"Kuharap ini semua sekedar mimpi
Kuharap ini semua tidak nyata
Setiap rasa sakit
Setiap penderitaan
Bolehkah aku berharap
Walau kutahu tak ada gunanya."
Ini hari ke empat setelah kejadian besar antara [Name] dan sang kakek. Selama empat hari gadis itu harus berusaha keras tetap dalam keadaan waras selama ia dikurung di dalam ruangan gelap dan apek. Ia berusaha keras agar dirinya tidak hilang kendali dan menggila, hingga semua orang tahu tentang kelemahan gadis itu.
Beruntung selama empat hari itu ada Shintarou yang diam-diam menemni [Name] dari matahari terbit hingga terbit lagi. Pria berkacamata itu tidak pernah meninggalkan [Name], bahkan ketika orang-orang di kediaman sang kakek melihat Shintarou, mereka hanya diam karena Shintarou yang meminta. Dan kabar baiknya orang-orang di kediaman tersebut tutup mulut tentang keberadaan Shintarou yang menemani adiknya yang terkurung. Bahkan salah satu pelayan kediaman tersebut berbaik hati memberi tahu Shintarou ketika sang kakek datang untuk memastikan keadaan [Name].
Ketika gadis itu akhirnya di keluarkan oleh sang kakek. Shintarou nyaris ingin melayangkan tinjunya kepada sang kakek jika saja kepala pelayan kediaman Midorima tidak menahan Shintarou. Kepala pelayan tersebutlah yang menjadi satu-satunya peringan bagi penderitaan sang gadis selama tinggal di kediaman tersebut. Diam-diam memerhatikan [Name], menolongnya walau hanya hal kecil. Tentu kepala pelayan tersebut tahu kalau akan berbahaya bagi Shintarou jika melawan sang kakek.
"Bersihkan tubuhmu, baru kau boleh kembali ke kediaman Akashi. Dan selama di sana pastikan untuk tidak berulah, dan lakukan tugasmu dengan benar. Jika tidak hukumanmu akan lebih berat lagi nantim," perintah sang kakek.
"Baik," jawab [Name] dengan suara parau dan lemah.
Sang kakek pergi begitu saja, benar-benar tidak peduli akan cucu perempuan yang kini terlihat luar biasa kacau dan menyedihkan.
"[Name]?!" Shintarou yang melihat kakeknya telah tidak ada, langsung bergegas mendekati sang adik.
"Shintarou-Niisan?" [Name] terkejut ketika kakaknya memeluk gadis itu tiba-tiba, begitu erat seolah Shintarou tidak ingin melepaskan sang adik walau sebentar.
"Gomen, gomen yo," ucap Shintarou yang seperti berbisik. Jantungnya benar-benar tidak kuat ketika ia melihat keadaan sang adik yang kacau balau.
"Mou, kau sudah mengatakan hal itu selama empat hari ini tanpa henti. Kenapa kau tiba-tiba terlihat lemah seperti ini? Tidak cocok sama sekali denganmu, Nii-san," ucap [Name] dengan suara pelan, lembut, seraya mengusap punggung sang kakak untuk menenangkannya.
Shintarou melepaskan pelukannya, melihat langsung wajah adiknya. Ah, pria itu benar-benar seperti ini menangis sekarang ketika mendapati bagaimana paras [Name] saat ini. Tulang pipi terlihat jelas, pucat, kantung mata hitam, dan lemah. Yang membuat Shintarou ingin menangis bukan semua hal itu, melainkan justru adiknya masih bisa tersenyum dengan lembut dan kuat untuk menenangkan Shintarou.
"Arigatou, Kuruyama-san," ucap [Name] tulus kepada kepala pelayan kediaman Midorima saat pria paruh baya itu membantu [Name] berjalan ke ruangan gadis itu.
"Douitashimashita, [Name]-sama," balas Kuruyama dengan senyum dan tatapan hangat yang selalu gadis itu suka sejak dulu. Satu-satunya orang yang berani membantu sang gadis ketika [Name] dalam kesulitan.
Kuruyama langsung memanggil dokter pribadi keluarga Midorima ketika [Name] sudah berada di kamarnya dan membersihkan diri.
Sang dokter terkejut setengah mati ketika ia melihat kondisi [Name] kali ini, terlebih dengan luka-luka di punggung dan tubuh gadis itu. Begitu selesai memeriksa dan mengobati [Name], sang dokter tanpa gadis itu tahu, bicara dengan Kuruyama dan Shintarou perihal kondisi gadis itu hari ini.
Wajah Shintarou muram ketika dokter sepertinya memberitahu sesuatu untuk pria itu lakukan. Karena biasanya setiap dokter yang melihat kasus seperti yang gadis itu alami, pasti tidak akan tinggal diam. Karena mereka sudah disumpah untuk menyelamatkan, bukan mengabaikan.
Kuruyama dan Shintarou membiarkan [Name] istirahat dengan benar ketika gadis itu tertidur setelah minum obat. Dan saat itu, Shintarou mencari tahu semuanya tentang [Name] selama tinggal di rumah besar ini dari Kuruyama. Setiap cerita yang Kuruyama sampaikan perihal gadis itu, setiap kali itu pula Shintarou terkejut. Ia geram, kesal baik pada kakeknya maupun dirinya yang tidak tahu apa-apa.
"Ini bukan salahmu jika kau tidak tahu apa-apa, Shintarou-sama. Karena perlakuan kasar itu memang tidak banyak yang tahu, Beliau menutupinya dengan baik. Bahkan para pelayan di rumah ini tidak ada yang berani buka suara, karena ancaman sang tetua Midorima itu bukan hanya omong kosong," ucap Kuruyama untuk menenangkan Shintarou.
"Nii-san? Shintarou-Niisan?" panggil [Name] ketika ia bangun dari tidurnya.
Shintarou yang mendengar suara adiknya memanggil langsung berlari menuju kamar [Name]. Sejak ia melihat yang terjadi pada adiknya, sikap Shintarou berubah seratus delapan puluh derajat.
"Aku di sini. Ada apa? Butuh sesuatu? Ah, kau belum makan, sebaiknya makan dulu," kata Shintarou buru-buru, bahkan langsung meninggalkan kamar [Name] untuk mengambil makanan.
[Name] terkejut ketika melihat sikap kakaknya. Gadis itu hanya diam menunggu Shintarou kembali. Rasanya aneh melihat kakaknya kembali bersikap seperti dulu, ada perasaan senang dalam hati gadis itu. Seakan perilaku kasar kakeknya empat hari lalu bisa terobati dengan kembalinya sang kakak ke sisi gadis itu. Dan itu sudah lebih dari cukup.
To be continue....
Note!
Gimana ceritanya sampe sini, sudah merasa yang aneh aneh?
Saya harap kokoro kalian biasa aja ya.. (・∀・)Ditunggu kelanjutan chapternya minggu depan...
Bay bay ヽ(´▽`)/
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfiction"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...