Part 3

515 117 11
                                    

Ada yang tidak beres.

Jiyeon merasakan hal itu didalam hatinya namun ia tidak ingin berburuk sangka pada sekretaris oppanya yang baru. Perempuan itu bersikap sangat baik padanya dan satu-satunya sekretaris oppanya yang bekerja dengan menggunakan otak tanpa embel-embel menggoda. Bukan perempuan itu yang mengganggunya, tapi cara Minho menatap perempuan itu membuatnya terganggu.

Minho mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang barang dan jasa, namja itu memutuskan untuk meninggalkan dunia mafia sama seperti ayah Jiyeon dan membanting stir sebagai pengusaha muda kaya raya dengan semua bisnis yang ia miliki. Hal ini membuat kekhawatiran untuk Jiyeon, ia tidak ingin ada satu orang pun yang memanfaatkan laki-laki sebaik kaka lelakinya.

Yoo Se Mi adalah gambaran seorang perempuan sempurna, dia mandiri disertai talenta luar biasa. Minho mengatakan bahwa dulu Yoo Se Mi adalah teman masa kecilnya di Panti Asuhan dan mereka terpisah sejak saat itu, Jiyeon juga tahu bahwa Minho sudah sejak lama mencari keberadaan perempuan itu namun belakangan ini pencariannya membuahkan hasil.

Perempuan itu mendaftar untuk bekerja diperusahaan milik oppanya, tanpa membutuhkan waktu lama ia dipilih sebagai sekretaris eksternal oppanya. Sejak saat itu Jiyeon merasakan ada yang berbeda dari Minho, ia bisa tahu karena ia mengenal Minho lebih dari siapapun didunia ini.

Jiyeon duduk dikursi belakang sambil mendengarkan rapat yang berjalan cukup sengit, matanya menatap Se Mi dengan tatapan menilai dan ia tidak luput melihat bagaimana cara Minho bicara dan menatap kearah perempuan itu.

"Rapat selesai, kalian bisa kembali bekerja." Minho berdiri dan meraih jas kerjanya, ia menoleh kearah Jiyeon setelah sekian lama. "Ayo, kau lapar?" Tanyanya sambil berjalan kearah Jiyeon yang mengangguk dengan lemah, tangannya terangkat dengan manja untuk meminta pelukan dari oppanya.

"Aku butuh energiku." Ucapnya dan Minho dengan penuh kasih sayang memeluknya sambil membantunya berdiri. Jiyeon melihat Se Mi menatap mereka saat Jiyeon memeluk Minho, namun kemudian tatapan itu dengan segera berpindah seolah ia tidak memperhatikan.

"Kau sudah dewasa, masih saja manja."

"Aku tidak manja pada orang lain, namun kakaku sendiri." Jiyeon bergelayut manja ditangan Minho.

"Se Mi-sii, kau sejak pagi tadi bekerja. Bagaimana kalau kau ikut dengan kami untuk makan siang?"

"Aku membawa bekalku sendiri sajangnim." Ucap perempuan itu dengan bijak sambil tersenyum sopan, ia jelas merasakan tatapan tidak setuju dimata adik atasannya yang kini kembali terang setelah ia menolak ajakannya.

"Begitukah? baiklah."

Se Mi tersenyum dan mengangguk kearah Minho yang berjalan keluar bersama adiknya. Jiyeon masih bergelayut manja sambil menceritakan betapa membosankan sekolahnya hari ini karena guru mereka kebanyakan bercerita tentang politik yang tidak sedikitpun mereka pahami.

"Setidaknya kau akan tahu sedikit tentang politik." ucap Minho mengambil poin positif dari cerita kekesalan Jiyeon.

"Tidak ada poin positif dari itu, dia menceritakan tentang politik berdampingan dengan prostitusi."

"Hmm?"

"Dia menceritakan tentang tarif meniduri artis papan atas." ucap Jiyeon membuat Minho berhenti melangkah.

"Bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu, dia bahkan bisa menyebut nama artis itu dan mengatakan nominal mereka. Maksudku dia bisa melakukan pencemaran nama baik."

"Kalau begitu jangan didengarkan."

"Tapi telingaku sakit."

"Topik itu memang tidak harusnya diucapkan saat sekolah apalagi untuk remaja seusia kalian." ucap Minho paham sambil mengangguk kearah beberapa karyawan yang mereka lewati.

Moral Of The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang