"Lan, ih! Dari tadi gue ajak ngomong kenapa diem aja, sih?" Kesal Jelita. Karena, seperti yang dia katakan, Alana dari tadi mendiamkannya.
Kini mereka sedang duduk di bawah pohon rindang, di dekat lapangan basket. Mereka baru saja selesai upacara. Dan Jelita langsung menarik Alana agar ikut dengannya duduk di sana. Dengan terpaksa, Alana menurutinya.
"Gue mau ke kelas. Bentar lagi bel." Ucap Alana hendak pergi, tapi langsung dicegah oleh Jelita.
"Tunggu dulu! Gue nggak bakal biarin lo masuk kelas, kalo lo belum jawab pertanyaan gue." Seru Jelita mengapit tangan kanan Alana.
"Apaan, sih? Lepasin nggak!?" Alana berusaha melepaskan tangannya dari apitan Jelita. Tapi, bukannya lepas, malah semakin kencang.
"Nggak!" Tolak Jelita.
"Kok lo ngeselin, sih." Sebal Alana menyerah dengan usahanya yang sia-sia.
"Lo marah, ya, sama gue?"
"Enggak." Jawab Alana singkat.
"Jangan bilang, gara-gara kemaren gue nggak jadi ikut?" Terka Jelita.
"Kan gue udah jelasin, kalo gue itu beneran nganterin Mommy ke pasar, Lan. Soalnya bibi lagi pulang kampung. Ibunya lagi sakit." Ucap Jelita kembali menjelaskan alasannya tidak ikut lari pagi dengan Alana dan Adrian kemarin.
"Harusnya nih ya, Lan. Lo itu berterima kasih sama gue, karena nggak jadi ikut." Jelita kembali berbicara, karena Alana masih diam, tak mau bersuara sedikitpun.
"Kenapa malah terima kasih? Yang ada, marah iya." Akhirnya Alana merespon. Itupun karena dia heran dan penasaran apa maksud ucapan Jelita barusan.
"Karena apa? Karena gue ngasih kesempatan ke kalian buat berduaan. Jadi, kalian bisa makin deket." Ujar Jelita tersenyum bangga.
"Yang ada malah canggung, Maemunah." Geram Alana hampir meraup wajah Jelita saking sebalnya.
"Ya makanya butuh waktu berdua, biar lama-lama terbiasa, trus jadi nggak canggung lagi deh." Ucap Jelita penuh keyakinan.
"Kenapa, sih? Lo ngebet banget ngedeketin sama Adrian?"
"Bukannya gue yang ngebet, Lan. Tapi lo yang nggak pekaan. Apa lo nggak nyadar sama sikap Adrian akhir-akhir ini ke lo gimana? Dia itu suka sama lo, Lan. Percaya deh, sama gue." Ucap Jelita meyakinkan Alana.
"Suka apaan, sih, Jel? Ngaco lo ah."
"Dih. Terserah lo, mau percaya atau enggak. Tapi, gue yakin banget, kalo Adrian itu punya rasa sama lo."
"Apaan, sih? Udah ah. Gue mau ke kelas." Alana pun beranjak pergi dari sana. Disusul Jelita yang berusaha menyamakan langkah dengannya.
Di perjalanannya menuju kelas, Alana diam-diam memikirkan apa yang Jelita katakan.
'Apa bener yang dibilang Jelita? Adrian? suka sama gue?' Batin Alana bertanya-tanya.
"Woi! Malah ngelamun. Udah sampe kelas lo ini, Lan." Seru Jelita menyadarkan Alana.
"Ya udah, gue mau balik ke kelas nih." Sambung Jelita berpamitan. Tapi anehnya, dia tidak langsung pergi. Masih berdiri di depan Alana dengan senyum jahil. Tiba-tiba Alana curiga.
"Lo nggak mau nitip salam buat Adrian, Lan?"
"Lo mau gue timpuk pake sapu, atau pake galon itu, Jel?" Ucap Alana dengan nada mengancam, seraya menunjuk ke arah galon yang berisi air untuk cuci tangan.
"Haha.. Santai, Lan. Bercanda elah. Ya udah, gue ke kelas. Bye!" Kali ini Jelita benar-benar pergi dari sana.
Alana pun masuk ke dalam kelas. Tepat setelah bel pergantian jam berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana & Adrian [Revisi]
Teen Fiction"Dia itu sok kuat. Dia selalu terlihat baik-baik saja, padahal sedang tidak baik-baik saja.."- Alana "Dia itu penakut. Padahal nggak semua hal akan berakhir dengan kehilangan.." - Adrian - Alana & Adrian - Story by : @malussilveltris146 _Cerita ini...