Bagian 17 : Cantik

36 13 1
                                    

Pagi itu, Alana dan Jelita tengah berada di rumah pohon. Mereka tengah sibuk membolak-balikkan halaman demi halaman dari novel yang kini ada di pangkuan mereka.

Tapi, tiba-tiba Alana menutup novelnya, teringat akan sesuatu.
"Eh, Jel. Lo ntar temenin gue, ya?"

"Kemana?" Tanya Jelita tanpa mengalihkan perhatiannya dari novel.

"Ke rumah Revan."

"Lah? Kemaren-kemaren lo nggak jadi ke sana?" Kali ini atensi Jelita sudah sepenuhnya untuk Alana. Dia menatap sahabatnya itu heran.

"Enggak, Jel. Rencana gue mau ke sana minggu lalu, sehari setelah gue ke makam Revan kemarin, tapi Mama Revan lagi ke luar kota. Lagi ada urusan gitu katanya. Trus, pas giliran udah balik, guenya yang nggak bisa. Gara-gara kemaren tugas kelompok prakarya." Jelas Alana. Jelita hanya manggut-manggut.

"Jam berapa?"

"Siang aja deh. Habis dzuhur otw."

"Oke deh, gue temenin. Itung-itung gantiin waktu itu, yang gue nggak bisa nemenin lo ke makam Revan."

"Ish, masih aja dibahas. Kan gue udah bilang nggak pa-pa. Udah ada temennya juga kan gue?"

"Iya deh, yang ditemenin sama Adrian." Ledek Jelita dengan senyum menyebalkan. Iya, menyebalkan bagi Alana.

"Nggak usah mulai deh, Jel."

"Eh, Lan. Lo beneran nggak ada apa-apa sama dia?"

"Emangnya ada apaan antara gue sama dia?"

"Lah, kenapa malah nanya balik ke gue?"

"Ya lo, tiba-tiba nanya begituan."

"Tapi, kok kayaknya akhir-akhir ini gue sering liat kalian barengan, sih?"

"Apaan? Lo ngelindur ya, Jel? Kapan coba, gue barengan sama dia? Terakhir bareng aja pas pulang dari makam Revan kemarin. Habis itu nggak ada tuh, kita ngobrol berdua."

"Iya kali, ya. Mungkin gue ngelindur."

"Nah, kan. Ngaco lo mah."

"Tapi, Lan. Entah mata gue yang salah, atau emang bener, kalo akhir-akhir ini tuh, si Adrian sering liatin lo."

"Kenapa lagi, sih, Jel?"

"Beneran, Lan. Gue sering mergokin dia lagi liatin lo, kalo kita lagi ngumpul di kantin. Apa jangan-jangan, dia suka sama lo?" Tebak Jelita.

Kening Alana mengerut saat mendengar pernyataan Jelita tentang Adrian.
"Tapi gue nggak ngerasa diliatin sama dia."

"Tapi gue liat dengan mata kepala gue sendiri, Lan. Beneran."

"Ya, mungkin kebetulan aja, Jel. Bisa aja dia lagi liatin yang lain, tapi kesannya kayak lagi ngeliatin gue."

"Hmm.. Iyain aja deh." Jelita menyerah. Cerita masalah laki-laki dengan Alana itu sangat tidak seru. Selalu begini akhirnya. Kepekaan sahabatnya itu sangat minim.

Tapi, sepertinya kali ini sedikit ada kemajuan. Jika dulu, Alana hanya akan mengabaikannya, atau malah berpura-pura tidak mendengarnya. Setidak mau tahu itu Alana tentang kaum Adam, setelah kepergian Revan.

"Eh, tapi ntar pulangnya mampir ke Just Cafe ya, Lan? Mau ketemu bebeb bentar. Ya, yaa.."

"Males ah, Jel. Langsung pulang aja."

"Please, Lan. Masa lo tega, sih, sama gue. Udah dua hari gue nggak ketemu sama bebeb gue. Kangen tauk."

"Ya ketemuan di warung bude Titin lah, Jel. Kan biasanya juga gitu."

Alana & Adrian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang