13. TENGGELAM

1.4K 212 7
                                    

"Aku begitu mengagumimu

Begitu terpesona padamu

Hingga sampai di titik

Dimana aku harus berpaling darimu

Dimana aku menyerah terhadapmu."




Shintarou mengulurkan tangannya setelah membuka pintu mobil dimana adiknya hendak keluar. Seulas senyum kini selalu terpasang di wajah pria berkacamata itu untuk [Name]. Berharap kalau hal kecil itu bisa menyenangkan sang adik walau hanya sedikit. Walau Shintarou tidak bisa menutupi perasaannya ketika ia menggenggam tangan sang adik yang amat sangat kurus. Seolah jika pria itu pegang kuat sedikit saja maka akan hancur.

"Nii-san?" [Name] heran ketika sang kakak tidak juga melepaskan tangannya walau gadis itu sudah berada di depan pintu rumah kediaman Akashi.

"Bagaimana jika kita pergi dan tinggal berdua saja? Kau tinggal katakan ingin menetap dimana, aku akan mencarikan tempat," kata Midorima dengan wajah memelas, tak ingin melepaskan adiknya walau itu ke rumah Akashi sekali pun. Karena ia yang paling tahu bagaimana sikap Akashi terhadap sang adik.

"Aku tidak bisa membuatmu dalam masalah karenaku. Aku yang paling tahu apa yang akan terjadi jika melawan kakek. Aku tidak ingin Nii-san bernasib sama denganku. Shintarou-Niisan yang mengkhawatirkanku seperti ini saja sudah cukup untukku," [Name] berkata dengan nada lembut, namun terselip keputusasaan dalam setiap katanya.

Shintarou memeluk adiknya erat, merasa dirinya pecundang yang tidak bisa melakukan apa-apa untuk melepaskan sang adik dari lingkaran setan.

"Terima kasih karena tidak memberitahukan apa pun tentang masalah ini pada Akashi," ucap [Name] pelan. Seakan ia merasa sesuatu menusuk dadanya saat menyebut nama pria yang menjadi tunangannya.

"Kau yakin tidak ingin memberitahunya?" tanya Shintarou, berharap kalau Akashi akan bersikap lebih baik pada [Name] jika pria itu tahu keadaan sang gadis.

"Tidak perlu, tidak ada gunanya juga. Kau yang paling dekat dengannya jadi kau pasti tahu sebesar apa kebencian Akashi padaku," jawab [Name] dengan suara memelan di akhir, menyadari kalau kisah hidup gadis itu bukanlah seperti dalam cerita novel. Dimana sang tokoh utama pria akan melembutkan hatinya ketika tahu sang tokoh utama perempuannya tersakiti. Bukan, gadis itu bukanlah protagonis dalam hidup Akashi, justri bagi pria itu [Name] adalah sang antagonis yang menghalangi jalan pria itu.

"Beritahu aku jika terjadi sesuatu, atau bahkan ketika kau ingin mengobrol dengan seseorang. Aku tidak akan lagi mengabaikanmu seperti sebelumnya, aku janji," kata Shintarou seraya memeluk erat sang adik.

[Name] merasa senang, amat sangat senang mendapatkan pelukan hangat dari kakaknya. Hanya hal kecil seperti ini gadis itu sudah merasa bahwa ia adalah orang paling beruntung di dunia. Membalas pelukan sang kakak justru membuat gadis itu semakin senang, seolah ia kini memiliki kembali penopang hidupnya yang mulai hancur.

Walau akhirnya [Name] harus kembali ke rumah Akashi. Membayangkan berada di rumah itu saja membuat gadis itu ingin muntah karena udaranya yang berat, khususnya ketika Akashi sedang berada di rumah. [Name] tidak ingin masuk ke dalam rumah, tapi jika ia tidak melakukannya, Shintarou akan cemas dan memaksa [Name] pergi dari kediaman Akashi. Membayangkan ia harus berhadapan dengan murka sang kakek saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

Dan benar saja, tepat ketika gadis itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Sosok Akashi sudah menunggunya, berdiri bak patung dewa dengan tangan bersedekap di dada. Ah, lihatlah ekspresi wajah Akashi saat ini. Melihatnya saja sudah membuat [Name] spontan mundur karena takut. Akashi yang sedang marah benar-benar hal yang paling harus dihindari.

Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang