"Aku kalah
Aku benar-benar kalah
Aku terlambat menyadarinya
Aku lalai menjaganya
Aku amat terlambat."
Akashi tiba di rumah lebih awal dari biasanya. Hal itu ia lakukan sejak ia mengatahui kondisi [Name] yang memang harus didampingi. Ini juga janjinya dengan sang ayah untuk dapat menjaga tunangannya dengan sangat baik mulai sekarang. Jika tidak, ayah Akashi akan membawa gadis itu pergi ke kediaman sang ayah yang bertempat di Kyoto.
Panik sempat menjalari Akashi ketika ia tidak menemukan sosok tuangannya di kamar sang gadis tinggal. Padahal gadis itu bahkan tidak ada minat untuk berpergian kemana pun saat ini.
"[Name]-sama tadi memberikan pesan kalau dia pergi ke kediaman Midorima untuk bertemu kakeknya," jawab Fukuzawa selaku kepala pelayan di kediaman tersebut.
"Sejak kapan dia pergi?" tanya Akashi.
"Belum lama ini, mungkin sekitar setengah jam lalu," Fukuzawa kembali menjawab seolah ia sudah menduga kalau majikannya itu akan bertanya hal demikian.
Awalnya Akashi ingin membiarkan [Name] di kediaman kakeknya. Ia berpikir kalau ha itu memang bagus untuk sang gadis mencari udara dan juga menghabiskan waktu dengan keluarga terdekatnya.
Akan tetapi pria itu terbayang akan kondisi [Name] yang telah dijelaskan oleh dokter pribadinya. Trauma dan kekerasan dalam waktu lama. Hal itu membuat Akashi menjadi sedikit cemas, terutama dengan keadaan mental [Name] yang masih kurang stabil sejak histeria gadis itu beberapa waktu lalu.
Akashi merogoh kantungnya, mengambil ponsel, mencari nama di kontak, kemudian menekan dial untuk melakukan panggilan ke orang tersebut.
Dalam deringan ke empat, orang yang ditelepon baru mengangkat panggilan Akashi.
"Shintarou?" panggil Akashi untuk orang yang ditelepon.
"Ada apa, Akashi? Tidak biasanya kau menelponku di jam seperti ini," tanya Shintarou dari seberang telepon.
"Aku ingin bertanya apakah kau ada di rumah kakekmu?" tanya Akashi.
"Tidak, aku sedang di rumah sakit, kenapa?" jawab Shintarou, terdengar agak bingung dari nada suaranya.
"Kukira kau ada di rumah kakekmu. Aku tadinya ingin minta tolong lihat keadaan [Name] karena dia tidak sehat satu minggu ini. Dia ada di rumah kakekmu dan aku baru tahu karena baru saja pulang dari kantor," jelas Akashi.
"KAU BILANG [NAME] ADA DI RUMAH KAKEK?!" seru Shintarou tiba-tiba.
"Kenapa kau tiba-tiba berteriak seperti itu, Shintarou?" protes Akashi yang terkejut dengan suara tinggi Shintarou, entah sejak kapan ia terakhir mendengar teman baiknya itu melakukan hal tersebut.
"Segera jemput [Name] pulang, Akashi! Dia tidak seharusnya pergi ke sana, aku akan menyusul setelah izin di sini!" ujar Shintarou yang terdengar memerintah Akashi sekarang dengan balutan nada panik.
"Kenapa kau panik, Shintarou? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi pada [Name] di sana?" tanya Akashi yang masih tidak mengerti dengan sikap Shintarou.
"Ceritanya panjang, sekarang kau jemput [Name] pulang dulu. Aku akan segera menyusul!"
Tutt...tutt...tutt...
Panggilan Shintarou terputus begitu saja tanpa ada penjelasan akan maksud dari ucapannya barusan. Namun yang pasti, Akashi memiliki firasat buruk akan hal ini.
Tanpa membuang waktu lagi, Akashi langsung melakukan apa yang Midorima perintahkan. Jika bukan karena suara teman baiknya itu luar biasa baik, Akashi pasti akan menegur Shintarou yang memerintah Akashi seperti itu. Jelas bukan, apa yang paling Akashi tidak suka di dunia ini; diperintah.
Akashi menyetir mobilnya sendiri kali ini, tidak ingin berlama-lama memanggil supir. Selama dalam perjalanan menuju ke kediaman sesepuh Midorima itu, Akashi terus melakukan panggilan ke ponsel [Name], tapi tidak diangkat satu pun. Hal itu membuat perasaan Akashi semakin tidak enak. Ia hanya bisa berharap kalau sesuatu tidak terjadi pada tunangannya yang kondisinya baru saja lebih baik.
Tak perlu waktu lama Akashi berada di jalanan, ia tahu jalan mana yang tepat agar dirinya bisa sampai lebih cepat. Akashi bahkan melaju sampai delapan puluh kilometer per jam ketika menemukan jalanan yang sepi. Ia akan berurusan dengan polisi nanti jika ia sampai ditilang. Saat ini [Name] lebih penting baginya.
Begitu sampai di depan kediaman kakek Shintarou, tak lama satu mobil hitam juga tiba dengan suara decit tajam yang memberitahu dengan jelas kalau pengemudinya ngebut selama perjalanan.
"Shintarou, kau baru tiba?" tanya Akashi yang tidak menyangka kalau kakak dari tuangnanya itu bisa sampai dengan begitu cepat, mengingat rumah sakit tempatnya bekerja cukup jauh dari kediaman utama Midorima ini.
"Nanti saja bicaranya, cepat temukan [Name] sekarang," perintah Shintarou yang langsung bergegas masuk.
Akashi hanya mengekor, masih bertanya-tanya ada apa hingga Shintarou memasang wajah sepanik itu seolah rumahnya kebakaran hebat.
Ketika menuju ke ruangan sang kakek, Shintarou dan Akashi bertemu dengan orang tua Shintarou serta [Name]. Mereka yang menyapa Shintarou diabaikan oleh anaknya, seakan tidak peduli dengan keberadaan orang tuanya yang juga hendak ke ruangan sang kakek karena suatu urusan yang entah apa.
"Shintarou-sama, tolong [Name]-sama, Hirashi-sama sejak tadi berteriak-teriak sejak [Name]-sama masuk ke ruangan. Saya takut kenapa-kenapa dengan [Name]-sama," pinta kepala pelayan kediaman Midorima yang memang begitu peduli dengan cucu perempuan Midroma itu sejak dulu.
Midorima semakin kalang kabut mendengar ucapan kepala pelayan. Ketika itu juga ia mendengar suara teriakan dari dalam ruang kerja sang kakek. Shintarou langsung berlari dan membuka pintu geser dengan keras.
Dan saat itu juga, baik Akashi, Shintarou, orang tua [Name], dan juga para pelayan, menatap horor pemandangan di dalam ruangan kerja sang sesepuh Midorima tersebut.
Sang kakek yang memegang tongkat berjalan berlumuran darah, dan juga [Name] yang tergeletak di lantai dengan kondisi luar biasa buruk; tak sadarkan diri dan bersimbah darah dari kepala.
Shintarou berlari masuk ke dalam ruangan. Pria itu murka dan kehilangan akal sehatnya karena detik itu juga Shintarou melayangkan tinjunya ke sang kakek tanpa ampun. Kakak [Name] itu menggila, seolah tidak peduli dengan kakeknya yang renta. Apa yang ia lihat sudah begitu jelas, sang kakek memukuli cucu perempuannya tanpa ampun. Bahkan jika Midorima dan yang lain tidak datang, sang kakek pastilah membunuh cucunya sendiri.
"Dasar iblis! Belum cukup kau menyiksa [Name] sejak kecil, memukulinya tanpa ampun, mengurungnya di gudang berhari-hari dan memaksa kehendakmu padanya, sekarang kau ingin membunuh cucumu sendiri?!" murka Shintarou yang hendak memukuli sang kakek namun tidak bisa karena ditahan kedua orang tuanya yang juga shock dengan yang terjadi barusan.
"Shintarou, tinggalkan dia dulu. [Name]... dia napasnya semakin hilang," ucap Akashi yang sejak awal langsung berlari ke arah [Name] dan memeriksanya. Hati-hati dengan kepala sang gadis yang cedera parah, tak ingin justru memperparah keadaan.
Kakak [Name] itu langsung berpaling melihat sang adik. Wajahnya benar-benar diselimuti ketakutan. Adiknya berada di ambang kematian sekarang.
To be continue...
Note!
Haloo.... (・∀・)/
Up nya kali ini satu chapter ya...
Abis ini banyak yg demo pasti karena gantung mana cuman satu chapter..
Makanya itu...
Baybay *kabur* (゚∀゚ )
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfic"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...