Bagian 14 : Keputusan

30 13 0
                                    

Jam istirahat kedua Alana duduk sendirian di pojokan kantin. Dia tengah merenung, memikirkan ucapan Bunda tadi malam. Dia masih belum mendapatkan jawabannya. Bahkan sejak pagi dia tidak fokus dengan pembelajaran di kelas. Pikirannya benar-benar sedang kacau.

Sebenarnya, Alana sedang membutuhkan seseorang untuk diajaknya bicara. Dia butuh Jelita, yang memang sudah tahu dengan permasalahannya tentang Revan. Tapi, sayangnya siang itu Jelita sedang sibuk. Dia ditunjuk menjadi perwakilan sekolah untuk ikut olimpiade Bahasa Inggris. Jadilah sekarang Alana sendirian di sini. Menikmati semangkuk bakso dan segelas es jeruk yang dibelinya tadi.

Di sisi lain, Adrian baru sampai di kantin. Dia berniat membeli minuman dingin, lalu setelah itu kembali ke kelasnya. Tapi, saat matanya menangkap sosok Alana yang tengah duduk sendirian, dia tergerak untuk menemaninya.

Dia berjalan menghampiri Alana dengan sebotol minuman dingin di tangannya. Tanpa permisi, dia duduk di hadapan Alana. Tentu saja hal itu membuat Alana terkejut, melotot ke arahnya.

"Sorry ngagetin, Lan." Ucap Adrian merasa bersalah.

"Iya nggak pa-pa, Yan." Jawab Alana lalu melanjutkan makannya.

Adrian masih diam memperhatikan Alana makan, belum berniat membuka suara. Yang diperhatikan pun merasa risih, menatap Adrian dengan tatapan bertanya.

"Ngapain liat-liat?"

"Kayaknya enak banget tuh baksonya." Ucap Adrian tiba-tiba.

"Lo mau?" Tanya Alana menawarkan.

"Emang boleh?" Adrian balik bertanya.

"Ya, boleh. Nih," Kata Alana menyodorkan mangkuk baksonya pada Adrian.

Bukannya menerima, Adrian malah terkekeh.
"Nggak kok, Lan. Aku cuman bercanda." Katanya mendorong mangkuk itu ke hadapan Alana lagi.

Alana menatap heran Adrian yang kini tengah menegak minumannya.

"Kok tumben sendirian, Lan? Biasanya minimal sama Jelita, atau nggak temen kelas lo itu. Kalo nggak salah, namanya Lulu."

"Mereka lagi sibuk. Lo kan tau sendiri si Jelita lagi ngapain sekarang."

"Pantesan. Ya udah, gue temenin deh. Kebetulan lagi nggak ada kegiatan." Kata Adrian yang membuat Alana mengerutkan keningnya.

Tapi pada akhirnya, hanya satu kalimat singkat yang keluar dari mulutnya.
"Terserah lo," katanya.

Tepat setelah Alana selesai mengucapkan itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Alana langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya. Melihat siapakah yang menelponnya.

Mama Revan is calling...

Alana tertegun melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dengan susah payah, dia menelan makanan yang baru selesai dia kunyah.

"Siapa, Lan?" Kepo Adrian.

Cukup lama Alana berpikir, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat panggilan itu. Dia meletakkan jari telunjuknya ke depan bibirnya, mengisyaratkan agar Adrian diam. Adrian hanya mengangguk, menuruti perintah Alana.

"Assalamu'alaikum, Alana," sapa Mama Revan di seberang telepon sana.

"Wa'alaikumussalam, Ma," jawabnya. Setelahnya Alana kembali diam. Meletakkan sendok yang sedari tadi masih digenggamnya, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Mama Revan. Dia bahkan hanya menjawab seadanya, namun tetap sopan.

Di awal, mereka masih membicarakan hal-hal ringan, seperti menanyakan kabar, juga tentang kesibukan dan sekolah Alana.

"Berarti sekarang Alana masih di sekolah, ya? Mama ganggu dong?" Tanya Mama Revan.

Alana & Adrian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang