Mafi berlari secepat mungkin agar ia tak bisa lagi melihat bayang-bayang Kalyan dan Tasya, langkah kakinya terus berjalan menyusuri jalanan yang sepi.
Langit sore pun mulai berganti warna menjadi hitam pekat, seolah alam semesta kini tengah merasakan apa yang Mafi rasakan.
Perlahan rintikan air hujan mulai turun membasahi jalanan sepi tersebut, Mafi sama sekali tak peduli dengan cuaca saat ini, ia tetap terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan.
Seragam yang dikenakannya pun sudah membasahi seluruh tubuhnya, tubuh mungil itu mulai menggigil akibat dinginnya air hujan yang terus menerus turun.
Bibir yang semulanya merah muda kini mulai membiru dan bergetar, jari-jari tangannya pun sudah mulai keriput.
Langkah kakinya perlahan mulai tidak stabil, pandangan nya pun mulai mengabur, tubuh nya lunglai dan mengakibat kan Mafi terjatuh.
Dengan segala kesadaran yang Mafi miliki, Mafi berusaha bangkit, namun sayang nya usaha Mafi tidak membuah kan hasil.
Kini Mafi hanya bisa terduduk lemas di jalanan sepi itu, matanya mulai ia pejam kan guna menikmati setiap tetesan air hujan yang menyapa permukaan wajah nya.
Dari kejauhan Mafi bisa mendengar deruan suara motor sport, ingin rasanya Mafi memanggil sang pengendara motor sport itu, tapi Mafi terlalu lemah dan memilih tetap diam.
Kesadarannya perlahan mulai menghilang, mata nya mulai terpejam, indra pendengarannya pun mulai menuli, pandamgan yang semula buram kini mulai menggelap.
Yah, Mafi sudah tidak sadar kan diri.
Ruangan dengan warna putih menjadi objek pertama yang Mafi lihat, bau khas obat-obatan masuk ke indra penciumannya.Mafi mengedar kan pandangannya guna mencari seseorang, namun hasilnya nihil. Di ruangan ini Mafi benar-benar sendiri.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Mafi berusaha bangun dari posisinya. Namun sayanganya ia gagal dan kembali ke posisi semula.
"Gagal gue tabrak, sekarang lo mau mati dengan cara hujan-hujanan?"
"Sinting!" ujar Gibran yang baru saja keluar dari toilet.
Mafi menatap Gibran sengit, pasalnya ucapa yang Gibran lontar kan adalah fitnah. Mafi sama sekali tidak pernah berniat untuk mati konyol seperti itu.
"Gini yah Gibran, pertama, Mafi berdiri ditengah jalan itu untuk berentiin motor Gibran, dan ikut numpang sampe sekolah. Dan yang kedua, atau yang saat ini terjadi itu yah karena... "
"Karena apa?! Udah deh alasan lo gak gue terima" potong Gibran cepat.
Mafi memutar kan bola mata nya malas, kini keduanya sama-sama terdiam. Gibran tengah fokus pada ponsel nya, begitu pun dengan Mafi.
Hening, tak ada obrolan sama sekali.
Sang perawat pun datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, "Ini makanannya jangan lupa dihabiskan yah dek." ucap sang perawat sambil menaruh manpan tersebut di laci.
Mafi hanya membalas dengan anggukan dan senyuman manisnya.
Perawat tersebut pun langsung keluar.
Gibran langsung mengambil nampan tersebut dan mulai duduk disamping Mafi, "Cepetan buka mulut lo!"
Mau tak mau Mafi pun menuruti ucapan Gibran, kini Gibran tengah menyuapi Mafi layaknya seorang ibu pada anaknya.
See u next part, guys👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIYAN [END✔️]
Teen Fiction> Karizyana Rakmafika Wijaya, gadis manja dengan segala keceriannya mampu membuat Wirasana Kalyan Adiputra berada disisinya sedari kecil. Entah bagaimana caranya seorang Kalyan yang dingin hanya bisa bersikap hangat pada keluarganya dan juga Mafi si...