"Aku tidak ingin memutar waktu
Tak ingin kembali ke masa lalu
Kumohon tetaplah hidup
Izinkan aku mencintaimu."
Dua pria yang terlihat amat kontras dengan sekitar, saat ini tampak tidak tenang. Tak hanya dari ekspresi melainkan juga dari setiap gerakan tubuh mereka berdua. Pandangan keduanya selalu tertuju pada arah yang sama setiap saat—ruang operasi. Ketakutan begitu jelas dari mereka berdua, seolah nyawa mereka sendiri yang berada di ujung tanduk.
Shintarou tak henti mondar-mandir di depan ruang operasi dengan raut cemas, berdoa dalam hati atas keselamatan adiknya.
Sedangkan Akashi, pria itu duduk di kursi tunggu, terdiam bak patung namun tidak dengan isi pikirannya. Kepalan tangan pria itu bahkan tak pernah mengendur, justru semakin erat ketika apa yang ia pikirkan menghantamnya akan rasa bersalah mau pun dosa. Untuk pertama kali setelah lebih dari sepuluh tahun, air muka sang kaisar kini begitu muram, sendu, dan dipenuhi oleh rasa bersalah serta ketakutan yang mendalam.
Tak pernah Akashi mengira kalau hal buruk seperti itu akan terjadi pada tunangannya. Saat ini ia baru sadar apa yang dikatakan oleh ayahnya tempo hari tentang dirinya yang tidak mengenal [Name] sama sekali, itu memang benar. Akashi tidak tahu apa pun tentang [Name], mungkin lebih tepatnya tidak ingin tahu. Ia hanya mengira gadis itu merupakan cucu kesayangan dari sang tetua Midorima, sang jenius di bidangnya, si sempurna serta menjadi primadona banyak orang. Kehidupan bahagia tak bercelah dan menjadi kebanggaan semua orang tua termasuk ayah Akashi.
"Shintarou?" panggil Akashi dengan nada pelan namun menuntut. "Apa kau selama ini tahu tentang hubungan [Name] dan kakekmu yang ternyata penuh kekerasan seperti ini?" sambungnya.
Shintarou awalnya tidak ingin menjawab, namun melihat bagaimana ekspresi pria itu ketika bertanya, membuat Shintarou memang benar-benar harus menjawab. Pria berkacamata itu mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri atas kepanikan yang ia rasakan saat ini.
"Aku tidak pernah tahu. Aku baru mengetahuinya sekitar satu bulan lalu," jawab Shintarou yang duduk di samping Akashi.
"Apa kakekmu sering melakukan kekerasan terhadap [Name]?" tanya Akashi lagi, kali ini menatap langsung sahabat baiknya itu.
"Kepala pelayan di kediaman kakek memberitahuku segalanya tentang [Name] yang ternyata di didik dengan tidak manusiawi sejak dia kecil. Aku sama sepertimu, berpikir kalau [Name] adalah prioritas semua orang yang sangat dibanggakan dan dimanjakan, sampai-sampai aku tidak ingin berada di dekatnya agar tidak dibanding-bandingkan. Kau sendiri pasti tahu bagaimana rasanya dibandingkan oleh [Name], seolah setiap usaha kerasmu tidak ada gunanya. Tapi ternyata aku melakukan kesalahan besar, Akashi," jawab Midorima yang menampakan wajah penuh sesal, bahkan air mata sudah menggenang ketika memikirkan dirinya yang mengabaikan adiknya dulu ketika sang adik membutuhkannya.
"Kau tahu didikannya seperti apa? Apakah seperti ayahku?" tanya Akashi yang memang begitu buta tentang [Name].
"Apa kau tahu, Akashi? Pertama kali aku menemukan kebenaran tentang [Name] satu bulan lalu. Aku melihat kakek menampari [Name] seperti kesetanan, memakinya karena tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Lebih parahnya [Name] dikurung di gudang belakang rumah, setelah itu selama berhari-hari dan hanya diberi makan sehari sekali. Dia terus memohon untuk tidak dikurung, menangis hingga suara habis, tapi tidak ada yang bisa membantu termasuk aku. Yang bisa kulakukan hanya menemaninya saja dari luar ruangan. [Name] benar-benar ketakutan saat dia di kurung. Dan kepala pelayan menceritakan kalau [Name] sering sekali diperlakukan seperti itu sejak dia kecil. Dia selalu dipukuli jika tidak bisa melakukan apa yang kakek mau," jelas Shintarou sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kill Me (Akashi Seijurou x Reader)
Fiksi Penggemar"....Kalau begitu matilah. Dengan begitu aku akan berhenti membencimu," ucap Akashi tanpa beban, seakan yang ia katakan memang tidak ada artinya. Namun untuk [Name] satu kalimat itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, napasnya tercekat. Ia...