"Aku yang salah
Karena berharap lebih
Aku yang salah
Karena ingin dicintai
Dan kini aku hancur."
Akashi turun dari lantai dua untuk makan malam. Ia pulang lebih awal hari ini karena pekerjaanya telah ia selesaikan dengan baik. Ia yang kini mengambil alih perusahaan ayahnya, mau tidak mau harus bekerja keras untuk membuat bisnis sang ayah tetap stabil bahkan jika perlu mendapatkan kenaikan dalam berbagai bidang.
Sama seperti hari-hari yang telah lalu, Akashi makan malam seorang diri di ruang makan.
"Dimana [Name]?" tanya Akashi, karena setelah ia menampar [Name], tidak pernah satu kali pun ia melihat gadis itu sampai saat ini.
"[Name]-sama ada di kamarnya. Dia masih sibuk dengan lukisannya," jawab Fukuzawa yang memang selalu ada di ruang makan jika majikannya itu sedang makan.
"Apakah dia sudah makan?" tanya Akashi acuh tak acuh. Akashi sadar walau pun pria itu ada di rumah untuk makan malam, [Name] tidak pernah muncul. Gadis itu lebih senang makan di kamar, dan kemungkinan besar itu juga adalah salah Akashi saat gadis itu baru pertama kali datang ke rumah ini.
"Sudah satu minggu sejak dia mengurung dirinya di kamar, [Name]-sama tidak makan teratur. Dia hanya makan sehari sekali ketika ia merasa benar-benar lapar. Makanan yang diantarkan ke kamarnya bahkan jarang dia sentuh, jika pun iya, pasti hanya sedikit," ungkap Fukuzawa, tidak bisa menutupi kekhawatirannya akan nona mudanya itu.
Akashi menghela napas, napsu makannya seketika menghilang.
Tamparan Akashi satu minggu lalu pada gadis itu pastilah berdampak buruk. Pria itu justru takut kalau perbuatan Akashi tersebut akan membuat efek traumatis untuk [Name]. Beruntung karena [Name] tidak memberitahu siapa pun tentang kejadian malam itu, khususnya ayah Akashi. Jika tidak pastilah ayahnya akan menampar Akashi sepuluh kali lipat, itu kemungkinan terbaiknya. Terburuknya, Akashi bahkan tidak sanggup membayangkan.
Akashi bangkit dari duduk, meninggalkan meja makan dan berjalan menuju ke kamar [Name]. Ini pertama kalinya pria berambut merah itu mencari tunangannya, apalagi sampai mendatangi kamar gadis tersebut.
"[Name]?" panggil Akashi seraya mengetuk pintu kamar gadis itu.
Namun tak ada jawaban.
Akashi mengetuk dan memanggil lagi, tapi berkali-kali hasilnya juga sama saja. Seakan di kamar tersebut tidak ada orang. Sampai akhirnya Akashi membuka pintu kamar [Name] saat merasa kalau pintu tersebut tidak dikunci.
Dan di sanalah gadis itu. Duduk di depan lukisan setengah jadi, menumpu kedua tangan pada lutut yang ia tekuk. Salah satu tangannya memegang kuas dan satunya memegang palet tanpa ada niat menggunakannya.
Bisa Akashi lihat telinga gadis itu tersumpal headset, gema lagu samar-samar terdengar dari benda tersebut. Alasan logis bagi [Name] yang tidak menjawab panggilan Akashi sejak tadi.
"Akashi-san?" [Name] terkejut mendapati Akashi ketika pria itu melepaskan sebelah headset di telinga sang gadis.
Dahi Akashi mengerut dalam saat ia melihat tunangannya terlihat lebih kurus, bahkan tulang pipinya kini lebih menonjol. Wajah gadis itu pun pucat, kantung mata menghitam, dan rambut yang diikat asal. Mengenakan kaos lusuh dan juga celana joging.
Akashi tidak pernah melihat [Name] seperti ini. Pria itu sudah mengenal [Name] sejak lama mengingat ia adalah adik dari sahabat baiknya, Shintarou. Dan dari yang Akashi tahu kalau [Name] orang yang sangat memperhatikan kerapian diri. Tapi sekarang, gadis itu seperti tidak peduli dengan dirinya sendiri.
