"Perasaan ini baru untukku
Kadang menggelitik
Kadang menyebalkan
Namun aku menyukainya
Karena selalu membuatku bebas."
[Name] tidak percaya dengan apa yang ia lihat, bahkan mungkin membayangkan akan melihat hal seperti saat ini saja rasanya tidak mungkin. Ia berpikir apakah dirinya sedang bermimpi, atau mungkin sesuatu sedang salah dengan penglihatannya.
Akashi Seijurou, tunangan [Name] yang gadis itu kenal sebagai kaisar dengan harga diri tinggi dan nyaris angkuh kepada orang yang tak ia senangi—termasuk [Name]—tapi sekarang seakan kesan itu tidak ada pada diri Akashi.
Satu minggu [Name] di rumah sakit, Akashi terus memerhatikan gadis itu dengan teramat sangat. Tak hanya ucapannya yang melembut, tapi juga setiap tindakannya. [Name] sempat memukul kedua pipi dengan tangan kurusnya saat melihat bagaimana Akashi memanjakan [Name]. Senyum indah dan hangat bahkan tak pernah luntur dari paras tampan pria berambut merah itu. Namun ada satu yang amat [Name] suka hingga ia terus menatapi Akashi seperti orang bodoh.
"Ada apa? Apa ada yang sakit?" tanya Akashi dengan pandangan khawatir nan kental.
Cara Akashi menatap [Name] sekarang. Hal itu yang paling [Name] suka dari pria ini sekarang. Tatapan penuh kasih sayang, kekhawatiran, kepedulian, dan kelembutan. Pandangan yang mengatakan dengan jelas kalau Akashi mencintai [Name]. Gadis itu tidak bodoh hingga tidak tahu arti pandangan mata Akashi itu. Dan [Name] tahu bahwa tak ada kebohongan dalam setiap tindakan Akashi, terpancar jelas dari bagaimana Akashi melihat [Name] yang seperti berlian mahal.
"[Name]? Katakan padaku kalau ada yang sakit atau yang mengganggu pikiranmu," kata Akashi dengan nada selembut beledu.
Ah, lihatlah kekhawatiran yang terpancar dari mata scarlet itu, juga tangan Akashi yang menangkup wajah [Name] seperti buain nan lembut. Gadis itu sekarang seperti candu dengan semua efeksi yang Akashi berikan padanya. Merasa seperti hal ini tidak nyata hingga gadis itu takut kalau ia sungguh bermimpi, dan terbangun lalu menemukan sikap Akashi yang kasar seperti sebelumnya.
"Kau marah padaku?" tanya Akashi ketika ia tidak juga mendapatkan jawaban dari [Name] yang memang diam saja sejak tadi.
"Aku tidak marah. Aku juga baik-baik saja. Aku hanya memikirkanmu saat ini," jawab [Name] jujur, menyentuh tangan Akashi yang berada di wajah sang gadis. Merasakan kehangatan tangan tunangannya itu hingga membuatnya yakin kalau ia tidak bermimpi.
"Memikirkanku? Apa yang kau pikirkan?" tanya Akashi penasaran.
"Semuanya. Khususnya tentang perubahan sikapmu ini." [Name] menatap Akashi, takut kalau-kalau pria itu tidak nyaman dengan topik pembicaraan yang [Name] angkat.
Seketika wajah Akashi menyendu. "Apa kau tidak suka dengan sikapku yang sekarang? Jika kau tidak nyaman aku bisa memperbaikinya. Aku hanya ingin kau merasa nyaman dan aman ketika bersamaku," katanya.
"Aku tidak bilang kalau aku tidak suka dengan sikapmu sekarang, kenapa kau jadi pesimis seperti ini, seperti bukan Akashi Seijurou yang aku kenal saja. Aku justru sangat menyukai sikapmu sekarang ini, sampai-sampai aku terus berpikir kalau aku sedang bermimpi. Kau tahu maksudku kenapa aku berkata seperti itu, kan." [Name] tertawa kecil saat ia melihat air muka Akashi yang tidak akan pernah dilihat oleh orang lain.
"Aku tahu kalau sikapku padamu sebelum ini tidak akan pernah bisa dimaafkan. Aku sadar kalau aku sebrengsek itu. Karena itu aku ingin memperbaikinya sekarang. Aku ingin menjadi orang yang selalu berada di sampingmu mulai saat ini. Aku tidak ingin menyerahkanmu pada pria lain, kurasa keegoisanku tidak akan pernah bisa hilang," Akashi berkata dengan senyum lirih. Rasanya ada kegundahan dan juga kekhawatiran dalam senyum Akashi tersebut.
"Kenapa kau berusaha menjadi lebih baik untukku?" [Name] kini yang menyentuh wajah Akashi, merasakan tulang pipi pria tersebut dalam telapak tangan sang gadis. Ada kesedihan dalam mata [Name] sekarang. "Bukankah akan lebih mudah bagimu untuk memutus semua yang berkaitan denganku, khususnya pertunangan kita. Kau tidak harus menanggalkan harga dirimu hanya karena merasa bersalah atas apa yang kau lakukan setelah tahu bagaimana kehidupanku," sambungnya.
Mata Akashi melebar, tak menyangka akan mendengar ucapan menyedihkan dari tuangannya itu. Pria itu merasa takut sekarang bahwa ia telah membuka luka gadis itu lagi tanpa ia sadari.
"Kau tidak harus bertanggung jawab atas diriku. Kau tidak pernah menginginkan pertunangan ini. Kekasaranmu padaku dulu juga karena ketidaktahuanmu tentangku. Wajar jika seorang anak merasa marah ketika orang tuanya membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Kau tidak harus memaksakan dirimu untuk berada di sampingku," kata [Name] lagi dengan senyum yang sungguh membuat Akashi takut.
BRAK!
Akashi bangkit berdiri tiba-tiba, membuat kursi yang ia duduki di samping ranjang jatuh ke belakang. Wajah pria itu terlihat panik, tatapannya memelas memandang [Name].
Kebalikannya, [Name] justru bingung melihat tindakan Akashi.
"Apa kau ingin aku pergi?" Suara Akashi bergetar, wajahnya seperti ingin menangis sekarang. "Aku tidak berpura-pura atau memaksakan diri. Aku sungguh ingin bersamamu. Aku ingin menjadi orang yang kau andalkan, orang pertama yang kau datangi ketika sedih atau pun senang. Aku memang belum pantas untuk mengatakan kalau aku mencintaimu, tapi aku akan berusaha keras agar merasa pantas. Kumohon izinkan aku tetap bersamamu."
Air mata gadis itu meluncur tanpa [Name] mau. Ini pertama kalinya dalam hidup ada orang yang mengatakan ingin bersamanya. Tidak pernah ia merasa seberharga ini bagi orang lain, dan mengejutkannya orang itu justru adalah orang yang dulu begitu membenci [Name] hingga pernah menginginkan gadis itu mati.
"[Name]? Aku... aku berbuat salah lagi? Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Apa aku bicara terlalu kasar?" Akashi gelagapan ketika melihat [Name] menangis.
"Aku yang tidak pantas untukmu, Akashi. Aku barang rusak. Aku hanya orang gila yang bisa membunuh diriku sendiri kapan saja. Kau hanya akan mendapatkan malu jika terus bersamaku. Jangan mencintaiku, jangan berharap lebih padaku, Akashi! Aku tidak pantas mendapatkan kasih sayang seperti itu!" racau [Name] seraya mencengkeram pakaian Akashi.
Akashi bisa melihat kilat ketidakstabilan gadis itu mulai kembali. Benar kata Kise kalau trauma gadis itu bahkan mungkin tidak akan pernah hilang seumur hidup, tidak peduli berapa banyak terapi hipnotis yang dilakukan untuk menghilangkan ketakutan gadis itu. Nyatanya luka atas pengabaian dan merasa tidak dicintai oleh siapa pun terlalu besar, hingga rasanya untuk sembuh tak akan mungkin. Karena itu....
Mata [Name] melebar, terkejut luar biasa ketika Akashi menempelkan bibirnya ke bibir [Name]. Ciuman lembut tanpa nafsu yang justru membungkam segala histeria yang mulai menyerbu [Name]. Gadis itu justru menangis dalam diam, namun tangisnya berbeda.
Akashi melepaskan ciumannya, kemudian berkata, "Kau lebih pantas untuk dicintai, [Name]. Jika kau orang gila, maka aku akan menjadi orang yang lebih gila darimu. Jika kau barang rusak, aku akan merusak diriku lebih dari dirimu. Jika kau merasa tidak pantas untuk dicintai, aku akan membuatmu merasa sangat pantas sampai kau tidak akan merasakan hal lain selain bahagia."
Gadis itu kembali menangis. Menangis begitu kencang layaknya anak kecil. Semua beban yang ia rasakan, ketakutan yang ia tahan, seakan lepas dari pundak kecilnya.
Akashi tahu apa yang tunangannya itu rasakan. Pelukan hangat ia berikan, membiarkan [Name] tenggelam dalam tangisnya agar gadis itu tahu kalau ia sudah bebas. Ia tidak lagi sendirian dan harus merasa sakit seorang diri. Akashi akan memberitahu setiap harinya kalau gadis itu akan dicintai oleh seorang Akashi Seijurou hingga akhir hayat.
To be continue..
Note!
Malam semua ヽ(´▽`)/
DOUBLE UP untuk kalian minggu ini!!
Silahkan lanjut scroll ke bawah dan jangan lupa tinggalkan jejak kalian(ノ´ヮ´)ノ
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfic"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...