"Aku minta maaf atas apa yang dilakukan oleh adikku." Minho menatap Se Mi yang terbaring lemah diatas kasur dengan tatapan muram, yeoja itu tampak sangat lemah dengan balutan perban yang membalut lukanya. Wanita itu tersenyum dan mengangguk memperlihatkan kebesaran hatinya walaupun luka itu hampir membunuhnya. "Jiyeon, anak yang baik dan dia mungkin tidak bermaksud untuk menyaikitmu. Aku mohon atas nama adikku untuk meminta maaf." ucap Minho.
"Aku baik-baik saja, dia mungkin merasa kehilangan kakak lelaki yang sangat ia sayangi. Aku paham bagaimana rasanya."
"Aku tidak membenarkan semua yang dia lakukan padamu, namun aku harap kau mencoba memaafkan dia." Minho berdiri disana meminta maaf dengan bersungguh-sungguh.
"Aku tidak ingat dengan jelas apa yang terjadi, namun aku baik-baik saja." Se Mi menghela napas pelan sambil menatap Minho mencoba meringankan rasa bersalah didada namja itu. Minho tampak sangat kacau dan begitu terlihat lelah sampai terdapat sedikit kerutan diwajahnya yang biasanya tampak sehat dan bersinar.
"Belakangan ini kau sangat sibuk."
"Ya, banyak yang terjadi dikantor dan aku minta maaf tidak bisa berada disini menemanimu."
"Aku baik-baik saja, aku sudah biasa mengalami kebangkitan depresi ini dan aku akan baik-baik saja." ucap Se Mi memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
Untuk beberapa waktu yang lama mereka hanya saling berdiam diri, Minho duduk disana dalam waktu lama dan hanya melamun menatap sebuah titik dengan pandangan sayu. Dahinya berkerut menandakan kedalaman pemikirannya saat ini, dalam satu tarikan napas ia seolah-seolah sudah mendapatkan jawabannya.
"Tentang pertanyaanmu beberapa hari yang lalu." ucap Minho serak.
"Ya?"
"Apakah aku rela kehilangan Jiyeon untuk bersamamu." ucapnya sambil menatap Se Mi tepat dimatanya.
"Kau gadis yang tumbuh bersamaku saat titik terberat dalam hidupku, kau dan aku saling membalut luka kita masing-masing dimasa lalu menghadapi dunia yang kejam dan tidak berperasaan ini. Lebih dari apapun kau tahu aku ingin melindungimu membuktikan bahwa saat kau berada disisiku tidak ada yang mampu menyakiti kita berdua lagi, aku ingin bersamamu. Aku mencintaimu" ucap Minho.
"...." Se Mi diam. Minho meraih jemarinya dan menggenggamnya erat. Se Mi merasakan sesuatu seperti harapan tumbuh didalam hatinya, Minho akan memilihnya.
"Jiyeon, aku tumbuh bersamanya saat titik menuju terang dalam hidupku. Dia gadis yang baik, penuh semangat dan juga sangat aku sayangi lebih dari apapun bahkan aku lebih mencintainya dibandingkan nyawaku sendiri. Dibandingkan dirinya, napas yang aku miliki saat ini tidak ada artinya." bisik Minho, Se Mi menatapnya dengan berkaca-kaca dan ia tampak kesulitan untuk bernapas dengan normal.
"Jika Jiyeon tidak bisa menerimamu, maka hubungan ini tidak akan bisa mengarah kemanapun dan aku pikir awalnya aku bisa menjalani hubungan ini denganmu tanpa membuatnya merasa marah atau cemburu. Aku tidak bisa memilih saat yang kau tanyakan adalah antara dirimu dan dirinya, aku tidak bisa tanpanya." Suara Minho bergetar saat mengatakan kalimat itu. "Aku mencintaimu sejak dulu, sejak kita masih anak-anak tapi..." kata Minho terputus karena ia tidak mampu melanjutkannya lagi.
"Kau lebih mencintainya,kan?" ucap Se Mi berbisik pelan.
"Ya."
Se Mi tertawa lirih dengan penuh kesedihan dan rasa sakit didadanya bukan karena luka tusukan namun karena kehilangan harapan akan hubungan mereka.
"Aku minta maaf." Minho membungkuk penuh penyesalan.
"Lalu bagaimana denganmu? bagaimana dengan hidupmu, apakah kau akan terus hidup selibat dan terjebak dalam rasa cinta yang terlalu dalam antara saudara." Bisik Se Mi.