"Mau sampai kapan kau mengurung diri di kamar dan tidak makan?" celetuk Akashi.
[Name] membuang napas berat, seakan mengatakan 'jangan lagi'. "Aku sedang sibuk," jawab [Name] singkat, mengalihkan pandangannya kembali ke lukisan di depan.
"Sudah satu minggu kau seperti ini. Jika kau sakit, kau pikir siapa yang dimarahi oleh ayahku? Kenapa kau suka sekali mencari-cari masalah?" kata Akashi yang lagi-lagi menggunakan nada kasar.
"Berisik!" seru [Name] kesal. Gadis itu memandang Akashi, pandangan marah karena diganggu dengan tatapan kelelahan.
"Kau melawanku?" Akashi tidak terima ada orang yang meninggikan suara kepadanya. "Berani sekali kau melawanku, [Name]!"
"ARGH! Tidak bisakah kau tinggalkan aku sendiri?! Kau bahkan tidak ingin berurusan denganku tapi kenapa selalu marah padaku?! Tinggalkan aku sendiri, Akashi!" seru [Name] melemparkan palet dan kuas yang ia pegang ke lukisan setengah jadi miliknya.
Akashi terdiam saat melihat tingkah [Name] yang berubah. Gadis itu terlihat kacau di mata Akashi sekarang, tampak aneh dengan gelagat tak biasanya.
"ARGH!!" erang [Name], memegangi kepala dan juga dadanya. Pikiran gadis itu mulai hilang kendali, ia mulai kesulitan bernapas sekarang.
"[Name]?" Akashi mulai panik ketika melihat tingkah gadis itu tidak tampak baik. "Kau kenapa? Kau baik-baik saja?" tanya Akashi, cemas dengan [Name] yang masih kesulitan bernapas.
Gadis itu mengabaikan ucapan Akashi. Ia berjalan ke meja di samping tempat tidur. [Name] membuka laci kedua, merogoh ke dalam untuk mencari sesuatu. Begitu menemukan yang dicari, cepat-cepat [Name] mengambilnya, berusaha membuka tutup dari botol yang berisi obat.
"Biar kubantu." Akashi mengambil botol tersebut dari tangan [Name] saat ia melihat gadis itu kesulitan membukanya.
[Name] mengambil botol yang telah terbuka dari Akashi, mengeluarkan dua pil putih ke tangan, sebelum gadis itu memasukannya ke mulut.
Mungkin karena panik melihat keadaan [Name], Akashi membantu gadis itu. Memberikan air minum untuk membantu sang gadis menelan obatnya, dan mengambil botol tadi dari tangan [Name] agar tidak jatuh dan tumpah ke lantai.
Mata Akashi melebar saat ia membaca tulisan pada botol tersebut. Akashi bukan orang bodoh yang tidak tahu apa yang sedang ia baca. Bahkan jantung pria itu seperti melompat keluar saat ia melihat tulisan di botol tersebut.
Selective Serotonin
"Sejak kapan kau minum obat ini [Name]?" tanya Akashi menatap [Name] luar biasa terkejut. Dua kata dari botol itu menjelaskan obat apa yang gadis konsumsi barusan.
Gadis itu tak menjawab. [Name] merebut botol obat tersebut, berusaha untuk bernapas secara normal. Kepalanya sakit sekarang, dan [Name] tidak ingin bertengkar atau apa pun itu dengan Akashi saat ini.
"Kumohon keluar. Biarkan aku sendiri. Biarkan aku istirahat," pinta [Name] yang terdengar seperti memohon.
Kali ini Akashi mendengarkan permintaan gadis itu. Ia tidak ingin melihat [Name] sampai seperti tadi, kehilangan kendali karena sikap kasar Akashi.
To be continue...
Note!
Aku update satu chapter aja minggu ini, sambil nungguin reader ramai bermunculan ╮(╯3╰)╭
Bay bay
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfiction"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...