membiasakan sebelum tidur ia akan mengajak Zia untuk menceritakan bagaimana dengan harinya, apakah seharian ini ia happy? Atau ada sesuatu yang membuatnya sedih, hal sederhana ini yang membuat keduanya semakin dekat layaknya dua orang sahabat.

Assalamu'alaikum Ketiga ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang