"Aku mengenal putriku dan aku tahu kau mengenal dirinya bahkan lebih baik dibandingkan aku, jika kau masih berpikir dia yang melakukan penusukan itu maka keputusanku untuk mempercayaimu menjaganya selama ini adalah kesalahan besar." Ucap Tn. Park, namja itu tiba dari Paris secepat yang ia bisa setelah mendengar semua pertengkaran yang terjadi, Yuna menceritakan semua yang ia lihat dan dengar dan jelas gadis itu sangat keberatan atas kejadian yang menimpa Jiyeon kemarin.
"Jiyeon melakukannya." Minho menjawab dengan nada dingin dan menatap pria didepannya dengan jawaban yang tidak terbantahkan, mereka harus menerima kenyataannya dan Jiyeon memang bersalah.
"Bagaimana bisa kau? pria yang paling ia percaya menuduhkan melakukan tindakan seperti itu, Jiyeon tidak pernah menyakiti siapapun kau tahu. Kau yang paling tahu seharusnya bagaimana dia."
"Aku tahu dia, itulah kenapa aku tahu dia melakukannya. Gadis ini adalah perempuan yang aku cintai, kau tidak buta dengan perasaan Jiyeon padaku. Dia sudah tidak lagi melihatku sebagai kakak laki-lakinya, dia ingin memilikiku." Ucap Minho memberikan kenyataan kepada Tn. Park yang kini menarik napas sambil tersenyum.
"Tentu saja dia menyukaimu, hanya kau laki-laki yang ia lihat dan yang memperhatikannya. Kenapa? tidak kah menurutmu itu salahmu sendiri? kau membatasi pergaulannya dengan anak laki-laki lain, entah kau sadar atau tidak tapi kau cemburu jika ada anak laki-laki lain yang mendapatkan perhatian Jiyeon." Minho terkekeh mendengarkan tuduhan dari Tn. Park dan wajahnya berubah sinis.
"Dia adikku, sialan." Minho selalu menaruh hormat pada pria paruh baya itu namun tuduhan terhadapnya begitu mengganggunya, dia membesarkan Jiyeon dan tidak pernah sekalipun ia berpikir menjadikan Jiyeon sebagai kekasihnya, tidak pernah sekalipun. Kejadian beberapa malam yang lalu adalah kesalahannya, ia patah hati karena meninggalkan Se Mi dan melampiaskan semuanya pada Jiyeon. Dia menyentuh gadis itu dan ia kehilangan akal sehatnya sendiri, tapi demi nyawanya sendiri ia tidak akan pernah melakukan kesalahan bodoh seperti itu.
"Maka biarkan dia ikut denganku ke Paris, kau jalani hidupmu seperti yang kau mau dan berikan Jiyeon padaku, memang seharusnya merupakan tanggung jawabku untuk membesarkannya. Aku tidak sadar selama ini kau merasa tidak bahagia karena dirinya, aku pikir kau bahagia dengan adanya dia tapi kejadian kemarin membuka mataku. Rasa terimakasihmu padaku kuanggap sudah selesai."
"Aku tidak pernah tidak bahagia bersamanya, kalian menyalah artikan ucapanku."
"Kata itu keluar dari mulutmu, kau tahu ucapanmu sudah mengubah cara pandang putriku dan aku tahu dia pun tidak ingin tinggal lebih lama bersamamu. Aku tidak bisa membiarkanmu menyakitnya lagi, hubungan kalian buruk sekali dan jika dibiarkan terlalu lama, aku tidak tahu perpecahan apa yang akan terjadi lagi." Ucap Tn. Park dengan nada yang ia naikkan.
"Aku sudah membayar Universitas K untuk melupakan surat pembatalan itu, Jiyeon akan tetap melanjutkan pendidikannya disana." Minho bicara seolah mereka tidak berdebat dua sisi, namja itu jelas mempertahankan kehendaknya sendiri. Tn. Park menghela napas.
"Jika aku memaksa membawanya kau akan membunuhku kan?" tebak Tn. Park sambil menatap Minho.
"Kau tahu cara kerja dunia kita." Minho berbisik sambil memperhatikan layar komputernya.
"Kau sendiri yang mengatakan kau tidak bahagia dengan ada dirinya, lalu kenapa kau masih berusaha keras mempertahankan anakku disini? tidak kah jalan pikiranmu harus diperbaiki." Minho merasakan rasa gelisah dihatinya, ucapannya tempo hari benar-benar membuatnya merasa bersalah dan ia tahu ia tidak bisa menariknya lagi.
"Aku sudah memutuskan hubunganku dengan Se Mi." ucap Minho membuat gerakan Tn. Park menyeruput kopinya terhenti sebentar, namja itu menatap Minho seolah ia tidak mengerti.