Bagian 18 : Dituduh

32 13 0
                                    

Adrian baru saja sampai di rumahnya, setelah mengantar Alana. Seperti biasa, keadaan rumah selalu sepi saat dia pulang kerja. Mbak Rena dan Alea tentu sudah tidur. Sedangkan Bang Dion, sepertinya dia belum pulang kerja. Karena tadi, Adrian tidak menemukan mobil Abangnya itu di garasi. Mungkin sedang lembur.

Adrian lalu masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu, dia berniat untuk belajar sebentar, mengerjakan PR Geografi yang harusnya dikumpulkan hari selasa kemarin. Tapi, berhubung sekolah libur tiga hari, dikarenakan kakak kelas XII sedang try out, jadilah PR dikumpulkan hari kamis besok ini.

Lima soal Geografi selesai dikerjakannya setelah tiga puluh menit berlalu. Kemudian Adrian bangkit dari duduknya, dan keluar dari kamar. Dia berniat mengambil minum.

Saat hampir sampai di dapur, Adrian dikagetkan dengan suara pintu utama yang tiba-tiba terbuka. Ternyata itu adalah Bang Dion, yang baru pulang dari kantornya.

Adrian mengabaikannya dan melanjutkan niatnya untuk mengambil minum. Setelah selesai, dia pun kembali ke kamarnya. Tapi, suara Bang Dion menghentikannya.

"Gue mau ngomong sama lo." Kata Bang Dion dengan nada dinginnya. Adrian melihat tatapan tak bersahabat dari abangnya itu.

"Mau ngomong apa, Bang?" Tanya Adrian bingung. Pasalnya, dia merasa tidak ada yang perlu dibicarakan antara mereka berdua.

Bang Dion tidak langsung menjawab. Dia malah melihat ke arah lantai atas, seperti memastikan sesuatu.
"Ikut gue." Katanya lalu berjalan ke arah halaman belakang rumah.

Adrian menurut, mengekori Bang Dion dari belakang. Sekarang ini, kebingungannya semakin bertambah. Jika memang ada yang ingin dibicarakan, kenapa harus ke halaman belakang? Kenapa tidak di ruang tamu saja?

Mereka akhirnya sampai di halaman belakang. Tanpa aba-aba ataupun peringatan, Adrian jatuh tersungkur di atas rerumputan akibat pukulan Bang Dion yang tiba-tiba.

"Maksudnya apa ini, Bang?" Tanya Adrian seraya mengusap darah di sudut bibirnya. Baru dia bangun dari jatuhnya, lagi-lagi pukulan mendarat di pipi kirinya. Kali ini dia hanya sedikit limbung, tapi tidak jatuh.

"Bang! Maksudnya apaan, sih? Kenapa tiba-tiba mukul? Salah aku apa?" Tanya Adrian sedikit menaikkan suaranya. Dia mulai hilang kesabaran. Bang Dion hanya diam saja, tidak memberinya penjelasan apapun tentang pukulan yang diterimanya.

"Lo nanya salah lo apa!?" Ucap Bang Dion bertanya dengan teriakan tertahan. Dia tidak mau istri dan anaknya bangun. Dia menarik kerah Adrian, dan menatapnya marah.

"Nggak usah sok nggak tau lo." Sambungnya lagi.

"Tapi emang aku nggak tau, Bang." Jawab Adrian seraya mencoba melepaskan cengkraman Bang Dion di kerahnya. Tapi, bukannya lepas, malah semakin erat.

"Maksud lo ngadu ke Papa apaan, hah!?" Tanya Bang Dion semakin membuat Adrian bingung.

"Ngadu apaan, sih, Bang? Aku nggak ada ngomong apa-apa ke Papa." Kata Adrian membela diri. Bukan membela, tapi kenyataannya memang seperti itu.

"Trus siapa lagi kalo bukan lo!? Lo sengaja bikin Papa marah ke gue, gara-gara nyuruh lo kerja, karena lo dendam sama gue. Iya, kan!?" Tuduh Bang Dion.

"Demi Allah, Bang. Aku nggak pernah ngomong apapun ke Papa. Bahkan hubungin Papa aja nggak pernah. Gimana aku bisa ngadu?"

"Alesan!"

Bugh!

Ketiga kalinya Adrian menerima pukulan di pipinya. Dia merasakan nyeri yang teramat di tulang pipinya. Darah juga terus mengalir di sudut bibirnya. Pukulan Bang Dion benar-benar kuat, rahangnya sampai kebas.

Alana & Adrian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang