Bagian 13 : Dilema

35 12 1
                                    

"Kak, Bunda mau ngomong bentar, boleh?" Tanya Bunda pada Alana.

Malam itu, Alana tengah disibukkan dengan tugas sekolahnya yang harus dikumpulkan esok hari. Dan di tengah kegiatannya itu, Bunda tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya, berjalan menghampirinya. Bunda lalu duduk di tepi ranjang tidurnya.

"Boleh banget dong, Bund. Mau ngomong apa?" Jawab Alana balas bertanya. Dia menutup sebentar buku tugasnya, lalu menghampiri Bunda dan duduk di sebelahnya.

"Tadi Mamanya Revan nelfon," Bunda menjeda kalimatnya, memperhatikan dengan seksama mimik wajah Alana.
Alana kini terdiam. Senyum yang tadi terbit di wajahnya, kini menghilang dalam sekejap.

Melihat itu, Bunda lalu menggenggam tangan Alana, dan mengelusnya penuh sayang.
"Katanya kangen sama kamu, pengen ketemu." Lanjut Bunda hati-hati.

Alana masih diam, menatap sang Bunda dengan tatapan sendu.
"Bund,"

"Alana sayang, dengerin Bunda. Kamu nggak boleh terus-terusan kayak gini. Revan udah bahagia di sana. Tapi, dia akan lebih bahagia lagi, kalo kamu bisa ikhlasin dia. Jadi Bunda mohon, kamu jangan kayak gini terus, ya. Kamu harus bisa lupain Revan, walaupun Bunda tau, itu sangat sulit." Ucap Bunda penuh kelembutan. Tangannya tergerak untuk menghapus air mata yang entah sejak kapan, sudah mengalir di pipi Alana. Sejenak Bunda kembali diam. Melihat Alana yang kini terisak, membuatnya ikut sedih.

Bunda tidak menyangka jika ternyata putrinya ini masih saja bersedih, meski sudah dua tahun berlalu. Bunda lalu memeluk Alana, mengusap punggungnya, berusaha menenangkan.
"Sayang, maaf kalo Bunda bikin kamu sedih. Tapi, Bunda ngelakuin ini demi kamu. Bunda pengen kamu bahagia, kayak Alana yang dulu Bunda kenal." Kata Bunda disela pelukan mereka. Alana tetap diam, mendengarkan setiap kalimat yang Bunda ucapkan.

Perlahan Bunda melepas pelukannya, melihat putri sulungnya itu dengan tatapan lembutnya.
"Alana yang Bunda kenal itu nggak kayak gini. Dia itu selalu tersenyum cerah, jarang nangis, dan kuat. Sama satu lagi, suka banget jahilin Zidan." Lanjutnya membuat Alana tertegun. Apakah selama ini dia berubah?

"Maafin Alana, Bund." Hanya kata itu yang bisa Alana ucapkan sekarang ini. Dia masih berusaha menetralisir rasa sesak yang menyeruak di dadanya.

"Sayang, kamu nggak salah. Walaupun sejujurnya Bunda sedih, tapi Bunda juga nggak bisa nyalahin kamu. Bunda paham gimana perasaan kamu. Tapi, mulai sekarang Bunda pengen kamu lupain Revan, ikhlasin dia, ya. Supaya kamu juga bisa bahagia." Kata Bunda lagi.

"Selama ini Alana udah nyoba buat lupain Revan, Bund. Tapi, ujung-ujungnya gagal. Sebenernya Alana juga nggak tau, kenapa Alana bisa kayak gini. Alana nggak tau, kenapa Alana nggak bisa move on dari Revan. Alana juga udah capek, Bund." Lirih Alana di akhir kalimatnya.

"Itu karena kamu belum bisa ikhlasin dia. Kamu masih belum terima, kalau kenyataannya Revan udah benar-benar pergi."

"Trus Alana harus gimana, Bund?"

"Kamu jenguk Revan, ya. Kamu selesaiin semuanya di sana. Bunda yakin, setelah itu kamu bisa bener-bener ikhlas nerima kepergian Revan."

"Tapi, Bund-"

"Nggak ada tapi-tapian, sayang. Kamu belum pernah liat tempat peristirahatan terakhir Revan. Dan itu juga salah satu alasan kamu nggak bisa lupain dia, sayang. Jadi sekarang, kamu dengerin apa kata Bunda. Besok kamu jenguk Revan, ya. Dan, temuin Mama Revan juga. Bunda yakin, dia pasti udah kangen banget sama kamu. Karena setelah Revan pergi, kamu nggak pernah lagi main ke sana." Nasihat Bunda. Alana terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk ragu.

Setelah itu, Bunda pun keluar dari kamar Alana. Meninggalkannya yang kini termenung. Dia memikirkan semua perkataan Bunda. Pikirannya kembali ke hari dimana Revan pergi. Dia teringat sepanik apa dirinya saat mendapat kabar jika Revan kecelakaan. Tanpa berpikir panjang, dia langsung pergi ke rumah sakit. Masih dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya. Karena dia memang belum berganti baju. Setelah pulang sekolah, dia malah bergabung dengan Zidan yang tengah bermain game.

Alana & Adrian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang