Malam itu, Adrian sedang termenung di kamarnya, merebahkan tubuhnya, dan menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang.
Kejadian sepulang sekolah, membuatnya berpikir cukup keras. Setiap kata yang Bang Dion ucapkan, membuat perasaannya campur aduk.
Flashback on.
Adrian baru saja sampai di rumah. Setelah menyimpan vixion-nya di garasi, Adrian pun masuk.
"Assalamu'alaikum," salamnya setelah membuka pintu. Tak ada sahutan dari siapapun. Jadi, Adrian berpikir, mungkin mereka belum pulang. Adrian yakin, jika saat ini Mbak Rena masih berada di toko bunga miliknya, bersama Alea. Sedangkan Bang Dion, mungkin masih di kantor.
Setelah menutup pintu, Adrian pun berlalu ke kamarnya. Tapi, saat melewati ruang tamu, Adrian dikejutkan dengan kehadiran Bang Dion. Dia tengah duduk, menyenderkan tubuhnya ke sofa, dan tangannya bergerak mengurut pelipisnya.
'Kayaknya lagi ada masalah,' pikir Adrian.
"Bang Dion?" Adrian mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamar, memilih menghampiri Bang Dion yang tidak menghiraukan panggilannya.
"Kenapa, Bang? Sakit?" Tanya Adrian lagi. Tapi, lagi-lagi tak dihiraukan.
"Lagi ada masalah ya, Bang? Mau aku-"
"LO BISA DIEM NGGAK, SIH!?" Bentak Bang Dion membuat Adrian terperanjat kaget.
"Maaf, Bang. Ya udah, aku ke kamar ya, Bang." Adrian memilih kembali ke kamar, karena sepertinya abangnya itu sedang tidak baik-baik saja. Jadi, lebih baik dia pergi dari sana. Dia tidak ingin cari gara-gara.
Tapi, baru tiga langkah, suara Bang Dion kembali terdengar.
"Enak ya, lo. Disaat yang lain kerja, lo malah enak-enakan di rumah," katanya yang terdengar seperti sindiran. Adrian tertegun. Dia lalu berbalik, melihat ke arah Bang Dion yang kini tersenyum sinis.
Dilihatnya Bang Dion bangkit dari duduknya, dan berjalan menghampirinya."Lo itu cuman numpang di sini. Dan lo harus sadar itu." Entah cuma perasaannya saja, atau memang benar, jika sekarang ini Bang Dion menatapnya marah.
"Harusnya lo juga tau, kalo nggak ada yang gratis di dunia ini. Apalagi buat anak haram kayak lo." Ucap Bang Dion dengan penuh penekanan. Tangan Adrian mengepal kuat, menahan gejolak emosinya. Kalimat terakhir yang diucapkan Bang Dion benar-benar menohoknya. Dia tahu itu benar, tapi, apa harus diperjelas?
"Lo paham, kan, apa maksud gue?" Setelah mengatakan itu, Bang Dion pergi dari sana. Meninggalkan Adrian yang masih diam bergeming di tempatnya.
Dan saat itu, Adrian sadar akan satu hal. Bang Dion membencinya.
Flashback off.
Adrian bangun dari rebahannya, lalu meraih ponsel di meja samping tempat tidurnya.
Tangannya dengan lincah menekan beberapa huruf yang ada pada keyboard ponselnya, untuk mencari sesuatu di internet.'Lowongan kerja part time untuk siswa SMA'
Kurang lebih, itulah yang Adrian tulis di laman pencariannya.Iya, dia memang ingin mencari pekerjaan. Ucapan Bang Dion sepulang sekolah tadi, cukup mudah untuk dia tangkap maksudnya. Bang Dion ingin dia bekerja, supaya dia tidak membebaninya. Jadi, inilah yang dia lakukan sekarang. Meng-scroll, kira-kira ada atau tidak tempat yang membutuhkan tenaganya.
Sudah lebih dari dua puluh lowongan pekerjaan yang dia lihat, tapi tidak ada satupun yang sesuai dengannya. Kebanyakan dari mereka mencari pekerja full-time dan juga lebih mengutamakan yang sudah tamat sekolah. Sedangkan yang Adrian butuhkan adalah pekerjaan paruh waktu, yang bisa dia lakukan setelah pulang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana & Adrian [Revisi]
Ficção Adolescente"Dia itu sok kuat. Dia selalu terlihat baik-baik saja, padahal sedang tidak baik-baik saja.."- Alana "Dia itu penakut. Padahal nggak semua hal akan berakhir dengan kehilangan.." - Adrian - Alana & Adrian - Story by : @malussilveltris146 _Cerita ini...