"Oppa." Jiyeon berdiri saat Minho memasuki ruangan, namja itu terlihat meliriknya sebentar dan melepaskan jasnya dengan sedikit gerakan malas yang kentara. Se Mi masuk dan meletakkan beberapa berkas hasil rapat diatas meja Minho, namja itu duduk dan bersidekap menatap kearahnya.
"Kenapa kau kemari?" Dia bertanya dengan suara dingin yang tidak pernah dia keluarkan sebelumnya.
"Berbaikan." jawab Jiyeon apa adanya, Minho terlihat menggeleng seolah kehilangan akal. Namja itu terlihat cukup kecewa padanya, hal yang pantas dilakukan seorang kakak pada adiknya yang melakukan kenakalan diluar batas toleransinya.
"Oppa, aku minta maaf atas-"
"Kau tidak perlu meminta maaf padaku, tidak ada yang perlu dimaafkan atau disesali. Begini, aku sudah memikirkan semuanya dan termasuk permintaanmu." Minho tidak ingin berbasa basi seperti dirinya biasanya. Jiyeon merasakan jantungnya berdebar.
Jangan...Jangan...
"Aku mengijinkanmu untuk pindah, kau bisa mulai mengemasi barangmu hari ini. Aku sudah menghubungi pelayan yang ada dirumahmu untuk membantu kepindahanmu." Ucap Minho terlalu tenang.
"Oppa."
"Kau benar Jiyeon, kau sudah dewasa dan bodoh sekali aku jika membatasi ruang gerakmu. Kau bisa menjalani kehidupanmu, kau pantas mendapatkannya." Putus Minho, Jiyeon merasakan tubuhnya gemetar karena rasa putus asa. Dia memang yang meminta namun saat namja itu menyetujuinya, rasanya begitu sangat menyakitkan.
"Karena dia kan?" Jiyeon berdiri dan menunjuk wajah Se Mi dengan tangan gemetar. "Kau menyetujuinya karena kau ingin dia yang pindah ke apartemenmu, biar bagaimanapun kalian akan menikah."
"Jiyeon perhatikan perkataanmu." Tegur Minho tidak senang.
"Jiyeon, aku tidak-" Se Mi mencoba menjelaskan.
"Kau bukan siapa-siapa, jangan ikut campur. Lihat yang kau lakukan, kau mengacaukan hubunganku dan oppaku." Jiyeon hampir berteriak, ia merasa dikhianati dan ditinggalkan karena orang baru. Minho sama seperti eommanya, mereka meninggalkannya.
"Kau bahkan tidak pantas berdiri didepanku." Jiyeon tidak bisa menahan dirinya.
Semua orang meninggalkan dirinya karena orang baru. Lalu siapa yang akan mencintainya dan selamanya ada untuknya?
"Jiyeon lebih baik kau pergi sebelum menimbulkan kekacauan yang lebih besar" Minho meninggikan suaranya, wajahnya keras dan tidak bisa dibantah. Pergi? jika Minho memintanya pergi kemana lagi dia akan pergi? ayahnya tidak ada disini dan ia tidak memiliki siapapun.
"Aku tidak pernah mengajarimu untuk bersikap keterlaluan pada orang lain, bagaimana bisa kau memperlakukan orang lain seperti itu? Kau sangat membuatku kecewa." ucap Minho melanjutkan, Jiyeon tidak pernah merendahkan siapapun sebelumnya namun Se Mi mengambil miliknya.
Jiyeon menghapus air matanya namun tubuhnya masih bergetar karena rasa kehilangan.
"Aku tidak mau kau menjalin hubungan dengannya oppa. Wanita ini tidak pantas untukmu, dia hanya memanfaatkanmu demi posisi. Kau milikku" Jiyeon berjalan kearah Minho dan mencengkram kemejanya dengan tangisan yang membuat siapapun tahu bahwa ia sedang dalam kondisi tidak baik.
"Jangan begini." Minho mencoba melepaskan cengkraman Jiyeon padanya.
"Aku akan menjadi wanita seperti yang kau mau, aku bisa memakai baju sepertinya dan aku-"
"Jiyeon! ada apa denganmu, kau benar-benar gila jika berpikir aku akan- kau... kau adikku demi Tuhan!" Minho terperangah, dia mulai memahami mengapa Jiyeon bersikap sangat aneh. Ia tidak ingin mengakui itu didalam hatinya, namun ia tahu bahwa itulah yang terjadi.