Setelah Mafi melihat Kalyan dan Tasya dikantin, ia memutuskan untuk pergi dari sana. Dan kini Mafi tengah berada rooftop sekolah.
Pandangannya lurus menatap jalanan siang ini yang cukup padat dengan beberapa kendaraan yang berlalu lalang dijalanan, cuaca siang ini pun tak begitu panas.
Mafi memutuskan untuk menghabiskan jam istirahatnya di rooftop sekolah, ini pertama kalinya Mafi berada disini, itu pun dikarenakan langkah kaki Mafi yang tiba-tiba saja membawanya kesini.
Tubuh mungil Mafi kini sudah terlentang dibawah langit yang cerah, hembusan angin sesekali menerpa kulit mulusnya. Perlahan mata yang tak terlalu sipit itu pun menutup, dan mulai larut dengan suasana yang begitu menenangkan.
Namun, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya. Lihat saja, tiba-tiba sosok Gibran muncul dan dengan seputung rokok yang berada di antara jari tengah dan telunjuknya.
"Jangan curi udara Mafi!"
Bak anak anjing yang penurut, Gibran pun langsung mematikan rokoknya.
"Ngapain disini?" tanya Gibran sambil ikut berabaring di samping Mafi.
"Pengen aja."
Keduanya kini sama-sama terdiam, tidak tahu ingin membahas apa lagi. Hingga akhirnya Gibran membuka suara kembali.
"Lo beneran gak inget gue Fi?"
Mafi mengubah posisinya menjadi terduduk, dan kini melirik Gibran dengan bingung, lalu tak lama Mafi pun menggelengkan kepalanya.
"Gue Gibran, Fi. Pabrik Gajah nya lo!"
Pernyataan Gibran sungguh membuat Mafi tertegun, mata yang awalnya berseri kini mulai mengeluarkan air matanya.
"Ma--- maafin Mafi, Gibran hiks. Maafin karna Mafi pergi ninggalin gibran gitu aja hiks, maafin juga karna Mafi gak bisa inget Gibran hiks... hiks"
"Heh Gajah, lo kok nangis sih. Harusnya kan seneng bisa ketemu gue lagi, gak asik lo mah Fi."
"Huaaa Gibran maafin Mafi hiks,"
Bukannya mereda, tangisan Mafi justru semakin menjadi-jadi. Gibran yang bingung ingin melakukan apa, akhirnya memutuskan untuk mendekap Mafi agar suara tangisan Mafi tak terlalu berisik.
"Stop dong Fi, gue bingung harus ngapain ini."
"Air mata Mafi yang gak mau berhenti Gibran, Mafi gak tau gimana caranya biar berhenti hiks"
"Ok, ok. Lo lakuin apa yang gue omongin yah, pertama tarik nafas lalu buang perlahan, lakuin sampai lo bisa ngendaliin air mata lo sendiri!" saran Gibran.
"Ck, Gibran Mafi tuh lagi nangis bukannya lagi mau lahiran," ucap Mafi sambil menghapus air matanya dan kemudian memukul pundak Gibran dengan sisa-sisa tenaganya.
Sontak Gibran pun merasakan sedikit sakit di pindaknya, "Tuh kan, lo mah aneh Fi. Tadi aja nangis-nangis sambil keluar tuh ingus lo, lah sekarang tiba-tiba aja marah-marah sama gue."
"Ya, ya itu kan salah Gibran sendiri. ngaoain ciba tadi nyuruh Mafi tarik nafas kaya orang yang mau lahiran?!"
"Eh gajah! lo pikir orang tarik nafas cuma buat ibu-ibu yang mau lahiran doang apa?!"
Dengan cepat Mafi pun menggelengkan kepalanya.
"Nah itu lo tau, yaudah sini!" ucap Gibran sambil merentangkan kedua tangannya.
Bukannya menuriti ucapan Gibran, Mafi justru masih berdiri tegak di tempatnya sambil menatap aneh Gibran.
"Lo gak kangen gue Fi?"
"Kangen," jawab Mafi cepat.
"Yaudah sini!"
Dengan gerakan secepat kilat, kini Mafi sudah berada didekapan Gibran, dekapan yang selalu membuatnya nyaman dan terlindungi. Dia Gibran, Sosok teman kecilnya yang ia cari selama ini, dan kini semesta pun mempertemukan mereka berdua.
See u next part, guys👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIYAN [END✔️]
Teen Fiction> Karizyana Rakmafika Wijaya, gadis manja dengan segala keceriannya mampu membuat Wirasana Kalyan Adiputra berada disisinya sedari kecil. Entah bagaimana caranya seorang Kalyan yang dingin hanya bisa bersikap hangat pada keluarganya dan juga Mafi si...