"Jika ini mimpi
Maka aku tidak ingin terbangun
Biarkan aku tetap terlelap
Dalam buaian nyata ini."
Keadaan kediaman Akashi kini berubah seratus delapan puluh derajat. Situasi dingin dan tak menyenangkan seakan sirna dari rumah tersebut. Kebalikannya suara tawa dan situasi hangat selalu terpancar dari dua orang yang dulu bahkan tak saling sapa walau berada satu atap. Para pelayan benar-benar menyukai situasi rumah saat ini yang menyenangkan untuk mereka, khususnya Fukuzawa sang kepala pelayan yang selama ini selalu khawatir dengan hubungan [Name] dan Akashi.
Sepulang dari rumah sakit. Akashi tak berhenti menghujani [Name] dengan segala afeksi sayang yang tak pernah gadis itu rasakan. Terlebih Akashi menjadi sahabat baik sang gadis di luar status tunangan mereka. Mulai dari mengobrol santai sampai mengusili tunangannya menjadi hal sehari-hari yang Akashi jalani dengan [Name]. Tak ada lagi dinding tak kasat mata yang selalu menghalangi mereka.
[Name] sendiri masih sering mengalami panic attack dan ketakutan akan traumanya jika menghadapi situasi tertentu. Gadis itu belum bisa dikatakan pulih seratus persen walau orang-orang di sekitarnya telah menyayanginya dengan tulus.
Saat itu terjadi, Akashi dengan sigap langsung membantu tunangannya tersebut keluar dari setiap ketakutannya hingga tak sampai ke titik histeria gadis itu. Dan demi kebaikan sang gadis, semua benda tajam atau pun hal-hal yang membahayakan selalu dijauhkan dari [Name] terutama saat Akashi tak ada di tempat untuk bekerja.
"Bagaimana keadaanmu, [Name]?" tanya Akashi lembut saat ia memasuki kamar [Name] yang telah ia pindahkan tepat di samping kamar Akashi agar mudah untuk memonitor keadaan tunangannya.
"Aku sudah lebih baik. Maaf menyusahkanmu kemarin," jawab [Name] dengan senyum penuh sesal akibat kondisinya memburuk kemarin akibat mimpi buruk mengenai sang kakek dan kejadian dulu.
"Bagaimana kalau besok kita pergi ke Takumi-Sensei? Dia bisa memeriksa keadaanmu termasuk soal mimpi buruk yang nyaris setiap malam kau alami," kata Akashi seraya mengelus kepala [Name] dan mengecup pucuk kepala sang gadis.
[Name] tidak kaget dengan kontak fisik yang Akashi lakukan sekarang. Pria itu sering melakukannya bahkan sejak di rumah sakit untuk menunjukan afeksi sayang dan juga sikap overprotektive dari pria itu akan keadaan gadisnya.
"Boleh. Aku juga tidak ingin mengganggumu setiap malam karena kondisiku ini," kata [Name] santai.
"Kau tidak menganggu sama sekali, [Name]. Bagaimana kalau nanti malam tidur denganku? Jadi jika sesuatu terjadi padamu aku bisa langsung tahu," Akashi berkata dengan senyum penuh arti.
[Name] memukul perut Akashi ketika tahu apa yang pria itu pikirkan. "Aku tahu kalau kau punya maksud lain, Sei. Kulaporkan Otou-sama jika kau macam-macam. Ingat kita belum menikah," gerutu [Name].
"Memang apa yang aku pikirkan. Aku hanya menyarankan untuk tidur bersama dan bukannya melakukan hal lain. Atau... jangan-jangan kau yang memikirkan hal aneh. Wah, aku tidak tahu kalau kau ternyata punya pikiran seperti itu, [Name]," goda Akashi.
"Seijurou?!" [Name] yang terpancing ucapan Akashi langsung mengangkat tangan untuk melemparkan buku tebal yang ia pegang sejak tadi, mengingat gadis itu sedang bersantai dengan membaca buku di kursi goyangnya.
"Warui, warui [maaf, maaf], aku hanya bercanda." Akashi terkekeh melihat wajah [Name] yang memerah karena candaan Akashi. "Aku bisa mati kalau kau memukulku dengan itu, [Name]," sambungnya.
"Mana bisa kau mati semudah itu, Sei. Bahkan jika ada mobil yang mau menabrakmu, kau pasti bisa menghindarinya," celetuk [Name].
Akashi mengangkat [Name] dengan begitu mudah dari kursi goyangnya, lalu pria itu duduk di kursi goyang tersebut dan mendudukan tunangannya di depan Akashi,
"Se-Sei?" [Name] gelagapan ketika sadar akan posisi dirinya yang duduk di antara kaki Akashi. Terlalu dekat dengan Akashi yang justru membuat [Name] bersandar ke Akashi.
"Kenapa segugup itu hanya duduk bersamaku seperti ini, [Name]. Bukankah kita pernah tidur bersama," kata Akashi ketika tahu tunangannya tidak tenang.
"Jangan katakan hal ambigu, Sei," protes [Name] dengan wajah merah padamnya.
Akashi tertawa kecil, kemudian menenggelamkan wajahnya di kepala [Name]. Beberapa kali Akashi menciumi dahi, pelipis, pucuk kepala, hingga pipi gadis itu, kemudian Akashi menyandarkan diri di punggugn kursi goyang seraya memeluk [Name].
Lama-lama kegugupan [Name] menghilang, menyisakan rasa nyaman bersandar pada Akashi dengan gerakan stabil dari kursi goyang. Gadis itu menatap ke luar jendela yang memang berada lurus di depan kursi goyang itu berada. Bisa ia rasakan angin yang berhembus masuk menyapa mereka berdua, benar-benar menenangkan.
"[Name]?" panggil Akashi lembut dengan mata tertutup, menikmati segala ketenangan dan kenyamanan yang ia rasakan saat ini bersama gadis yang sepenuhnya telah mengambil hati sang kaisar tersebut.
"Hmm?" jawab singkat [Name].
"Menikahlah denganku," kata Akashi tanpa mengubah nada maupun posisinya.
Mata [Name] yang tertutup seketika terbuka, terkejut dengan pernyataan tiba-tiba Akashi. Sontak gadis itu langsung menoleh ke belakang untuk mengonfirmasi apa yang ia dengar barusan.
"Menikahlah denganku, Midorima [Name]," ucap Akashi lagi yang telah membuka mata dengan senyum indah telah terulas dalam kelembutan tatapan pria tersebut.
Ucapan tersebut tak pernah gadis itu sangka akan keluar begitu saja dari mulut Akashi, terutama dalam ketenangan barusan.
Sesuatu bergejolak dalam diri [Name]. Semua perasaan bercampur baur, namun lagi-lagi ia merasakan ketakutan yang tidak bisa ia jelaskan.
"Tidak perlu menjawabnya sekarang, [Name]. Ini pernyataan langsung kalau aku memang serius dengan hubungan kita, bukan hanya sekedar pertunangan yang diadakan oleh ayahku dan orang tuamu. Aku mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu," kata Akashi dengan suara selembut beledu, begitu pula dengan bagaimana pria itu menatap [Name].
[Name] yang mendengarnya langsung memeluk Akashi erat. Gadis itu menangis entah karena apa, namun tentu saja ucapan Akashi membuat gadis itu bahagia.
"Aku juga mencintaimu, Sei," jawab [Name] yang justru membuat Akashi terkejut setengah mati. Tak menyangka kalau kalimat itu akan keluar untuk dirinya.
Akashi membalas pelukan erat [Name], menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher sang gadis. Pria itu telah jatuh cukup dalam dalam cinta gadis itu. Ia benar-benar sudah kecanduan dengan hadir [Name] hingga tak ingin sampai gadis itu tidak bersamanya. Akashi akan mencintai [Name], itulah janjinya sekarang sampai nanti.
To be continue...
Note!
Hayooo.... Gimana sampe sini ceritanya? ( ̄∀ ̄)
Ini belum end ya, masih ada sekitar 3-4 chapter lagi kayaknya...
Yang kemaren dongkol sama Akashi masih dongkol kah sampe chapter ini? (`∀´)/
Endingnya enaknya gimana ya
(─‿─)Dah lah biar surprise aja apa happy atau sad end atau angst atau gantung atau atau pokoknya (`∀´)
Sampai jumpa chapter selanjutnya
Baybay ( ゚▽゚)/
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fanfiction"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...