Jika hari senin adalah hari yang sangat ingin dihindari semua orang, maka tidak dengan Adrian. Laki-laki itu malah terlihat sangat bersemangat, karena ini hari pertamanya di sekolah barunya. Dia bahkan sudah bersiap sejak subuh tadi.
Setelah benar-benar siap, Adrian menyambar kunci motornya lalu keluar dari kamarnya, berniat untuk berangkat. Tapi saat melewati ruang makan, Mbak Rena memanggilnya.
"Udah mau berangkat, Yan? Sarapan dulu, yuk," cegat Mbak Rena menghampirinya.
Adrian tak langsung menjawab. Matanya malah tertuju pada Bang Dion yang sama sekali tak mempedulikannya. Dia hanya diam menikmati sarapannya.
Adrian kembali melihat Mbak Rena yang juga sedang memperhatikannya."Eum, nggak usah deh, mbak. Nanti aja aku makan di kantin sekolah." Jawab Adrian setelah lama terdiam.
"Mbak nggak nerima penolakan" ucap Mbak Rena seraya menggiring Adrian agar ikut bergabung di meja makan. Dengan telaten, Mbak Rena mengambilkan Adrian nasi beserta lauknya.
"Eh, udah, Mbak, cukup segitu aja." Ucap Adrian saat Mbak Rena akan menambah lagi nasi ke atas piringnya.
"Mbak itu udah masak, ngapain malah mau makan di kantin sekolah? Ntar makanannya Mbak jadi sisa dong," ucap Mbak Rena.
Adrian jadi tak enak hati. Bukan maksudnya seperti itu, dia hanya tidak enak saja dengan Bang Dion yang terlihat tak suka dengan kehadirannya.
"Hehe.. Maaf, Mbak, nggak maksud gitu. Aku cuman terlalu exited aja tadi mau berangkat sekolah, kan hari pertama, Mbak. Biar langsung kenal sama sekolah," jelas Adrian.
"Iya, Mbak maafin. Makan gih," kata Mbak Rena tersenyum.
Adrian menikmati makanannya. Sesekali dia melirik ke arah Bang Dion yang masih mengabaikan kehadirannya. Banyak pertanyaan di benak Adrian tentang sikap Bang Dion saat ini. Ah, atau mungkin sejak kedatangannya kemarin. Tapi untuk sekarang, Adrian tidak akan bertanya.
Adrian sudah selesai dengan sarapannya. Dia bangkit dari duduknya, berniat mencuci piring bekas makanannya tadi. Itu sudah menjadi kebiasaan Adrian sejak bersama Mamanya dulu. Kata Mama, biar Adrian bisa belajar mandiri, nggak semuanya harus bergantung sama orang lain, seperti cuci piring setelah makan contohnya.
"Eh, mau ngapain, Yan?" Cegah Mbak Rena saat melihat Adrian yang akan mencuci piringnya.
"Udah nggak usah, Yan. Kamu berangkat sekolah aja sana, biar ini Mbak yang cuci, sekalian nanti sama yang lain," Adrian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bukan bermaksud apa, tapi itu sudah jadi kebiasaannya, jadi dia reflek.
"Hehe... Kebiasaan soalnya, Mbak. Ya udah aku berangkat ya, Mbak," pamitnya pada Mbak Rena. Dia beralih ke Bang Dion untuk berpamitan juga.
"Bang, berangkat ya," pamitnya. Tapi Bang Dion hanya diam, sampai Mbak Rena menegurnya.
"Mas, itu Adrian pamitan, mau berangkat sekolah,"
"Hmm," adalah kata yang keluar dari mulut Bang Dion.
"Hati-hati ya, Yan. Nggak usah ngebut-ngebut,"
"Ati-ati, Om Ian!!" Seru Alea melambaikan tangannya pada Adrian, padahal yang dia panggil Om itu masih berdiri di sampingnya. Adrian tersenyum seraya mengelus rambut Alea gemas. Keponakannya yang baru berumur 4 tahun itu memang sangat menggemaskan.
"Siap, Alea!"
Adrian pun berlalu dari sana. Berangkat ke sekolah dengan motor Vixion kesayangannya. Hadiah dari Mamanya dulu, karena dia berhasil mendapat juara umum saat kelulusan SMP. Meskipun bukan baru, Adrian tetap bahagia. Dia tidak harus berangkat dengan angkot lagi.
Dia berjanji akan merawat motor ini dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana & Adrian [Revisi]
Teen Fiction"Dia itu sok kuat. Dia selalu terlihat baik-baik saja, padahal sedang tidak baik-baik saja.."- Alana "Dia itu penakut. Padahal nggak semua hal akan berakhir dengan kehilangan.." - Adrian - Alana & Adrian - Story by : @malussilveltris146 _Cerita ini...