Pagi itu, Alana mengawalinya dengan keributan kecil antara dirinya dan Zidan. Tentunya bukan Alana yang memulainya, melainkan Zidan. Adiknya itu benar-benar menyebalkan.
"Ya Allah, Zidaaaannn!! Ini masih pagi, dan lo udah nyuruh gue ngerjain soal MTK!? Gue masih ngantuk, Dan! Lo kerjain sendiri sana! Perut gue lagi sakit ini, nggak bisa diajak mikir!" Ucap Alana sedikit berteriak. Dia kesal dengan kehadiran Zidan yang sekonyong-konyong masuk ke kamarnya, memintanya untuk mengerjakan soal Matematika. Bukannya Alana tidak bisa mengerjakannya, tapi ini masih pagi buta. Bahkan orang-orang baru saja selesai melaksanakan sholat Subuh. Dia juga masih mengantuk, karena semalam dia tidak bisa tidur. Semalaman dia merasakan sakit yang luar biasa dibagian perutnya, karena dia sedang datang bulan.
"Please, Kak. Bantuin Abang, ya. Pleaseeeee," mohon Zidan pada sang kakak.
"Kenapa nggak tadi malem aja sih? Kan habis dari Alfamart kemaren nggak ada ngapa-ngapain lagi."
"Namanya juga lupa, Kak. Abang beneran nggak inget kalo ada PR. Ya, yaaa. Bantuin Abang, please." Zidan masih berusaha membujuk Alana.
"Minta ajarin Bunda aja sana! Perut gue beneran masih sakit ini! Nggak bisa mikir gue!" Mau tak mau, Alana bangun dari tidurannya. Dia mengusir Zidan keluar dari kamarnya.
"Kak, ih! Dua soal doang ini!! Bantuiiinnnn!!" Teriak Zidan masih tak menyerah. Dia menggedor-gedor pintu kamar Alana, berharap sang kakak mau membukanya kembali, lalu membantunya mengerjakan PR Matematika.
"Zidan, berisiikk!! Nyontek temen lo aja sana!!" Jawab Alana berteriak dari dalam kamarnya. Dia benar-benar tak berniat membukakan pintu kamarnya meskipun Zidan masih menggedor-gedor dari luar sana.
"Kalo nggak mau bantuin, ntar nggak gue tebengin ke sekolahnya!!" Ancam Zidan, berharap cara ini berhasil.
Tapi, dua menit berlalu, pintu kamar itu masih belum terbuka. Bahkan tidak ada sahutan dari dalam sana."Kak, ih! Lo tidur lagi!? Kak!" Masih tidak ada sahutan. Zidan yakin sekali, kakaknya itu benar-benar tidur lagi.
"Ada apa, Bang? Kenapa teriak-teriak gitu, sih? Masih pagi loh ini, nanti Arin kebangun." Tanya Bunda tiba-tiba datang.
"Ini, Bund. Kakak nggak mau bantuin Abang ngerjain PR MTK." Kata Zidan mengadu.
"Kenapa tadi malem nggak dikerjain? Bukannya Bunda udah bilang ke Abang buat cek, ada PR atau enggak?" Tanya Bunda membuat Zidan cemberut.
"Lupa, Bund. Abang ingetnya PR buat hari kamis besok," ucapnya lesu.
"Ya udah, Abang balik ke kamar, kerjain sendiri. Jangan malah gangguin Kakak. Ntar Kakak ngamuk loh." Kata Bunda menyuruh Zidan kembali ke kamarnya. Bunda tahu jika ini sudah tanggalnya Alana datang bulan, makanya Bunda mengatakan demikian. Bunda juga sudah paham kebiasaan Alana jika sedang datang bulan seperti ini. Anaknya itu selalu merasakan kram perut, juga dia akan menjadi emosional. Jadi, untuk mencegah keributan lebih lanjut, Bunda harus bertindak.
"Tapi, Bund. Abang nggak bisa ngerjainnya." Ucap Zidan lagi.
"Emang Abang udah nyoba ngerjain?" Tanya Bunda. Zidan tiba-tiba nyengir, kemudian menggeleng.
"Nah, itu. Abang belum nyoba, tapi udah bilang kalo nggak bisa. Udah, sekarang balik ke kamar, trus kerjain PR-nya. Jangan gangguin Kakak." Zidan menurut. Gagal sudah rencananya untuk memperbudak sang Kakak. Niatnya mabar dengan teman-temannya pun juga gagal.
Zidan adalah definisi adik tak tahu diri yang sebenarnya. Bisa-bisanya dia memiliki niat seperti itu. Dia sepertinya lupa jika Kakaknya itu sedang kedatangan tamu bulanan. Dia harus berterima kasih pada Bunda yang menyuruhnya untuk kembali ke kamarnya. Karena jika dia masih melanjutkan aksinya, sudah dipastikan Alana akan mengamuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana & Adrian [Revisi]
Ficção Adolescente"Dia itu sok kuat. Dia selalu terlihat baik-baik saja, padahal sedang tidak baik-baik saja.."- Alana "Dia itu penakut. Padahal nggak semua hal akan berakhir dengan kehilangan.." - Adrian - Alana & Adrian - Story by : @malussilveltris146 _Cerita ini...