"Ada saat dimana aku mengabaikanmu
Bukan karena membenci
Namun hanya karena iri
Bahwa kau bebas
Di saat aku terikat."
Midorima Shintarou, hari ini ia harus terpaksa datang ke kediaman Midorima tempat kakeknya berada. Orang tuanya memaksa pria itu untuk memberikan sebuah berkas yang diminta sang kakek. Berhubung ke dua orang tuanya sedang sibuk, mau tak mau Shintarou yang mengantarkannya. Jujur saja ia enggan datang ke tempat kakeknya ini. Ia benci atmosfer di rumah besar tersebut.
Langkah Shintarou terhenti saat ia mendengar suara yang ia kenal. Pria itu menghela napas panjang saat menduga bahwa [Name] ada di ruang kerja kakeknya. Sejak dulu Shintarou tidak pernah mau berada satu ruangan dengan sang kakek jika ada [Name]. Karena kakeknya pasti akan memojokan Shintarou dan membanggakan [Name]. Menyuruh Shintarou harus meniru adiknya dan juga segala prestasinya. Shintarou benci itu.
Perhatian Shintarou kini berubah ketika ia mendengar nada suara [Name] yang aneh, dan juga suara gelegar sang kakek yang tampak marah.
Shintarou tersentak ketika ia tidak sengaja melihat apa yang terjadi di ruang kerja kakeknya dari sela pintu geser yang terbuka. Pria itu seperti kehilangan suara dan tenaga ketika ia melihat [Name] ditampar dengan keras oleh si kakek.
Tak hanya itu, lagi-lagi Shintarou dikejutkan ketika melihat kakeknya memukuli [Name] dengan rotan. Ia tidak pernah menyangka kalau kakeknya akan berlaku kasar pada [Name] yang selalu ia banggakan ke semua orang. Padahal selama ini Shintarou selalu tahu kalau [Name] diperlakukan bak puteri raja oleh orang-orang di kediaman kakeknya ini. Terutama karena [Name] sejak kecil tinggal di sini.
"[Name]?!" Shintarou spontan memanggil dan mengikuti gadis itu ketika [Name] ditarik paksa ke bagian belakang rumah.
Shintarou tak habis pikir kalau [Name] sampai diperlakukan seperti itu. Ini pertama kalinya ia melihat [Name] menangis sambil memohon. Wajah gadis itu ketakutan, seolah bekas pukulan rotan tadi tidak dirasa oleh [Name] karena rasa takutnya.
Tak sampai di situ saja, Midorima Shintarou dibuat lebih terkejut ketika kakeknya sekarang justru mengurung [Name] di sebuah ruangan yang Shintarou tahu jelas itu adalah gudang tak terpakai.
Kaki pria berkacamata itu langsung melangkah ke depan pintu gudang ketika sang kakek sudah pergi.
"[Name]?" panggil Shintarou. Ah, entah sejak kapan terakhir pria itu memanggil nama adiknya dengan nada lembut pula.
"Shintarou-san?" sahut [Name], ada keterkejutan dalam suaranya saat ia mengenali suara yang memanggil namanya dari luar.
Ada perasaan tak nyaman ketika [Name] memanggil Shintarou seperti itu. Kapan terakhir kali [Name] memanggilnya dengan sebutan 'kakak', rasanya sudah lama sekali.
"Sejak kapan kau diperlakukan seperti ini?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Shintarou, seakan itu adalah pertanyaan paling penting yang memang harus ia tanyakan.
"Kau melihatnya?" tanya [Name] terdengar tak senang dengan pertanyaannya sendiri.
"Semuanya," jawab Shintarou jujur. Nada pria itu terdengar pelan, masih tak percaya dengan segala yang matanya lihat tadi.
"Pergilah. Ini bukan urusanmu," kata [Name] dingin.
"Tidak. Aku akan mengeluarkanmu dari sini. Kau terluka, tidak mungkin kau berada di dalam untuk waktu lama!" Shintarou mulai kehilangan ketenangannya. Bayangan bagaimana kakeknya memerlakukan [Name], membuat pria itu tak tenang.
"Tidak perlu. Jangan libatkan dirimu dengan kakek jika tidak ingin bernasib sama sepertiku. Jalani saja hidup yang sudah kau jalani selama ini. Abaikan aku seperti biasanya," ujar [Name] yang sekarang terdengar putus asa.
"Bagaimana aku bisa mengabaikanmu setelah melihat semuanya tadi?! Kau manusia, bukan binatang yang boleh diperlakukan seperti itu!" seru Shintarou tak suka dengan [Name] yang pasrah sekarang.
"Aku sudah biasa. Jadi pergilah," sahut [Name] seolah tak acuh dengan ucapan Shintarou.
"Aku akan bicara dengan kakek agar melepaskanmu," kata Shintarou penuh tekad.
"JANGAN!" seru [Name] dari dalam, terdengar panik sekarang.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu di dalam, hah?!"
"Kumohon jangan bicara dengan kakek. Kumohon jangan. Aku tidak ingin sampai kau harus berhadapan dengan amarahnya. Aku yang paling tahu apa akibatnya jika menentang kakek. Kumohon jangan bicara padanya, abaikan dia, abaikan saja aku seperti sebelumnya. Jangan berusaha masuk ke dunia-ku. Kumohon jangan," [Name] memohon, terdengar seperti akan menangis ketika mengatakan hal itu pada kakaknya.
Shintarou menjatuhkan dirinya hingga berlutut, menempelkan dahinya pada pintu gudang tersebut, seakan ia ingin memangkas jaraknya dengan [Name]. "Imotou yo, maafkan aku. Maafkan aku karena tidak tahu apa pun yang terjadi padamu. Aku pikir kau diperlakukan sangat baik di sini. Kukira kakek sangat memanjakanmu. Maafkanku karena kau harus merasakan perlakuan seperti itu selama ini, dan aku justru membiarkanmu sendirian," ucapnya lirih.
Tak ada jawaban apa pun dari [Name].
Di balik pintu itu, [Name] justru menangis hebat. Banyak perasaan bercampur aduk dalam dirinya. Ketakutan berada di ruangan yang menjadi mimpi buruk gadis itu, miris akan nasibnya, segala perasaan buruk bergumul menekan gadis itu. Namun ucapan Shintarou barusan yang menjadi alasan terbesar gadis itu menangis hebat. Ada perasaan senang ketika pria berkacamata itu kembali mengakui [Name] sebagai adiknya. Seakan dinding tak kasat mata yang terbentuk di antara mereka berdua lenyap sudah.
To be continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfic"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...