Minho memang benar-benar mengabaikannya, Jiyeon tidak tahu bahwa kejadian beberapa minggu yang lalu akan mempengaruhi hubungan mereka hingga seperti ini. Minho jarang sekali pulang dengan alasan bahwa namja itu sibuk dengan pekerjaannya yang sebenarnya tidak, Jiyeon tahu bahwa sesibuk apapun Choi Minho... namja itu tidak pernah benar-benar mengabaikannya seperti ini dan sifat Minho yang berubah menjadi dingin benar-benar sangat memukulnya lebih dari apapun. Jiyeon sudah berusaha pergi ke kantor namja itu namun Minho tampak tidak ingin diganggu, bahkan jika Jiyeon muncul namja itu akan dengan sangat dingin mengatakan bahwa ia sedang sibuk.
Jiyeon pikir Minho tidak perduli dan masa bodoh padanya, namun namja itu jelas masih perduli padanya dengan menempatkan para mafia didekatnya walaupun masih dalam jarak yang aman sampai ia hampir tidak mengetahui keberadaan mereka yang memantaunya dari jauh. Tipikal seorang mafia. Jiyeon merasakan rasa kesepian yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, ia mencoba agar mereka dekat lagi namun saat malam Minho akan pulang sangat larut dan mengunci pintu kamarnya.
Jiyeon beberapa kali terbangun tengah malam dan mengetuk kamar namja itu agar ia bisa ikut tidur disana namun Minho tidak pernah membukakan pintu untuknya seolah namja itu pura-pura tidur padahal Jiyeon tahu bahwa Minho tidak tidur sama sekali. Seperti saat ini, Jiyeon berdiri didepan pintu kamar namja itu dengan tanpa menggunakan alas kaki dan bersandar sambil mengetok dengan sedikit keras.
Tidak ada jawaban sama sekali.
Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya di korea bersama oppanya, ia sudah bicara pada ayahnya tentang keputusannya untuk melanjutkan sekolah diluar negeri dan ayahnya sangat bahagia, sebelum kembali ke luar negeri ayahnya menjanjikan untuk mendaftarkannya dan Jiyeon belum sempat membicarakan ini dengan oppanya. Namja itu selalu menjauhinya.
"Oppa."
Hanya keheningan yang ia dapatkan.
"Kau marah padaku ya? aku minta maaf jika selama ini belum bisa menjadi adik yang baik dan menuruti katamu tapi jangan mengabaikan aku. Disini hanya kau yang aku miliki" ucap Jiyeon dengan nada serak, ia menatap jari kakinya yang menyentuh lantai dingin. Minho tidak pernah sebegitu dingin padanya hingga seperti sekarang, sikap namja itu yang menjauhinya cukup membuatnya kehilangan.
"Oppa."
Apakah Minho sangat kecewa padanya sampai panggilannya sama sekali tidak diacuhkan?
"Oppa aku tahu kau tidak tidur, biarkan aku masuk." Jiyeon hampir merengek dan suaranya berubah serak karena menahan rasa sesak didadanya karena diabaikan. Jiyeon menempelkan telinganya kepintu dan mendengar suara pergerakan didalam, tidak lama kemudian pintu dibuka dengan sangat cepat. Minho hanya meliriknya sedikit dan membuang pandangan dengan cepat, namja itu mengenakan jaket tebal dan terlihat ingin pergi kesuatu tempat.
"Oppa."
"Aku tidak akan pulang malam ini, pastikan kau mengunci pintu apartemen."
"Oppa ini sudah tengah malam."
"Aku tahu, aku sudah dewasa dan kau tidak perlu mengurusiku. Turuti saja ucapanku Jiyeon, aku tahu kau anak yang keras kepala namun sekarang aku mohon jadilah anak baik. Se Mi sedang dirumah sakit saat ini, aku harus menemuinya."
"Oppa tapi aku takut sendirian." Jiyeon menatap sekeliling apartemen dengan pandangan takut. Oppanya biasanya akan tinggal untuk menemaninya apapun yang terjadi, namun namja dihadapannya menatapnya dengan pandangan dingin seolah dia adalah pembohong kecil.
"Kau tidak pernah takut pada apapun, bahkan kematian." ucapnya sinis dan meninggalkan Jiyeon begitu saja. Jiyeon menatap pintu yang tertutup dengan pandangan kabur karena air mata, Minho begitu kasar padanya. Minho yang dirinya kenal bahkan tidak sekalipun berpikir meninggalkannya seperti ini.