Mungkin Jaerim tidak salah saat mengatakan ini makan malam bersama, jika Jiyeon berpikir makan malam ini sehangat makan malam antara dirinya, ayahnya juga Choi Minho yang dulu selalu ia lewatkan dengan canda dan tawa, maka ia salah besar. Makan malam keluarga Jaerim jauh dari kata nyaman karena mereka semua duduk dalam diam dan tampak tidak ada yang ingin membuka mulut. Jiyeon tidak mengerti, apakah ini karena kehadiran dirinya ataukah karena memang keluarga ini menganut paham jangan pernah bicara saat makan.
Jiyeon duduk di samping Jaerim, ada ibu dan adik perempuan Jaerim yang biasanya cenderung sinis, Kim Soya. Beberapa kali ia melihat Soya meliriknya dengan malas, bukan rahasia lagi diantara mereka, Soya sangat berharap Jaerim berakhir dengan Jina, perempuan yang kini duduk di kanan Soya. Jina merupakan anak tunggal dari pemilik perusahaan iklan yang cukup besar dan terkenal di Korea. Jina juga merupakan sahabat kecil Soya dan mereka tumbuh dilingkungan yang sama.
Jina mungkin tidak pernah dengan terang-terangan memusuhi dirinya, namun ia tahu bahwa gadis itu tidak menyukainya. Jiyeon juga mengingat dirinya sendiri dulu dan bagaimana parahnya dia bersikap saat ada perempuan yang dekat dengan kakaknya, dia mungkin memahami apa yang dirasakan Se Mi saat itu. Saat Jiyeon dengan terang-terangan tidak menyetujui hubungan wanita itu dengan kaka laki-lakinya.
"Bibi, makanan yang anda buat enak sekali. Jaerim sering mengatakan bahwa dia sangat menyukai masakan bibi yang-" Jiyeon mencoba membuka mulut dengan memuji makanan yang dibuat oleh calon mertuanya, namun belum sempat menyelesaikan ucapannya, Soya dengan sedikit sinis memotong ucapannya.
"Eonni, entah kau tahu atau tidak. Saat makan kita tidak boleh bicara dan rasanya harusnya kau tahu tata krama seperti itu, kau kan calon isteri dari Jaerim Oppa." Ucapkan Soya dengan suara yang dibuatnya sehalus mungkin namun gadis itu pasti memastikan ucapannya berisi pisau yang tajam.
"Aku tahu, terima kasih sudah mengingatkanku. Aku sangat mengagumi bibi sampai melupakan kesopanan. Maafkan aku." Ucap Jiyeon.
"Bagaimana bisa dia bahkan tidak memahami tata krama dasar, entah gadis macam apa yang kau bawa" Jiyeon sedikit terkejut mendengar suara berat dan pelan dari kepala keluarga di rumah itu, Tn. Kim tampak mengungkapkan kekecewaannya pada Jaerim dengan wajah datar namun tampak sedikit kesal, dia mungkin mengucapkan hinaan itu dengan nada datar namun sampai ke hati Jiyeon. Jiyeon masih berusaha tersenyum dan memaklumi ucapan Tn.Kim, biar bagaimanapun Jiyeon tahu bahwa kadang tidak semua orang memiliki hari yang baik.
"Aku mohon, kalian jangan membuat suasana makan malam ini membosankan. Jiyeon tidak melakukan hal yang salah dan lagipula, sejak tadi Jina juga bicara namun tidak ada satupun dari kalian yang menegurnya, jangan membuat kekasihku jadi serba salah." Jaerim kini membuka mulutnya dan menegur adiknya Soya dengan kekesalan yang sama seperti yang ditunjukan adiknya kini.
"Sudahlah, jangan bertengkar untuk hal yang tidak penting seperti ini." Ucap Ny. Kim berdehem dan kembali fokus pada makanan di hadapannya, Jiyeon merasa tidak enak sekarang, jadi saat ini ia hanya bisa menunduk dan melihat makanan dipiringnya dengan tidak berselera. walaupun saat ini rasanya ingin berlari keluar dan menemukan ruangan yang nyaman untuk ia bisa sembunyi dari dunia yang kejam ini.
"Maafkan adikku ya." Ucap Jaerim berbisik.
"Soya tidak salah, yang dia katakan benar seharusnya aku menghormati aturan keluargamu karena sekarang aku bertamu." Balas Jiyeon dengan bijak.
Jaerim hanya mengangguk seolah-olah permasalahan tadi sudah selesai, lagipula beberapa hal dihidup ini, awalnya juga tidak berjalan dengan sempurna, namun Jaerim yakin bahwa keluarganya akan menerima Jiyeon. Jiyeon wanita yang baik dan juga sangat peduli dengan semua orang, apalagi Jiyeon adalah wanita yang dicintai oleh putra mereka.