Mafi tengah memperhatikan Gibran yang sedang membereskan barang-barang Mafi ke dalam tas milik nya, kerena siang ini Mafi sudah di izinkan pulang oleh sang dokter.
Mafi masih tidak percaya bahwa Gibran yang ada dihadapannya saat ini adalah pabrik gajahnya Mafi sebelum Mafi pindah dan mengenal Kalyan.
Bukan tanpa alasan Mafi tidak mengebal Gibran sebelumnya, karena Gibran yang Mafi kenal saat itu sangat jauh berbeda dengan Gibran yang sekarang.
"Ayok pulang, apa lo mau nginep terus-terusan disini?" ucap Gibran.
"Gendong!"
"Kaki lo kalau gak lo gunain, mending disumbangin aja deh fi"
Perkataan sarkas Gibran mampu membuat ke dua bola mata Mafi terbuka sempurna.
"Ya, ya, ya gak gitu juga dong Gibran"
"Ck, cepet naik" ucap Gibran sambil menundukkan badannya, guna mempermudah Mafi naik ke atas punggungnya.
Tanpa banyak bicara lagi Mafi pun langsung saja menyambut punggung Gibran.
Dirasa semuanya sudah selesai, Gibran langsung menggendong Mafi dengan satu tangannya yang menenteng tas sekolah Mafi.
Lagi dan lagi, kini semua mata hanya tertuju pada kedua insan yang sedang menyusuri koridor rumah sakit itu.
"Gi... Gibran, kayanya Mafi mau turun aja deh."
Seolah tuli, Gibran terus melangkah kan kakinya menuju taxi yang sudah dipesannya 10 menit lalu.
"Ck, ngeselin," keluh Mafi sambil membuang napas malas.
"Berisik!"
Sosok laki-laki jangkung yang kini tengah berdiri didepan sebuah bangunan yang berdominan dengan warna putih itu hanya bisa menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Terbesit dihatinya rasa rindu yang sangat membeludak, namun rindu itu hanya bisa ia pendam seorang diri.
Ia terlalu sadar bahwa ini bermula karena kesalahannya.
"Fi, gue kangen sama lo!" ucap nya lirih sekali, dan bersamaan dengan itu hujan turun dari kedua mata indahnya.
Tubuh jangkung yang sedari tadi berdiri dengan tegap pun luruh, Kalyan menangis dengan isakan yang sangat menyakitkan.
Kalyan hancur, benar-benar hancur.
"GOBLOK! LO BENER-BENER GOBLOK BANGET YAN!"
"INI SEMUA SALAH LO, DAN LO EMANG PANTES BUAT DAPETIN INI SEMUA YAN!"
"ARGHH, SIAL!!"
Tak jauh dari tempat Kalyan menangis, terlihat sosok gadis yang kini tengah menahan isakannya juga.
Hati nya hancur ketika melihat sosok yang ia sayangi kini tengah menangis sejadi-jadinya, sungguh ini sangat menyakitkan bagi Mafi.
Mafi menumpahkan segalanya ke dekapan Gibran, ia tak sanggup melihat Kalyan hancur.
Isakannya kini bener-benar mendominasi, bahkan Kalyan yang tadi tengah menutup kedua matanya menggunakan tangannya perlahan langsung membalikkan badannya dan mendapati Mafi yang kini tengah menangis didekapan Gibran.
Pandangan Kalyan dan Gibran saling beradu, entah apa arti pandangan dari keduanya.
"Fi," ucap Kalyan lirih, sangat lirih sekali.
Gadis yang merasa namanya dipanggil itu pun langsung mendongakkan pandangannya kepada sosok yang tadi memanggilnya.
Mata sembab, dan hidung yang memerah menjadi pusat Kalyan 'ah sial, ini semua salah gue! gadis gue hancur gara-gara sikap bodoh gue!' batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIYAN [END✔️]
Teen Fiction> Karizyana Rakmafika Wijaya, gadis manja dengan segala keceriannya mampu membuat Wirasana Kalyan Adiputra berada disisinya sedari kecil. Entah bagaimana caranya seorang Kalyan yang dingin hanya bisa bersikap hangat pada keluarganya dan juga Mafi si...