Bagian 10 : Kenapa?

33 12 0
                                    

"Lan, lo nggak merasa utang cerita sama gue?" Tanya Jelita pada Alana yang kini tengah fokus membaca novelnya. Ya, sekarang mereka sedang di rumah pohon. Malam ini Jelita akan menginap di rumah Alana.

"Cerita apaan?" Jawab Alana acuh.

"Seriusan lo nggak ngerasa utang cerita sama gue?" Tanya Jelita lagi.
Yang ditanya hanya mengangguk tanpa mengalihkan atensi dari novel di hadapannya.

"Ya Allah, Lan. Asal lo tau aja, ya. Gue udah gatel pengen nagih dari kemaren, tapi sayangnya tugas gue lebih penting. Dan sekarang gue udah free, nih. Jadi gue mau, lo cerita sekarang ke gue." Omel Jelita tiba-tiba.

Alana mengernyit bingung.
"Tunggu deh, Jel. Cerita? Cerita apaan? Lo tuh kebiasaan banget, kalo cerita suka muter-muter. To the point aja bisa nggak, sih?." Kesal Alana. Iya, kesal. Pasalnya Jelita ini mengganggu kegiatan membacanya. Dia jadi tidak fokus.

"Iya, iya. Gue bakal to the point." Kata Jelita lalu mengubah posisinya yang tadi rebahan, menjadi duduk menghadap ke Alana. Dengan terpaksa, Alana menutup novelnya, lalu ikut duduk menghadap Jelita.

"Ya udah, cepet. Gue mau selesaiin baca novel, nih. Tinggal 10 halaman lagi. Nanggung kalo dilanjut besok."

"Jahat banget lo, mah. Gue selalu dicuekin kalo lagi main ke sini."

"Ya, sorry, Jel. You know lah, gue gimana."

"Jelas. Paham banget gue mah. Makanya bisa sesabar ini."

"Ya udah cepetan. Katanya tadi lo mau nyuruh gue cerita. Soal apaan?"

"Soal yang waktu itu lo ke kantin sama Adrian. Kalian ngobrolin apaan, sih? Kepo gue. Kayak, wow aja gitu. Tiba-tiba aja lo mau ngobrol sama Adrian. Padahal setau gue, kalian nggak pernah ngobrol sama sekali." Kepo Jelita.

"Owalah.. Soal itu," Alana sengaja menjeda ucapannya, membuat Jelita menatapnya sebal.

"Nggak ada ngobrol apa-apa, Jel. Kita cuman diem, trus jalan aja ke kantin," lanjutnya.

"Sumpah!?" Tanya Jelita heboh.

"Ya, iya."

"Trus, maksud lo ngomong kalo ada yang mau lo omongin sama dia tu apaan?"

"Nggak ada. Gue cuman males aja, Jel. Soalnya ada si Miko." Jawab Alana santai.

"Lo masih aja ngejauh dari dia? Dia aja udah punya pacar sekarang, Lan. Udah move on dia, dari lo."

"Ya, tetep aja, Jel. Gue terlanjur nggak nyaman." Jawab Alana lagi. Dia lalu kembali mengambil novelnya, melanjutkan kegiatan membacanya yang sempat terhenti tadi.

"Kenapa lo masih aja gini, Lan? Kapan lo bisa berubah? Apa lo nggak capek, bersikap kayak gini terus?" Tanya Jelita serius. Alana hanya diam saja. Dia tahu apa maksud Jelita, sangat tahu. Jadi, dia berusaha mengabaikannya, dan memilih berpura-pura fokus pada novelnya.

"Lan, gue tau lo denger omongan gue." Ucap Jelita lagi. Tapi, Alana masih tetap tak merespon.

"Gue sebagai sahabat lo, cuman mau yang terbaik buat lo, Lan. Gue pengen lo bisa ceria kaya dulu lagi." Meski tak merespon, sedari tadi Alana mendengarkan Jelita. Dan kini dia terdiam. Novel yang ada di tangannya perlahan tertutup. Alana menatap lurus ke depan. Dia menatap sebuah pigura foto dirinya dan Revan yang terpajang di dinding rumah pohon. Perlahan dia bangkit dari duduknya, lalu mengambil pigura itu.

"Lo tau, Jel?" Alana akhirnya buka suara. Matanya masih menatap lekat pigura di tangannya. Dia mengusap foto Revan dengan ibu jarinya.

Jelita tak menjawab pertanyaan Alana. Dia hanya diam, dan ikut memperhatikan foto Alana dan Revan yang sedang tersenyum bahagia.

Alana & Adrian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang