Jiyeon duduk dengan lemah dan bersandar ke Yuna setelah dokter selesai memeriksa keadaannya, dokter itu menyimpulkan bahwa Jiyeon memiliki asma dimana Minho membantah bahwa Jiyeon sebelumnya pernah memiliki riwayat asma. Dia selalu membawa Jiyeon untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan, bahkan ia akan sangat terganggu jika Jiyeon demam sedikit saja. Dokter kemudian menjelaskan bahwa mungkin saja memang Jiyeon tidak pernah terkena asma sebelumnya namun tidak menutup kemungkinan yeoja itu bisa terkena asma saat ia beranjak dewasa.
"Kau baik-baik saja?" Minho duduk disamping adiknya setelah dokter pribadi mereka pamit dan memberikan beberapa obat yang harus Jiyeon minum untuk mengurangi pusingnya. Jiyeon melirik tajam kearah Se Mi yang berdiri tidak jauh dari mereka, rambut perempuan itu tampak berantakan dan ia tahu Jiyeon menyaksikan adegan panas mereka.
"Aku lelah, Yuna maukah kau menginap disini malam ini menemaniku?" Jiyeon bertanya pada Yuna dan mengacuhkan kaka laki-lakinya. Minho terlihat tidak nyaman, hubungan mereka belakangan ini sangat dingin namun baru kali ini Jiyeon menunjukkan sikap permusuhan yang ketat padanya.
"Aku akan tidur bersamamu." Tawar Minho.
"Yuna, kau mau kan?" Paksa Jiyeon dan Yuna mengangguk. "Aku akan menemanimu." Ucap Yuna dengan tersenyum sayang pada Jiyeon.
"Kau memang sahabat terbaikku." Jiyeon memeluk Yuna dan mengabaikan Minho, namja itu menghela napas dan menatap kearah Se Mi yang tampak merasa bersalah, mereka meluapkan perasaan dengan terlalu menggebu-gebu.
Jiyeon tahu dia salah, tidak adil untuk kakaknya jika dia bersikap seperti ini. Minho adalah pria dewasa, usianya bahkan sudah matang untuk memiliki kekasih bahkan untuk menikah dan memiliki anak. Namun, Jiyeon tidak pernah melihat Minho memiliki kekasih dan bahkan mungkin pria itu memilikinya namun tidak pernah mengatakan atau menunjukkannya.
"Aku akan mengantar Se Mi pulang, setelah itu kita bicara." Ucap Minho pada Jiyeon, suaranya terdengar keras kepala dan tidak ingin dibantah. Namja itu tampaknya sudah tidak ingin sabar, ia tahu bahwa jika di biarkan Jiyeon mungkin akan pindah dari apartemen nya karena Jiyeon memiliki rumah yang diberikan ayahnya sebagai ulang tahun ke -17 nya.
"Jiyeon." Yuna memanggilnya sambil melihat sekeliling kamar Jiyeon yang penuh dengan foto dirinya dan Minho, mereka hampir seperti pasangan suami isteri jika orang tidak mengenal mereka. Jiyeon hanya dekat dengan dua pria didunia ini, ayahnya dan Choi Minho. Dia memang memiliki ahjussi-ahjussi yang mencintainya, namun hanya dua namja yang ia cintai.
"Aku tidak mau bicara."
"Aku tahu kau terkejut dengan apa yang terjadi hari ini. Namun, kau harus menerimanya dengan lapang dada."
"Aku tidak siap, bagaimana jika dia tidak menyayangiku lagi? aku tidak memiliki siapapun disini, kau tahu betapa pentingnya oppaku untukku." Jiyeon merasakan air mata mengalir dari matanya, ia menunduk untuk mencoba menghalangi air matanya keluar.
"Aku paham perasaanmu, kemarilah." Yuna memeluknya sambil menepuk punggungnya dengan penuh sikap menguatkan. Tidak mudah menemukan kakak yang sudah begitu kau sayangi ternyata memiliki perempuan lain untuk dia cintai dan Minho mulai menunjukkan bahwa ia tidak bisa meninggalkan Se Mi. Jiyeon juga cukup bijaksana untuk tidak melarang oppanya, Minho mungkin akan berat namun namja itu akan meninggalkan Se Mi demi Jiyeon. Siapa yang tahu?
***
"Jiyeon, kau tahu ini bukan sikap yang baik. Aku sejak awal sudah memperingatkanmu, sekarang oppamu sudah mengancam ayahku demi menemukan kita." Jiyeon berbaring malas diatas kasur hotel, sebelum Minho bisa memaksanya untuk bicara ia lebih dulu melarikan diri untuk menenangkan dirinya. Ia bukan hanya sedih namun juga patah hati, ia pikir dia akan bersama Minho selamanya.