Kejadian di perpustakaan hari ini membuat Kalyan benar-benar merasa tak karuan, pikirannya sedari tadi pun hanya berpacu pada Mafi dan Gibran.
Saat ini ia benar-benar takut kehilangan Mafi, segala pikiran buruk tak henti-hentinya berdatangan. Kalyan sangat bingung harus bersikap bagaimana, nyatanya ada yang tidak beres dengan perasaannya.
Kalyan memutuskan untuk meminum minumannya yang sedari tadi sudah menunggu untuk diminum. Kini ia sedang berada disuatu tempat untuk menunggu seseorang yang ia harap bisa membantu memecahkan masalah ini.
Angin sore yang sedari tadi berhembusan pun menambah kesan damai, setidaknya dengan cara inilah Kalyan bisa sedikit menetralkan pikirannya.
Lima belas menit berlalu, yang ditunggu pun langsung memutuskan duduk dihadapan Kalyan sambil memanggil pelayan guna memesan satu gelas minuman.
Tak ingin berbasa basi lagi, Kalyan pun langsung membuka suara, "Jadi, apa saran lo?" tanya Kalyan.
"Shit! gue baru juga duduk, napas dulu kek gue bentar,"
"Gue gada waktu. Kasih tau sekarang, atau gue balik?!" tutur Kalyan.
Tasya Agnesia Kamila, sosok gadis yang kini tengah duduk dihadapan Kalyan itu pun hanya bisa memutarkan kedua bola matanya malas.
"Ok fine, tapi sebelum itu, gue mau nanya satu hal sama lo."
Kalyan mengangkat sebelah alisnya bingung, "Apa?" tanya Kalyan.
"Lo nganggep Mafi apa?"
"Sahabat," jawab Kalyan cepat.
Lagi-lagi Tasya memutar kedua bola matanya malas, "Ada keraguan di diri lo, kalau lo sendiri bingung sama perasaan lo, apalagi gue yang hanya orang asing?"
"Jadi?"
"Lo tuh Yan, pinter doang dipelajaran, soal ginian sama aja kek yang lain, bego."
"Yang penting masih ada yang bisa gue banggain dari diri gue, lah lo apa?"
Tasya yang mendengar penuturan Kalyan pun langsung menjitak kepala Kalyan, "Mulut lo kalau dah ngomong pedes banget gila, cabe juga kalah pedesnya sama omongan lo Yan."
"Back to topic, please!" ucap Kalyan menghentikan perdebatan kecil itu.
Mau tak mau Tasya pun hanya bisa pasrah mengikuti ucapan Kalyan.
"Jauhi Mafi, dekati gue,"
Kalyan yang mendengar penuturan gila Tasya pun langsung berdiri dari kursinya dan sedikit menjauh, "Sinting lo?!"
Bukannya kesal dengan ucapan Kalyan, Tasya justru terbahak pelan karna melihat reaksi Kalyan yang menurutnya sangat lucu.
Tasya memang menyukai Kalyan, dan Kalyan pun mengetahui hal itu. Namun Tasya bukanlah sosok gadis yang suka mengambil kesempatan dalam kondisi apapun, ucapan yang ia lontarkan tadi memang murni idenya, namun itu hanya semata-mata untuk membantu Kalyan agar bisa memahami perasaannya sendiri.
"Gue belum selesai ngomong Yan," ujar Tasya.
"Ucapan gue tadi itu bukan main-main, but lo jan over thinking dulu sama gue. Jadi kan lo belum tau nih perasaan lo sama Mafi kek gimana, nah maka dari itu lo harus jauhi dia dulu, dan mulai dekati gue. Lo rasain deh perbedaannya gimana, kalau jantung lu lebih berdegup dekat Mafi yah itu artinya lo suka sama dia."
"Kalau jantung gue gak berdegup dekat Mafi, itu tandanya gue mati?!"
Kalyan yang baru saja bertanya, tiba-tiba saja mendapatkan toyoran keras di dahinya.
"Gak gitu konsepnya Jaenudin," ucap Tasya sambil mengontrol emosinya, "Kok bisa yah gue suka sama cowok bego kek lo?!" lanjut Tasya.
Lagi-lagi Kalyan tak mengindahkan ucapan Tasya, "Jadi, gue harus jauhi Mafi berapa lama?" tanya Kalyan.
"Satu minggu!"
See u next part, guys👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIYAN [END✔️]
Teen Fiction> Karizyana Rakmafika Wijaya, gadis manja dengan segala keceriannya mampu membuat Wirasana Kalyan Adiputra berada disisinya sedari kecil. Entah bagaimana caranya seorang Kalyan yang dingin hanya bisa bersikap hangat pada keluarganya dan juga Mafi si...