"Kuharap kau akan melihatku
Seperti bagaimana aku melihatmu
Walau aku tahu
Tak ada gunanya berharap."
Midorima [Name], lahir sebagai putri bungsu di keluarga tersebut. Salah satu keluarga yang memiliki nama termasyur sejak zaman Edo, khususnya dalam hal kedokteran. Pernah dengar kalau anak bungsu itu menjadi kesayangan keluarganya? Tampaknya hal itu tidak berlaku untuk [Name]. Aturan keluarga yang ketat membuat [Name] harus menjalani aturan itu dengan sempurna. Salah sedikit maka gadis itu akan menerima akibatnya.
Kedua orang tuanya sibuk bekerja, tak pernah satu kali pun memberikan afeksi sayang untuk gadis itu. Bagi orang tuanya, afeksi sayang tidak diperlukan dari mereka mengingat anak-anak mereka sudah memiliki pengasuh yang akan merawatnya. Kakek [Name]-lah yang menggembleng para pewaris keluarganya dengan segala aturannya yang ketat.
Tak peduli jika gadis itu menangis saat masih menginjak usia lima tahun, keluarga itu tetap mengutamakan aturannya. Bahkan gadis itu tidak diperbolehkan menangis, atau mengeluh atas masalah aturan tersebut.
Satu-satunya yang memberikan afeksi sayang pada [Name] hanyalah kakaknya, Shintarou. Kakaknya menemani [Name] dan menyayangi gadis itu, walau hal tersebut pun tidak bertahan lama. Ketika [Name] berusia sebelas tahun, tepat ketika Shintarou masuk SMP, kakaknya tak lagi memberikan kasih sayangnya untuk sang adik. Bahkan Shintarou cenderung mengabaikan [Name] sama seperti yang orang tuanya lakukan.
Sampai gadis itu tumbuh layaknya seorang putri yang memiliki banyak aturan hidup, dan juga tidak adanya kebebasan dalam menjalani hidup, termasuk tentang masa depan dan juga jodohnya.
"[Name]-sama?" suara yang masuk ke dalam pendengaran gadis itu membuat kelopak mata [Name] terbuka.
"Apakah sudah sampai?" tanya [Name], tidak sadar sejak kapan ia tertidur ketika mobil yang ia tumpangi melaju dengan deru pelan.
"Benar, kita sudah sampai," konfirmasi pria yang merupakan pelayan kakeknya.
[Name] melangkah ke luar ketika pintu mobil di sampingnya terbuka. Tak lupa gadis itu mengucapkan terima kasih kepada supir yang membukakan pintu.
Pandangan sendu tampak di wajah [Name], ia meremas sedikit pakaiannya ketika perasaannya tidak suka dengan rencana kakeknya dan juga ayah Akashi.
"[Name]-sama, Anda sudah datang. Silahkan, biar saya antar Anda ke ruangan Anda," sapa pelayan yang cukup tua namun masih tampak gagah, seolah usianya tidak menutupi kharismanya.
"Terima kasih," ucap [Name] lembut.
Gadis itu mengikuti pelayan tersebut. Masuk ke rumah besar yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai saat ini. Rencana dua belah pihak keluarga agar [Name] dan juga Seijurou jadi lebih dekat sebelum pernikahan mereka tahun depan.
Ada cukup banyak pelayan di kediaman Akashi, menunjukan betapa kayanya keluarga tersebut.
"Seijurou-sama, [Name]-sama sudah datang dan mulai hari ini dia akan tinggal di sini," ucap pelayan yang mengantar [Name], membuat gadis itu terkejut karena tiba-tiba nama tersebut terdengar, terlebih lagi sosok yang disebutkan ada tak jauh dari [Name] sekarang.
"Seijurou-san, senang bertemu denganmu. Mulai hari ini mohon bantuannya," ucap [Name] seraya membungkukan setengah badannya untuk memberi hormat.
Tak ada balasan yang terdengar dari pria itu, justru langkah kaki yang pergi menjauh menjawab sapaan gadis tersebut. Bukan hal asing untuk gadis itu.
[Name] menjatuhkan dirinya di atas kasur ketika ia tiba di kamar dan pelayan pergi. Belum apa-apa ia sudah merasa sangat lelah. Jika boleh jujur ia tidak ingin berada di rumah ini.
"Baik di sana atau pun di sini sama saja," keluh [Name] dengan nada pelan. Pikirannya menerawang jauh, mencoba menghilangkan apa yang baru saja ia dapatkan dari sikap dingin tunangannya.
Beberapa menit [Name] pada posisi yang sama, sesuatu yang berisik dari luar membuatnya bangkit dari tempat tidur. Gadis itu berjalan menuju pintu ketika ia mendengar suara seperti orang sedang bertengkar.
"....tapi kenapa kamar gadis itu harus ditempatkan di samping kamarku?!"
Suara yang [Name] kenal langsung menghentikan tangan gadis tersebut di gagang pintu, urung diri untuk membukanya.
"Tapi itu perintah ayah Anda, Sejurou-sama," bantah pelayan tua yang [Name] tidak tahu namanya itu.
"Aku tidak mau tahu, pindahkan dia ke kamar lain. Aku sudah muak hanya dengan menjadi tunangannya, jangan buat aku bertambah muak karena harus sering melihat wajahnya. Pindahkan dia ke kamar kedua untuk tamu," gerutu Akashi dengan perintah yang tak ingin dibantah sama sekali.
Langkah berat terdengar, yang diikuti suara bantingan pintu di kamar sebelah.
[Name] membeku di tempat setelah mendengar ucapan Akashi barusan. Cairan hangat sudah melunjur turun tanpa gadis itu sadari. Ucapan penuh kebencian Akashi terus terngiang di kepala gadis itu.
"[Name]-sama?" suara ketukan pintu terdengar.
Sepertinya gadis itu akan dipindahkan sesuai perintah dari Akashi tadi.
Buru-buru, [Name] menghapus air matanya. Senyum lembut dengan cepat gadis itu pasang, ia sudah terlatih dengan baik untuk hal itu.
"Ada apa?" tanya [Name] saat ia membuka pintu.
"Mohon maaf yang sebesarnya. Tapi saya harus memindahkan kamar Anda," kata pelayan tua tersebut dengan raut wajah penuh sesal dan sedih.
"Tidak masalah." Yah, tidak masalah bagi gadis itu. Justru akan lebih baik jika ia tidak terlalu dekat dengan Akashi, sehingga pria itu tidak terganggu dengan kehadiran [Name].
[Name] kembali berjalan mengitari rumah. Kali ini ia dibawa ke lantai bawah kalau sebelumnya kamar [Name] berada di lantai dua.
Kamar gadis itu berada di bagian belakang rumah, cukup jauh dari kamar sebelumnya. Namun gadis itu menyukainya. Kamarnya yang sekarang luasnya hanya setengah dari kamar sebelumnya di lantai dua. Tidak terlalu besar.
Perabotan yang ada pun cukup sederhana. Hanya ada tempat tidur, lemari pakaian, dan meja serta kursi yang ditata serapi mungkin dan juga sangat bersih. [Name] jauh lebih menyukai kamarnya yang ini, lebih sepi dan juga nyaman.
Lagi pula [Name] bukanlah seorang putri yang harus berada di kamar mewah di lantai dua itu. Ia hanya ingin menjadi gadis biasa, setidaknya di kamarnya ini saja.
To be continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfic"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...