Part 2

563 120 18
                                    

"Kau pergi?" Perempuan itu menatap penuh keintiman kearah pria yang kini sibuk dengan pakaiannya. Setelah percintaan panas mereka beberapa saat yang lalu ia jatuh tertidur dan namja itu terlihat tidak lelah sedikitpun, tangannya bergerak untuk membelai tato burung phoenix dipundak pria itu dan darahnya berdesir oleh gairah. Pria ini tidak akan pernah membuatnya berhenti menginginkannya, dia adalah gambaran dari kesempurnaan seorang pria dengan tubuh seindah itu dan energi yang tidak tertandingi. Kekasihnya yang dulu tidak ada apa-apanya dibandingkan Choi Minho.

"Ya." Pria itu menjawab singkat, ia terlihat menatap layar ponselnya dengan serius. Hubungan mereka sudah berjalan kurang lebih satu bulan namun masing terasa sangat jauh, namja itu hanya bicara jika ada yang ia inginkan dalam hubungan intim mereka tidak pernah keluar dari itu.

"Aku berharap kau lebih lama disini bersamaku." Ucapnya dengan nada suara menggoda, belakangan ini ia merasa pria ini mulai bosan padanya karena Minho sudah tidak sesering dulu menemuinya. Dia harus melakukan sebuah perubahan dalam hubungan intim mereka, kehilangan kekasih seperti Minho adalah musibah. Namun, history pria ini sudah tertulis dan ia tahu bahwa hubungan mereka akan berakhir sebentar lagi.

"Aku bosan." Ucapnya dengan tanpa perasaan, pria itu mengambil sesuatu dari kantong celananya dan memberikan sebuah kotak perhiasan. Dengan tanpa ragu ia mengambil kotak itu dan membukanya, sebuah kalung berlian berwarna biru gelap langsung menarik perhatiannya.

"Hadiah perpisahanmu."

"Ya, kau sudah menemaniku beberapa minggu ini." ucap Minho sekedarnya, ia mengambil jaketnya dan bangkit berdiri. Sejak tadi tangannya tidak berhenti untuk mengetik sesuatu diponselnya dan ia terlihat tidak senang sekarang.

"Apakah mungkin ada kesempatan untuk kita bertemu lagi?" Ia bertanya pada Minho, dan namja itu hanya mengangkat pundaknya pertanda bahwa ia juga tidak yakin. Ia menghela napas berat saat melihat namja itu menghilang dibalik pintu dan langkah kakinya yang menjauh seperti kebahagiaan yang mulai pergi darinya.

Dia kekasih yang hebat, sayang sekali.

Ami kembali memperhatikan kalung yang ditinggalkan oleh Choi Minho, setidaknya berlian ini akan membuatnya bertahan hidup beberapa tahun karena hadiah yang diberikan pria itu tidak pernah murah dan setiap ia meninggalkan kekasihnya, ia akan membuat keuangan wanita itu cukup stabil seperti dirinya sekarang. Ami menghela napas dan menutup matanya untuk membiarkan kegelapan mimpi mengambilnya kembali.

Choi Minho, andaikan saja kau bisa dimiliki.

***

Jiyeon melompat pagar sekolahnya, peluh membasahi keningnya karena ia takut sekali ketinggian namun lebih mengerikan lagi jika harus menghabiskan waktunya mempelajari matematika, pelajaran yang paling ia benci didunia ini. Maksudnya untuk apa mempelajari logaritma atau angka-angka itu? ia juga bukannya akan mengambil sekolah tentang pelajaran matematika dan menghabiskan waktunya untuk mempelajarinya sangat tidak berguna untuknya. Jiyeon lebih suka memasak dan setahunya membuat resep pun tidak perlu dengan angka-angka susah itu.

"Kau baik-baik saja?" Sahabatnya Yuna merangkulnya sambil terkikik, Jiyeon ikut tertawa dan mereka berlari menjauhi pagar sebelum satpam sekolah menemukan mereka dan mengembalikan mereka untuk belajar matematika. Kim Yuna adalah anak dari salah satu rekan ayahnya, mereka bersahabat sejak kecil dan hingga kini tidak pernah satu kalipun mereka bertengkar karena mereka seperti sepasangan sepatu dan mereka sangat mirip satu sama lain. Hanya saja, Yuna lebih bebas dibandingkan dirinya karena Yuna tidak memiliki...

Moral Of The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang