[Name] menggoreskan pensilnya di atas kertas pada buku sketsa miliknya. Goresan hitam pensil yang ia buat sejak tadi kini terlihat telah membentuk gambar.
Tangan kurus [Name] mengelus lembut gambar yang ia buat. Senyum kecil terulas di paras tirus dan pucat perempuan itu. Kerinduan jelas terlihat di matanya ketika ia menatap gambar dari seorang pria yang dulu pernah ia cinta, bahkan hingga saat ini. Entah sudah berapa banyak ia menggambar hal yang sama. Terus melukis dan menggambar sosok pria setiap saatnya agar perempuan itu tidak lupa bagaimana paras maupun kenangan yang ia punya bersama orang tersebut.
Tujuh tahun sudah sejak ia meninggalkan kampung kelahirannya, memutuskan untuk menetap di negeri asing demi kesehatan mentalnya. Tak menyangka kalau tujuh tahun dulu perempuan itu seakan melakukan aksi drama dengan menghilang dari kehidupan semua orang yang mengenalnya dengan cara yang tragis. Padahal kenyataannya, keajaiban justru memberikan gadis itu hidup lebih lama karena sebuah kebetulan.
Sayangnya, ia harus tetap menjadi orang yang telah meninggal, melepaskan semua yang ia punya termasuk orang yang ia cintai. Kesehatan mental dan trauma yang perempuan itu alami karena kekerasan dan juga tekanan sejak kecil, benar-benar berada di level paling atas hingga rasanya gadis itu selalu ketakutan dan menginginkan kematian setiap saatnya. [Name] memutuskan untuk pergi karena dampaknya tidak akan baik untuk orang di sekitarnya jika gadis itu terus menerus menggila bahkan dalam suasana tenang sekali pun.
[Name] selalu merasa dirinya tidak diinginkan, dibuang, dicampakan hanya karena hal paling sepele. Hal tersebut benar-benar mengganggunya, membuatnya gila padahal semua orang saat itu telah mencintainya dengan tulus.
Satu tahun belakangan ini kecemasan dan ketakutan [Name] akan hal sepele mulai menghilang, ketika ia bisa menjalani hidupnya tanpa merasa terganggu walau orang berteriak kepadanya.
Sayangnya, dunia benar-benar menjatuhkan [Name] kembali. Seakan apa yang gadis itu alami di masa lalu belum cukup untuk membuat perempuan itu bersimpuh memohon agar tak ada hal buruk lagi yang terjadi dalam hidupnya.
Kini [Name] menatap selang infus yang terpasang di punggung tangan kurusnya. Sejak setengah tahun lalu, ia harus menerima kenyataan kalau dirinya memiliki tumor otak yang tak lagi bisa diangkat karena sudah lama. Tumor tersebut diakibatkan oleh benturan atau pun pukulan keras di masa lalu. Alasan kenapa [Name] memiliki kecemasan dan ketakutan berlebihan dibandingkan orang depresi pada umumnya. Kabar tersebut benar-benar menghancurkan hati [Name] yang baru saja merasakan kebebasan.
Hingga akhirnya [Name] semakin lama semakin kalah dengan penyakitnya itu, walau ia berjuang untuk sembuh. Dokter luar negeri pun tak berani untuk melakukan pengangkatan tumor [Name], karena operasi tersebut mereka yakini akan gagal.
[Name] telah ikhlas jika ia harus menghadapi kematian dalam waktu dekat ini.
Suara pintu terbuka memecah lamunan [Name], spontan membuatnya menoleh ke orang yang baru saja datang.
Mata [Name] melebar, ia mematung saat melihat siapa yang datang.
"I found you, [Name]," ucap sosok bertubuh tinggi tegap dengan long coat cokelat muda, beserta senyum indah menghiasinya.
"Sei?" ucap [Name] yang berpikir keras apakah ia sekarang berhalusinasi karena rasa rindu yang ia tahan selama tujuh tahun belakangan ini.
Sosok tersebut berjalan mendekati [Name] dengan mata berkaca-kaca juga senyum yang tak pudar di wajahnya.
[Name] spontan mengangkat tangan, menyentuh wajah pria di depannya ini. Langsung ia menutup mulutnya dan menangis ketika tahu kalau Akashi Seijurou yang ada di depannya ini sungguh nyata. Pertahanan [Name] seketika hancur dan langsung memeluk pria yang pernah menjadi tunangannya itu. Rasa rindunya menguap begitu saja dalam tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfic"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...